PART 3
Malam kian larut. Naomi sebenarnya merasa hatinya sedang gelisah. Entah karena apa dia juga kurang paham. Dia sendiri sejak tadi hanya duduk, makan lalu duduk lagi. Perasaan ini membuatnya tak tenang. Naomi mengunjungi suaminya yang sedang berbincang dengan satu teman sejawatnya.
"Pa, Rina udah sampe di hotel belum?" tanya Naomi.
Stevan mengangguk, "Udah Ay, memangnya kenapa?" tanya Stevan-bingung.
Naomi menggeleng. "Gak papa... cuman, kok feeling aku gak enak ya? Firasat aku buruk banget sekarang." ucap Naomi sambil menghela napasnya.
Stevan tersenyum, "wajar Ma, namanya juga udah malem kaya gini. Mama pasti capek 'kan? Sebentar lagi juga selesai." ucap Stevan menenangkan istrinya.
Naomi mengangguk dan menghela nafas. Semoga saja hanya perasaan sesaatnya.
"Alden, adik kamu udah di hotel?" tanya Stevan kepada anaknya yang sedang bersiul. Alden mengangguk, "sudah Pa, kamar 218," ucapnya. Alden tadi di beri tahu lewat SMS oleh Adrina tentang nomor kamarnya.
Stevan mengangguk, "iya sudah, kamu boleh ke sana." ucapnya. Alden mengangguk lalu pamitan kepada Mama dan Papanya untuk kembali ke meja teman-temannya.
***
Adrina merebahkan dirinya di kasur hotel. Rasanya sangat nyaman dan tenang. Kakinya pegal akibat menggunakan heels yang menusuk ujung tumitnya. Bodohnya dia tidak membawa baju ganti, jadi dia terpaksa hanya menggunakan tank top berwarna putih dan celana yang sangat pendek yang ia gunakan tadi. Sementara dress-nya ia taruh di sofa.
Adrina juga sudah mengirim pesan singkat kepada kakak lelakinya-Alden dan menyuruhnya agar tidak merecoki tidur Adrina. Adrina mau tiduran aman, damai, tentram, dan sejahtera tanpa gangguan.
Adrina lelah dan mematikan lampu di kamar hotelnya hingga kamarnya menjadi remang-remang dan gelap. Adrina tiduran di sebelah kiri dan memeluk bantal gulingnya. Ia menaruh ponselnya di nakas dan mencoba tertidur sambil menarik selimutnya hingga sampai ke leher. Tak lama akhirnya dia pun tertidur pulas ke mimpi yang indah.
***
Ken menghela napas karena pusing. Jam menunjukkan pukul 2 pagi dan semua tamu sudah boleh pulang. Dia tadi sempat meminta minum obat sakit kepala yang Mamanya selalu bawa. Maka dari itu, dia sangat mengantuk sekali akibat efek samping dari obat itu. Tetapi itu obat paling mujarab dan pancen oye yang selalu berhasil menyembuhkan sakit kepalanya.
"Ken, ayo balik." ucap Basto kepada anaknya. Ken mengangguk patuh dan mengikuti Papa serta Mamanya yang berjalan di depan. Ken akan langsung tepar kalau begini caranya nanti di hotel.
Dia akan menginap sekeluarga di hotel milik Papanya Adrina karena tidak mungkin dia pulang jam segini, apalagi dengan keadaan fisik yang melelahkan. Bisa-bisa Ken nabrak pohon di jalan. Ken menggeleng. Aduh jangan sampe. Lindungi aku terus Tuhan, batin Ken.
Ken mendesah karena mulai ngelantur di dalam hatinya. Dia berangkat dan sepuluh menit kemudian, keluarga Ken sampai di hotel.
"Mama sama Papa duluan ya." Mama dan Papanya sudah mendapatkan kunci hotel. Ken mengangguk dan bergumam menjawabnya.
