"Aku ada dalam tipu daya mereka. Aku tidak tahu, aku tidak tahu akan seperti ini jadinya.. Aku tidak tahu mengapa aku menerima itu awalnya, aku tidak memikirkan dengan matang, karna yang ku mau hanya kesembuhannya.. Aku memang bodoh, aku sadar akan hal itu. Sekarang, dia, dia bahkan tidak membaik, dan aku tidak bisa berbuat apapun."
Entah sampai kapan air matanya terus turun, entah sampai kapan penyelesalannya hilang, menghimpit sesak, gelisah hingga bersatu padu di lubuk dan pikirannya. Apalagi kini kondisi Raj jauh dari kata baik-baik saja. Tubuhnya begitu lemah, bahkan Raj tak bisa bangun dari tempat tidurnya, nafasnya yang begitu berat seperti ada batu yang menghantam yang membuat pria itu harus kembali ke ranjang pesakitan di mana itu adalah hal yang menjadi ketakutan bagi seorang Meera.
"Meera, kalau kau tanya kepada kami, maka kami semua akan mengutarakan kekecewaan padamu, tapi.. Semua sudah terjadi, semua sudah berlalu, tidak ada gunanya aku, Kareena, dan yang lain terus menyalahkanmu. Tolong, tolong kembali fokus padanya, hari ini dia kembali lagi ke tempat ini, kondisinya menurun lagi, dan aku ha-
"Hey, Raj!"
"Ada apa? Raj, ada apa?" Pekikan itu mengisi ruangan di sana, membuat panik orang-orang yang tengah berbincang, melihat Raj yang baru membuka mata namun tangannya menarik masker oksigen dengan kencangnya, berusaha meraup oksigen alami yang tidak mau mendekatinya.
"Tekan nurse call-nya!" Meera menunjuk itu, menghalau panik luar biasa, mencoba membantu Raj yang kini meremat hingga memukul bagian dadanya.
"Astaga, kenapa ini? Karan! Hampiri nurse station, panggil mereka ke sini. Raj collapse!"
"Aku di sini, aku di sampingmu, tidak, jangan menyakiti dirimu aku mohon.." Isak tangisnya tak tertahan lagi. Berupaya untuk tak panik namun melihat Raj mengalami kegagalan napas membuka mulut tiada henti seperti ini membuatnya hilang kendali.
"Raj, tenang-tenang." Saif menepuk tangan itu sekilas, menoleh para perawat dan dokter, dan Karan yang masuk ke ruangan dengan elektrokardiografi, dan beberapa alat lainnya.
"Tolong, kenapa ini? Dia tidak bisa bernafas!"
"Code blue.. Code blue.."
"Code blue.. Code blue.."
Meera sudah tidak bisa mendengar apapun lagi ketika melihat banyak orang berlarian menghampiri raga suaminya. Tatapannya kosong, bahkan air mata tak turun mendampingi ketakutan dirinya.
Tubuhnya dipaksa keluar, bahkan ketika tangannnya mencoba meraih tangan tak berdaya suaminya. Jarak semakin membuatnya tak lagi bisa menatap Raj karna ditutupi kerumunan di sana.
Jatuh terduduk, Meera tersadar bahwa kejadian yang baru saja dia hadapi ini betul adanya. Tak ada tenaga, jiwanya seperti kosong tak berdaya. Tersisa jeritan hati yang berontak dengan pejaman mata, bersamaan dengan sayup-sayup bersuara dalam pinta untaian doa, berharap kabar yang ia dapat bukan hal yang akan membuat semestanya terenggut juga.
"Tidak. Aku mohon, tidak. Ya Tuhan, aku mohon."
"Merra, hey! Kendalikan dirimu! Meera tenanglah!" Meera menggeleng dengan isak tangisnya yang mulai ada. Memukuli objek di depan melampiaskan rasa khawatir beserta amarahnya.
Menatap dari kaca, tubuh yang bergerak naik turun dari pacuan dua alat itu. Menatap dengan ringisan tak tega karna pasti sakitnya luar biasa. Suaminya merasakan sakit biasa saja rasanya Meera tak rela, dan kini semesta justru menghadapkan dia dengan keadaan yang lebih menyiksa.
Ketika pintu itu dibuka, Meera merasa gemetar di seluruh tubuhnya. Para pejuang tadi keluar meninggalkan ruangan, tapi dia tak tahu arti dari tatapan mereka. Penuh lelah, keringat, dan ekspresi yang tak terbaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Time
RomanceDia benar-benar obat yang menyembuhkan segala sakit yang aku alami pada kehidupan ini. Meera penyembuh penyakit yang ada padaku.. "Meera, jika ini yang terakhir, aku hanya ingin bilang tolong jangan lupakan aku.." "Aku tidak akan melupakanmu, karna...