"Tertawalah sampai kau lupa dengan yang namanya luka" _Brian Airlangga
"Mereka akan sangat bahagia dengan tawa yang kau ciptakan,hingga mereka lupa jika sedang dibohongi" _Brian Airlangga
"Air mata yang ku hapus saat ini,mungkin akan tumpah lagi di...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Semuanya mungkin memang tidak seperti keinginan mu. Tidak apa-apa bukan? Kenapa harus sesedih ini? _Brian Airlangga.
Brian terbangun dengan posisi masih berada diatas meja belajarnya. Lehernya terasa keram karena semalaman tidur dengan berantakan buku tebal yang keras. Nyeri disekujur tubuhnya juga membuat Brian meringis kecil.
"Ssh, sakit banget sii...." Gumam Brian seraya berusaha bangkit dari tempatnya.
Cowok itu melirik jam yang ternyata sudah menunjukkan pukul 04.40
"Sholat subuh," katanya lalu berdiri dan segera berjalan memasuki kamar mandi.
Meski sejujurnya saat ini tubuh Brian menolak untuk diajak bangun, ia tetap saja memaksakan diri karena memang ada kewajiban yang harus ia lakukan.
Samapi akhirnya sekitar jam 05. 16 barulah Brian selesai mengerjakan sholat. Cowok itu tentu sudah rapi dan mandi.
Selepas berdoa, Brian tak langsung berdiri dari tempatnya. Cowok itu terdiam, menunduk menatap gambar Ka'bah yang ada di sajadah nya. "Papa lagi apa ya? Udah bangun sholat subuh belum?" Gumamnya.
Ia tahu, pria itu tak akan mungkin melewatkan lima waktunya, itu pula yang selalu ia tekankan pada Brian. Meskipun selama ini Brian tidak sebaik itu. Masalah diterima atau tidaknya sholatnya, itu urusan Allah.
Helaan napas terdengar dari celah bibir Brian, setelah beberapa saat Brian menatap beberapa obat-obatan yang ada diatas nakas. Brian sudah tidak meminumnya lagi, ia memilih berhenti karena ia rasa itu terlalu melelahkan dan percuma.
"Sepi banget sih hidup gue, gak ngapa-ngapain tapi rasanya capeeek banget. Ya Allah boleh gak sih kalo ngeluh terus? Soalnya... Capek...."
"Ya Allah, boleh gak sih kalo gue mau sembuh?" Brian bertanya namun ada harapan dibalik itu semua.
Sadar akan pertanyaan itu konyol, Brian tertawa hambar. "Tapi rasanya gak mungkin ya? Udah parah banget soalnya, haha."
Brian mengusap wajahnya. Wajah pucat yang terus saja berusaha tersenyum seperti orang bodoh. Padahal tidak apa-apa kan jika ia ingin menangis? Brian itu terlalu munafik dan membohongi dirinya sendiri.
°°°®°°°
"Hai, Mil...." Sapa Malvin membuat Milka yang tampak berdiri di teras rumah dengan antusias itu menoleh lalu tersenyum.
"Pagi...." Balasnya manis.
"Seneng banget pagi ini, mau di jemput Brian ya?" Tanya Malvin.
Milka mengangguk, "Katanya Bri mau berangkat bareng."
"Oh, yaudah atuh. Hati-hati dijalan, kalo Brian ngebut-ngebut geplak aja kepalanya." Kata Malvin lalu ia terbahak.