Ken menatap kedua resepsionis di depannya dengan bingung,"Halow mbak. Jangan bengong aja dong. Saya mau pesen kamar." ucapnya tak sabaran karena kedua resepsionis itu memandang Ken dengan tatapan memuja. Ken emang mempesona. Kedua orangtuanya pun bilang seperti itu.
Tidak salah tadi banyak tamu wanita yang hadir-ingin mengajaknya ngobrol bahkan ada yanh berkencan tapi Ken tolak karena cowok itu beralasan tidak mau mencari wanita yang umurnya di atas dia. Maka dari itu Ken tadi merecoki Adrina dan duduk di sampingnya. Dengan begitu, Ken aman terkendali.
Salah seorang resepsionis yang bernama Mayni mengangguk dan memberikan kunci kamar untuk Ken, "i-ini kuncinya," ujarnya tergagap. Ken mengambilnya tanpa banyak bicara dan langsung menuju kamarnya.
"Kamar 218," gumam Ken lalu mendesah malas dan masuk ke dalam lift. Di lift dia sudah sangat sempoyongan karena pusingnya sangat hebat melanda kepala Ken. Ini pasti gara-gara dia selalu terlambat makan, akibat kerja di perusahaan Papanya dan jadwal kuliah yang sedang padat-padatnya. Dia memijat alisnya dan setelah lift berbunyi. Dia langsung mencari-cari kamar hotel itu.
216
217
218
Ken mendesah pusing dan membuka pintu kamar hotelnya. Kamarnya gelap sekali. Ken langsung mengunci kamarnya dan masuk ke dalam. Dia masuk dengan keadaan kamar gelap dan tidak berlampu.
Ken melepas celananya yang menyisakan boxer dan baju tuxedonya lalu ia taruh disembarang tempat. Lagipula ia membawa baju ganti di mobilnya. Urusan itu sangat gampang dan mudah ia lakukan besok.
Ken merebahkan dirinya di kasur sebelah kanan dan langsung tertidur dengan posisi tengkurap tidak peduli sekitarnya.
****
Adrina mengerjapkan matanya. Cahaya matahari menelusup masuk ke matanya. Adrina mendesah malas dan mengerjapkan matanya lagi. Adrina mendengar ada dengkuran halus di sebelahnya. Adrina menoleh dan ada tangan yang melingkar di perutnya. Adrina mengerjapkan matanya dengan cepat terlonjak kaget.
Mata Adrina membulat sempurna melihat siapa yang tidur di sebelahnya yang hanya menggunakan boxer dan tanpa baju sehingga menampilkan perut six packnya. Mungkin kalau dulu pas mereka masih SD. Hal ini pasti biasa saja tapi sekarang setelah dewasa. Tidak lagi.
"AAAAAAAAA!!" teriak Adrina lalu menjauh dengan selimut yang ia genggam untuk menutupi badannya. Ken mengeram tertahan lalu menggaruk kepalanya.
"KEN LO NGAPAIN DI SINI?!!" teriak Adrina lantang dengan raut shock-nya. Ken langsung membuka matanya lebar-lebar dan mengerjapkan matanya dengan cepat.
"I... Ina??!" pekik Ken lalu bangkit dari tidurnya.
"Ken kok lo?!!"
"Ina kok bisa?!!"
"KOK MALAH NANYA GUE SIH?!"
"KOK-"
"KEN KOK LO-"
"KOK BISA?!"
"JADI KITA?!"
BRAK
Adrina dan Ken menoleh bersamaan karena pintu di buka dengan paksa dan menampilkan wajah Naomi yang terkejut melihat keduanya.
"Kalian..." ucap Naomi menggantung.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
KENADRINA
Romance[Ceritanya di private. Kalau mau baca, follow dulu ya!] Dalam persahabatan antara laki-laki dan wanita tidak ada yang murni. Seperti Ken dan Adrina. Ken sudah lebih dulu menyukai Adrina tapi Adrina tidak pernah tahu hal itu. Hingga keduanya harus m...