Part [23]

56.3K 4K 295
                                    

PART 23

Adrina menunggu Ken dengan harap-harap cemas. Pikiran negatif terus berseliweran tanpa permisi di otaknya. Hanya satu biang keladinya. Siapa lagi kalau bukan Andin?

Adrina medesah malas dan duduk di sofa. Hatinya tidak tenang. Tentu saja dia tidak tenang karena suaminya sedang dirumah seorang wanita. Apalagi wanita yang jelas-jelas menyukai suaminya itu.

Adrina mengeram pelan karena dia kesal Ken tidak memperbolehkannya ikut. Sebenarnya Andin menangis tadi karena lampu dirumahnya tiba-tiba rusak dan mati lalu menyuruh Ken untuk membetulkannya. Kalau mau benerin lampu itu cari tukang lampu! Jangan ngerepotin suami orang!

Adrina melirik ke arah luar. Di depan penjaga-penjaga Ken sedang asik bermain catur. Kenapa harus Ken sih yang ke sana? Kenapa gak mereka aja?" batin Adrina kesal.

Adrina tidak tau bahwa mereka bertetanggaan. Maksudnya dia bertetanggaan dengan Andin. Katanya sih Andin baru pindah kemarin sore ke sini. Tepat di depan rumahnya.

"Ken pasti keasikan disana nih! Awas aja kalau dia pulang! Aku jewer habis-habisan!" batin Adrina kesal.

Meskipun Ken ke sananya bareng dengan Karang tetapi Adrina tidak jamin Ken tidak akan digoda oleh Andin. Secara Andin itu orangnya sok centil. Adrina saja ingin muntah melihatnya tadi saat dia meluk Ken erat-erat.

"Nyonya kenapa nggak tunggu di dalam saja? Di sini dingin nyonya, apalagi nyonya sedang mengandung." ucap Bik Sumi--pembantu barunya yang dibawa Papanya tadi saat berkunjung ke sini.

Papanya itu memang pengertian kepadanya meskipun Adrina sering mencemoohnya di depan banyak orang. Terkadang Adrina merasa dialah anak paling durhaka dari kakak kembarnya karena selalu mencemooh Stevan dan berkomplotan dengan Naomi. Tetapi Stevan, papanya itu juga tahu bahwa itu adalah bentuk sayang dari Adrina untuknya.

"Nggak Bik, saya mau nungguin Ken aja. Dia belum pulang-pulang dari tadi." ucap Adrina.

"Ya sudah ini teh hangatnya diminum dulu nyonya mumpung masih hangat-hangatnya." ucap Bik Sumi menaruh teh hangat yang ia buat di atas meja.

Adrina mengangguk dan tersenyum tipis sebagai bentu terima kasih, "Saya pamit kebelakang dulu ya nyonya, mau buat kopi buat satpam di belakang." ucapnya.

"Makasi Bik." ucap Adrina.

"Sama-sama nyonya. Mari." ucapnya lalu pergi ke arah dapur.

Adrina meminum teh hangat itu dan menoleh ke arah depan. Lampu di arah seberang rumahnya sudah menyala. Itu artinya rumah Andin sudah terang dan tidak gelap. Lalu pertanyaannya, mengapa Ken belum pulang juga?

Adrina merasa perasaanya tidak enak. Entah kenapa begitu tetapi dia terus merasakan perasaan ini saat pulang dari rumah sakit. Apalagi peneror rumahnya dan peneror dirinya juga belum tertangkap. Jujur Adrina sangat risi tetapi dia percaya selama ada Ken di sisinya dia pasti aman.

Dia merebahkan dirinya di kepala sofa. Dia mengelus perutnya yang rata lalu tanpa sadar dia tersenyum sendiri. Sekarang dia tidak sendiri lagi. Ada yang lebih penting dari segala-segalanya dan Adrina sadar kalau dia harus lebih berhati-hati mulai saat ini.

Sesaat dia merasa kantuk mulai mendera dirinya. Pengelihatannya mulai melemah dan dia pun tidak terasa tertidur di sofa dalam keadaan memegang perutnya.

***

Ken masuk ke dalam rumahnya bersama Karang. Saat dia menutup gerbang lalu berbalik dia melihat seseorang yang sedang tertidur di atas sofa sambil memegang perutnya dengan kedua tangan. Tak usah ditebak pun Ken sudah tau itu istri tercintanya.

KENADRINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang