Chapter 19. Harry

810 97 5
                                    


Harry's POV

Darah yang mengalir dari hidung Lyce membuatku berpikir bahwa dia benar benar gila. Mengapa ia melakukan itu semua hanya untuk merasakan apa yang aku rasakan? Hal itu juga yang dapat membuatnya dengan mudah mengeluarkan darah dari hidung jika terjadi sedikit benturan pada dirinya dikemudian hari. Aku melepas kemeja putih seragam sekolahku karena beruntung aku selalu memakai kaos dan memberikan seragam sekolahku pada Lyce.

"Kamu tidak akan membuka seragammu hanya untuk melakukan apa yang aku lakukan seperti kamu mengikuti apa yang aku rasakan bukan?" Godaku sambil memberikan seragam sekolahku pada Lyce. Ia tersenyum kecil dan mendongak menutup hidungnya dengan seragamku.

"Memangnya harus ya?" Tanyanya dengan suara tertutup seragamku.

"Sudah aku bilang kamu tidak harus selamanya merasakan apa yang aku rasakan." Ucapku serius dan mulai berjalan ke arah rumah Lyce yang sepuluh menit lagi kami sampai dirumahnya.

"Aku tidak sadar. Itu spontan." Jelasnya tidak masuk akal.

"Tapi kamu yang dapat memutuskan apakah itu baik atau tidak sehingga meskipun dalam keadaan tidak sadar, kamu tidak akan melakukan hal yang sama denganku. Apalagi hal itu buruk." Jelasku sambil menengok sedikit ke arah Lyce dan mendongak lagi.

"Aku panik melihatmu seperti itu dan aku tidak tau apa yang harus aku lakukan." Jelasnya lagi.

"Apa yang membuatmu panik? Aku tidak akan meninggalkanmu, ingat saja itu." Ucapku sambil merangkulkan lenganku ke bahunya.

Ia mengangguk kecil dan tidak terasa kami sampai dirumah Lyce. Sampai saat ini aku belum pernah melihat Ayah atau Ibu tiri Lyce jadi aku memutuskan untuk masuk kedalam rumah Lyce untuk kedua kalinya dan mencari handuk kecil untuk darah yang terus keluar dari hidung Lyce. Aku membawa air hangat di 2 buah tempat yang dapat menampung air untuk merendam kaki Lyce dan kakiku karena udara diluar tadi cukup dingin. Kami duduk disofa dengan suara televisi yang menemani ketenangan kami. Aku bahkan tidak bisa bilang bahwa ini canggung. Ini benar benar nyaman untukku. Bahkan mengobrolpun kami tidak lakukan.

"Lyce?" Panggilku.

"Ya Harry." Jawabnya dengan cepat.

"Kamu tidak apa apa kan seperti ini?" Tanyaku lagi.

"Seperti ini apa?" Baliknya bertanya namun saat aku memperhatikannya ia masih menutup matanya dan menyenderkan kepalanya ke sofa.

"Tidak melakukan apa apa bersamaku? Apa kamu merasa kamu sendirian saat ini?" Tanyaku penasaran dan menegakkan tubuhku. Syukurlah tidak ada lagi darah dari hidungku.

"Tidak apa. Aku senang dapat seperti ini. Anehnya aku merasakan keberadaanmu meskipun aku menutup mata dan seluruh ruangan dipenuhi suara televisi." Jawabnya tidak mengubah posisinya sama sekali.

"Lyce." Panggilku pelan dan ia membuka matanya. Ia menatapku dan sebaliknya.

Aku memperhatikannya detail wajahnya. Dari alis, mata, hidung, bibir, dan berakhir pada matanya. Aku tenggelam didalam matanya. Aku tau aku mendekatkan wajahku ke arah Lyce dan menyingkirkan beberapa helai rambut Lyce yang menutupi wajahnya. Tangan kananku menyentuh pipi Lyce dan mengusapnya dengan lembut. Aku mendekatkan diriku lagi pada Lyce sampai aku dapat merasakan nafas kami saling bertukar.

"Harry, apa yang kamu akan lakukan?" Tanya Lyce pelan.

"Tidak tau." Jawabku menyadari bahwa hidung kami hampir bersentuhan.

Ia menutup kedua matanya dengan perlahan, membuatku menutup kedua mataku dan membiarkan diriku yang memutuskan apa yang akan aku lakukan. Aku tidak tau apa ini benar atau salah namun aku membiarkan diriku semakin dekat dengan wajah Lyce. Aku tau bibirku hampir menyentuh bibir Lyce namun saat itu juga aku merasakan pergerakan dari Lyce. Aku membuka mataku dan melihat Lyce sedikit menjauh dan menunduk.

Girl Almighty // h.sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang