Pagi - pagi sekali Devian sudah berada di kediaman keluarga Pranadipta untuk menjemput kekasihnya, Arunika. Setelah saudara kembarnya di perbolehkan pulang oleh dokter, Arunika memutuskan untuk tinggal bersama sang Ayah dan kembarannya di mansion keluarga Pranadipta yg selama ini kosong dan hanya di huni oleh beberapa pelayan, tukang kebun dan satpam.
Devian duduk di ruang tamu sambil menunggu Arunika yg masih bersiap - siap. Atensi Devian teralihkan saat mendengar suara langkah kaki menuruni anak tangga, ternyata itu adalah Tuan Bagas yg sudah rapi dengan setelan baju kerjanya, tuan Bagas menghampiri Devian dan mengajaknya berbincang - bincang sambil menunggu Arunika turun.
Tidak lama setelahnya Arunika turun bersamaan dengan Raditya yg juga ikut serta di samping Arunika, saat melihat kearah Devian Raditya melayangkan tatapan sinisnya. Tanpa menyapa Devian, Raditya melengos pergi ke meja makan untuk sarapan. Tuan Bagas yg melihat itu hanya geleng - geleng kepala.
"Maaf ya Dev memang anak om satu itu dinginnya minta ampun". Tuan Bagas merasa tidak enak dengan Devian saat Raditya berlalu begitu saja tanpa menyapa Devian.
"Gapapa om mungkin Radit sudah lapar". Devian menyunggingkan senyum tipis. Devian memaklumi sikap dingin Radit padanya.
Arunika menghela nafasnya panjang, dia tau betul mengapa kembarannya bersikap seperti itu pada Devian, yg jelas itu semua karena kesalah pahaman di masa lalu.
Arunika mencium punggung tangan Ayahnya yg di ikuti Devian di belakangnya.
"Arun berangkat dulu Yah". Pamit Arunika yg di ikuti Devian di belakangnya.
"Devian juga pamit om, assalamualaikum".
"Hati - hati di jalan, om titip Arunika ya Dev, jaga dia". Ujar Tuan Bagas tersenyum tipis sambil menepuk pundak Devian.
Devian yg mendengar perkataan tuan Bagas menyunggingkan senyumnya, "Pasti, om Bagas jangan khawatir". Ucap Devian tanpa keraguan di dalamnya.
Lalu Arunika dan Devian masuk ke dalam mobil dan segera meninggalkan kediaman keluarga Pranadipta itu.
Setelah mengantar kepergian putrinya, Tuan Bagas menemui putranya yg berada di ruang makan, niat hati ingin menegur sikap dingin putranya, namun saat tuan Bagas baru saja mendudukkan pantatnya di kursi, dia sudah mendapat kalimat protes dari putranya.
"Kenapa ayah biarin Arun berangkat bareng dia?". Raditya meletakkan sendoknya tanda dia sudah menyelesaikan sarapannya.
"Memangnya kenapa Dit?, toh Devian lelaki baik, tidak mungkin dia macam - macam sama kembaran kamu". Tuan Bagas mengernyitkan dahinya melihat wajah kesal putranya. Tidak biasanya putranya itu melarang dengan siapa Arunika pergi, memang Raditya itu posesif terhadap Arun tapi masih dalam tahap wajar tidak seperti sekarang yg melarang Arunika berangkat bareng cowok lain.
"Kalo dia baik gak mungkin buat Arun sakit hati yah". Gumam Raditya pelan yg ternyata masih bisa di dengar oleh tuan Bagas.
"Maksud kamu gimana Dit?, jelaskan pada Ayah dan jangan ada yg kamu sembunyiin karena Ayah akan tau apapun itu". Ucap tuan Bagas tegas saat melihat wajah putranya yg akan menyangkalnya. Tuan Bagas sangat tau sang putra pandai menutupi masalahnya dan berusaha mengatasinya sendiri, namun sepandai - pandainya putranya itu menutupinya tuan Bagas akan tetap mengetahuinya lewat orang kepercayaannya.
Raditya menghela nafas pasrah, dia menjelaskan pada Ayahnya tentang kejadian enam tahun yg lalu di taman belakang sekolah, saat dia memukuli Devian dan juga alasan Arunika yg mau ikut ke New York dengan Ayahnya, Raditya menceritakan semua itu tanpa ada yg terlewat sedikitpun.
Tuan Bagas yg mendengar cerita dari putranya itupun terkejut, tuan Bagas marah dan kecewa pada Devian yg pernah menyakiti putri kesayangannya, tuan Bagas tidak terima putrinya di khianati bahkan di jadikan bahan taruhan oleh Devian dan sahabat putrinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
My CEO is My Ex (On Going)
Teen FictionBagaimana jadinya jika mantanmu adalah CEO di tempatmu bekerja, apalagi dia yg telah menorehkan luka di hatimu dan membuat kepercayaanmu hilang terhadap lelaki, hingga menganggap semua lelaki itu sama, seperti pepatah "Habis manis sepah di buang". ...