-🌤-
.
.
37 jam sebelum rapat koordinasi dimulai, Sabda datang menemui Anggi, sang sekretaris perusahaan yang diberi tugas untuk menempatkan para karyawan senior sebagai penanggungjawab masing-masing bidang kepanitiaan peringatan hari ulang tahun perusahaan.
Anggi sempat tak percaya saat Sabda datang memohon padanya untuk dimasukkan sebagai salah satu penanggungjawab bidang. Padahal ditahun-tahun sebelumnya, saat ia meminta lelaki jangkung dengan wajah mahal senyum itu menjadi penanggungjawab, Sabda tak bisa menerima tawaran itu. Hari ulang tahun perusahaan biasanya bertepatan dengan menjulangnya tugas Sabda sebagai ketua divisi, bulan-bulan di mana kontrak kerjasama Djaya Construction sedang banyak-banyaknya.
Tapi tempo hari, dipermohonan pertamanya, Sabda langsung ingin menjadi penanggungjawab koordinator lapangan. Salah satu bidang yang punya tugas paling riweh di hari H.
Dengan tatapan yang tak bisa diterjemahkan, Anggi mengabulkan permohonan Sabda. Sepengetahuan Anggi selama ini, Sabda bukanlah orang yang tak bertanggung jawab. Bahkan pria itu sangat berdedikasi dalam setiap tugas yang diemban.
Maka kini, sore ini, di hadapan Senja dan lima pemuda lainnya, Sabda duduk dengan posisi punggung yang tegak maksimal sambil menatap bergantian para karyawan magang yang mengitarinya.
"Sore Pak Sabda," sapa Johan ramah. "Namaku Johan, di sebelahku Guin. Lalu di sana ada Bima, Fajar dan Pras. Dan satu-satunya perempuan di sini adalah Senja. Bapak pasti sudah tahu siapa Senja."
Sabda mengangguk takzim. Mencoba menghapal nama-nama yang Johan mention. Tentu saja Senja tak termasuk.
Johan berinisiatif membuka diskusi karena ia memberikan waktu jeda untuk Senja agar cepat normal dari rasa terkejut.
Lima pria yang mengitari Senja tahu persis betapa terkejutnya Senja saat nama Sabda terpampang sebagai penanggungjawab bidang mereka. Dan kelimanya jadi penasaran. Jika Senja seterkejut itu, sepertinya Sabda bukanlah senior yang lembut dan ramah tamah.
"Apa kalian sudah membaca jobdesk kalian? Silakan tanya saya jika ada hal yang tak kalian mengerti. Jangan sungkan." Sabda meletakkan jemarinya di atas meja. Menunggu jawaban.
"Berdasarkan isu yang beredar, katanya anak-anak korlap punya tugas paling berat di hari H, Pak. Kami hanya berenam, apa jumlah anggota akan memengaruhi kinerja?" Senja berbicara dengan nada bergetar. Gadis manis itu bukannya takut. Ia canggung. Kejadian tadi siang di ruang kerja Sabda masih lekat dalam benaknya.
"Semua bidang punya tugas masing-masing, Senja. Tidak ada yang paling berat dan paling ringan." Timpal Sabda cepat. "Keberhasilan tugas itu dilihat dari seberapa amanah orang-orang yang memikulnya, bukan dari seberapa banyak atau sedikitnya tugas. Kalau kamu menghitung-hitung, lalu membandingkannya dengan yang orang lain miliki, itu hanya akan mematikan optimismemu."
Senja dan lima orang anggotanya membeku. Ucapan Sabda sukses memaku pikiran mereka.
"Apa yang akan anak-anak korlap lakukan jelas berbeda dengan apa yang akan anak-anak bidang dana dan usaha lakukan. Tak perlu dibandingkan. Soal pemikiran kalian bahwa bidang koordinasi lapangan akan punya tugas yang banyak di hari H, itu hanya sentimen tanpa dasar. Tak perlu diperluas." Sabda menutup kalimat panjangnya. Menatap bergantian karyawan magang yang juga menatapnya.
"Pak Sabda keren, Senja. Kata-katanya memotivasi banget. Kenapa kamu malah terkejut saat tau si Bapak yang bakalan jadi penanggungjawab kita? Kalau aku mah merasa beruntung dapat penanggungjawab yang begini. Kukira si Bapak killer." bisik Guin pada Senja. Mereka berdua duduk tak terlalu jauh.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sabda Sang Senja
No Ficción[CERITA KE 6] 🌤 Kategori : baper mateng "Cinta abadi itu bukan tentang seberapa lama ikatan terjalin, tapi tentang seberapa besar Allah dilibatkan." . Sabda Ammar Ankara telah jatuh pada keanggunan Mayzahra semenjak dirinya masih remaja. Dan pernik...