"Raj, dengar aku tidak?" Raj kembali pada kesadarannya meski rasanya ingin menutup sekarang juga.
Padahal, beberapa menit lalu ia, dan Raj tengah mengobrol, membagi cerita, juga tawa yang mengudara. Meera masih menangkup pipi Raj dengan tawa mereka yang bersahutan namun tiba-tiba semua berubah menjadi kepanikan. Bagaimana, Raj memegangi dadanya, dan memukulnya. Bagaimana Raj meraup napas dengan mulut mencari pasokan udara yang rasanya menjauh darinya.
"Tolong aku, tolong..." Meera terpaksa melepas tautan tangan mereka ketika Dokter Salman datang dengan petugas medis lainnya. Meera mundur, dengan kaki yang tak seimbang merasakan lemas di lutunya. Kedua tangannya bertaut, dengan getaran yang timbul. Wajahnya didampingi isakan, dan air mata yang mengalir meski dia sudah menahannya.
Gerakan tergesa-gesa disekitar membuat matanya menggelap. Melihat suster yang cekatan memakaikan masker oksigen, atau Dokter Salman yang menginstruksikan semuanya. "Raj, dengar aku? Jangan panik, terus mencoba atur napas mu, pelan, pelan saja, Raj, ayo, kau bisa."
Dokter Salman menggeleng dengan decakannya melihat Raj yang mengalami gagal napas, tak mampu menghirup dengan baik. Kemudian dirinya menginstruksikan suster untuk menyuntikkan satu ampul obat, hingga, helaan nafasnya terdengar di ruang penuh dengan tekanan.
"Meera, kondi,-" Dokter itu menghentikan apa yang ingin dia ucapkan ketika membalikkan badan, dan melihat istri pasiennya dengan kondisi kacau.
Meera dengan wajah yang berbeda. Tangannya menyatu di depan mulut, menahan isakan, dan gemetar yang terjadi bersama. Matanya bergerak tak tentu karna ketakutannya. Hingga tak sadar Dokter Salman ada di depannya ingin memberitahu kabar setelah menangani Raj yang menurun kondisinya.
"Meera, aku tahu ini berat," ujarnya cukup tegas namun berusaha tenang. Untuk mengembalikkan kesadaran Meera, dia menepuk bahu itu cukup keras, hingga, wanita itu tersentak dan menatap dengan keterkejutannya.
"Bagaimana? Bagaimana dia? Dia tidak mungkin meninggalkanku, kan?!" Dokter Salman menggeleng. Matanya mengarah pada Raj untuk menunjukkan pada Meera bahwa Raj sudah aman.
"Tidak ada yang harus dikhawatirkan. Hanya, serangan itu datang. Tadi saturasinya turun lagi. Tidak apa-apa, semuanya sudah tertangani." Meera memejamkan mata dengan helaan napas leganya.
Tak tahan dengan kekhawatiran yang membuncah, dia berlari menerjang, menubruk tubuh Raj, dan menangis di sana.
"Hey.." suara itu kecil sekali, namun begitu mengalun di telinganya. Di dalam masker oksigen itu Raj tersenyum kecil, hingga Meera bangkit dari dekapannya, dan menatap Raj yang matanya begitu sayu, raut wajahnya begitu pucat, masker oksigennya mengeluarkan embun dari hasil pernapasan yang terjadi padanya.
"Shut up! Kau membuatku takut!" ungkapnya dengan kekesalan menggebu.
"Semua sudah baik-baik saja." Meera menggeleng. Mengusap kening suaminya dengan kelembutannya.
"Ini, ini tidak bisa diprediksi.. Sebelumnya kau tidak apa-apa. Aku takut sekali, aku takut sekali ya Tuhan.." ujarnya dengan air mata yang terus ada.
"Lima hari semenjak kau sadar, semua ini selalu ada kemajuan, setiap harinya, Dokter selalu mengatakan hal-hal baik pada kita, tapi, tapi hari ini," ucapannya terhenti. Meera tak sanggup mengatakan apapun lagi. Lima hari kemarin keadaan Raj berangsur baik bahkan Meera menaruh harapan dari kepulihan Raj, begitupun hubungan mereka yang ikut menjadi alasan lima hari kemarin cukup sempurna. Canda serta tawa menyelimuti mereka, bahkan tiap malam dia tidur berdua di ranjang itu dengan penuh kehangatan. Namun melihat Raj tadi sangat membuatnya takut, takut kembali datang padanya, kembali menguasai dirinya.
Raj tak menanggapi selain mengusap punggung wanitanya yang kembali dalam pelukan di sebelah kiri tubuhnya. Raj tak bisa pungkiri bahwa dirinya juga takut dengan kejadian tadi. Bagaimana Raj mengalami serangan yang cukup berat setelah lima hari ini tubuhnya seperti orang sehat.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Time
RomanceDia benar-benar obat yang menyembuhkan segala sakit yang aku alami pada kehidupan ini. Meera penyembuh penyakit yang ada padaku.. "Meera, jika ini yang terakhir, aku hanya ingin bilang tolong jangan lupakan aku.." "Aku tidak akan melupakanmu, karna...