Semenjak kejadian beberapa hari yang lalu, keadaan mension kini terasa lebih tegang. Seluruh keluarga Atmaja seolah tak diberikan waktu untuk bernapas lega dengan kehadiran seseorang yang membuat mereka semua khawatir. Masalalu yang tertutup rapat membuat mereka mewanti-wanti satu sama lain, mengingatkan untuk menjaga semua rahasia keluarga agar tak di ketahui oleh siapapun, termasuk anak-anak mereka.
"Bagaimana ini Dad, aku tak mau kehilangan dia, aku ingin menjaganya.." Rita bergumam lirih, menatap kearah sang mertua yang saat ini tengah memikirkan masalah tersebut. Cahaya lampu gantung di ruang keluarga berkedip-kedip, seolah ikut merasakan kegelisahan yang menyelimuti mereka. "Aku memang tak menyukai anak itu karena dia terlahir dari rahim wanita lain, aku juga membenci menantuku karena ia tak bisa memberikan cucu padaku. Tetapi, entah mengapa aku merasa kehilangan setelah mereka berdua pergi, aku juga mulai menyayangi anak itu.." Ferdian diam sesaat, menghirup udara yang terasa menyesakkan dadanya. Matanya menatap kosong ke arah jendela, di luar hujan turun dengan deras. Kilasan-kilasan kenangan masa lalu muncul di benaknya."Apapun yang terjadi, kita tak bisa membiarkan pria itu membawa apa yang ia inginkan. Dia sudah menelantarkan istri dan juga anaknya, kini saat putrinya beranjak dewasa, mengapa pria itu kembali mengaku sebagai ayah yang mencari putrinya? menjijikan..." Gio mengungkapkan apa yang saat ini ada dalam hatinya, wajahnya memerah, urat-urat lehernya tampak menonjol. Tangannya mengepal erat, seakan ingin menghancurkan sesuatu. "Sebenarnya kita tak bisa mengambil kesimpulan seperti itu, kita bahkan belum mengetahui apa alasan Algo meninggalkan calon istrinya.."
Brak...
Rita menggebrak meja, matanya berkaca-kaca menatap tajam ke arah Dirga. Suara guntur menggemuruh di luar, seolah menyahuti kemarahannya. "Kamu bisa berucap demikian karena kamu sahabatnya kan? coba kamu tanyakan pada bajingan keparat itu? kemana dia selama delapan belas tahun ini? bahkan, kamu sendiri tak tau kemana perginya dia waktu itu?" Suara Rita bergetar, penuh emosi. Setelah berucap demikian, ia beranjak dari tempat duduknya, meninggalkan seluruh anggota keluarganya yang terpaku diam. Ferdian menatap kosong ke arah pintu, sementara Mira berusaha menenangkan Gio yang masih terlihat marah."Aku akan bicara dengan istriku,sejak kemarin emosinya tak stabil,aku khawatir padanya!" Dirga melangkah,menghampiri istrinya yang saat ini tengah berdiam diri di dalam kamarnya. Lampu kamar tidur redup, hanya cahaya rembulan yang menembus jendela dan menerangi wajah pucat Rita. Wanita itu duduk di ranjang, memeluk sebuah foto yang mulai usang ke dalam dekapannya, isakan lirih terdengar dari bibirnya yang bergetar menahan tangis. Air mata membasahi pipinya yang pucat, membaur dengan kulitnya yang putih bersih.
"Maap, aku tak bermaksud untuk bersikap lancang padamu. Aku terluka, aku merindukan dia..." Suara Rita terdengar serak. Dirga mendekati ranjang, duduk di samping istrinya. Ia meraih tangan Rita yang dingin, lalu menggenggamnya erat. "Aku tahu, Sayang. Aku tahu kamu sedang sangat sedih." Dirga menghapus air mata yang mengalir di pipi Rita dengan lembut.Mata Dirga menatap foto yang dipegang oleh Rita. Itu adalah foto mereka bersama dengan keempat sahabatnya, di dalam foto tersebut ada Bram dan juga Risa, dan satu pasangan lainnya yang tersenyum ke arah kamera sembari memeluk putra kecilnya dengan erat. Di sana mereka terlihat sangat bahagia, seolah tak ada beban berat yang mereka lalui. Sebuah senyum tipis terukir di bibir Dirga. Cahaya rembulan menembus jendela, menerangi wajah mereka yang penuh kerinduan. Suara hujan yang turun di luar jendela seolah menjadi iringan bagi kenangan indah yang tersimpan dalam foto itu.
"Kita akan melewati ini bersama-sama, ya? Semoga, apapun yang terjadi kedepannya, kita semua bisa menerima hal itu dengan baik" bisiknya lembut. Rita mengangguk pelan, masih terisak. Dirga menarik Rita ke dalam pelukannya. Aroma parfum Rita yang lembut menenangkannya. Dirga memejamkan mata, membayangkan masa-masa indah bersama sahabat-sahabatnya. Ia merindukan saat-saat mereka tertawa bersama, berbagi cerita, dan saling mendukung.***
Cahaya pagi menyinari kamar Rara. Sinar matahari yang hangat menembus celah tirai, perlahan membangunkannya dari indahnya mimpi. Hari ini adalah hari yang sangat istimewa bagi Rara. Setelah hampir dua bulan lebih berdiam diri di rumah, akhirnya ia akan kembali ke sekolah. Rara bangkit dari tempat tidur, perasaan haru dan sedikit gugup bercampur aduk. Ia berjalan menuju lemari pakaiannya dan memilih seragam sekolah yang sudah lama tidak dipakainya. Seragam itu terlihat begitu mewah dan elegan, perpaduan warna maroon dan putih membuatnya semakin percaya diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepupu Mesum
Teen FictionWarning! Cerita ini mengandung beberapa adegan 18+ Harap bijak dalam membaca ya guys!! Cinta memang selalu menyakitkan bukan?? tidak selamanya selalu di isi dengan kebahagiaan. Rara,gadis berusia 17 tahun yang masih duduk di bangku SMA itu,mencintai...