Extra Part

86.8K 4.1K 107
                                    

[] Extra Part

"Ma, Papa belum pulang ya?" suara Avles membuat Adrina mengerjap pelan. Buyar sudah lamunannya. Dia menatap anak sulungnya itu yang baru saja duduk di kursi meja makan dengan seragam putih abu-abunya.

Avles kini sudah kelas 3 SMA dan Arven kini sudah kelas 2 SMP.

"Belum. Papa bilang nggak bisa pulang kemarin. Mungkin hari ini," ujar Adrina, "Seharusnya sih hari ini," ujar Adrina pelan membuat Avles mengangguk. Ada nada sedih yang sempat Avles dengar tadi.

"MA! Aduh, Arven harus cepet-cepet nih Ma, ntar nggak kebagian nyontek!" teriak Arven heboh sontak membuat Adrina dan Avles menoleh.

"Pelan-pelan, sayang, yaampun," ujar Adrina sambil geleng-geleng kepala pelan, heran. Arven nyengir lalu meminum susu yang sudah siap sedia di atas meja sampai habis dalam tiga kali teguk lalu mengambil roti selai cokelat kesukaannya.

Arven persis Ken. Oh bukan, Arven adalah bayangan dari Ken. Mereka sangat mirip.

"Yaudwah ya Ma! Arven berangkat dulu! Ntar nggak kebagian nyowtek! Dah Ma!" Arven kini salim lalu berlari menuju ke arah sepeda motornya yang terparkir di pelataran rumahnya.

Adrina menggeleng pelan melihatnya.

Apakah Ken dulu sewaktu kecil seperti itu? Adrina tidak tau karena dulu sewaktu kecil mereka masih belum terlalu kenal. Tapi akhirnya mereka bersahabatan dan Ken sama sekali tidak terlihat begitu.

"Nyotek melulu kerjaannya si Arven," ujar Avles heran melihat adiknya.

Kalau bisa di bilang adiknya bandel, iya, Arven sangat bandel. Arven sifatnya periang dan lucu tapi dia punya dua kelebihan yang tidak Avles punya. Arven pintar berbicara di depan umum dan Arven juga orangnya percaya diri tinggi; dalam artian, dia orangnya sangat cermat.

Bukan berarti Avles tidak pandai dalam kedua hal tersebut, tetapi biasanya Avles tidak terlalu mementingkan hal itu.

"Yaudah Ma, Avles berangkat dulu ya," ujar Avles salim kepada Mamanya.

"Iya, kamu hati-hati ya," ujar Adrina membuat Avles mengangguk lalu pergi.

Setelah bunyi motor Avles terdengar sampai ke dalam rumahnya, Adrina jadi menghela napas lalu terdiam. Sendirian di rumah yang super besar.

Sebenarnya Ken dulu bersikukuh untuk dipanggil Daddy tapi Adrina tidak mau. Dia maunya kalau Ken di panggil Papa dan dia di panggil Mama. Sempat saat itu mereka saling diam selama satu hari tetapi akhirnya Ken mengalah dan mau di panggil Papa.

Sebenarnya itu hanya perkara kecil. Ken ngaku hanya senang di panggil begitu.

Adrina terkejut karena merasa kantung celananya bergetar. Tangannya langsung terulur mengambil ponselnya dan kini ada sebuah pesan singkat dari Ken.

Maaf, Rin. Sepertinya aku belum bisa pulang. Mungkin sebentar malam atau sore. Aku rasa sih sore. Aku udah sampai bandara tadi Cuman aku harus menemui salah satu pemegang saham, nggak apa kan, Rin?

-Ken

Adrina mendengus sebal. Dia segera membalasnya.

Iyaudah, hati-hati. Nggak pa-pa.

Send.

Adrina menghela napas dan kini mematikan handphonenya. Memikirkan Ken membuat mood-nya mendadak rusak.

***

"Avles, anterin Mama ke mall, yuk," ujar Adrina dari balik pintu kamar anak lelakinya. Adrina membuka pintu dan melihat Avles yang tengah tidur-tiduran di kasurnya.

KENADRINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang