Harry's POV
Aku mengambil handphoneku dari dalam tasku sebelum bel pulang sekolah berbunyi. Dari pojok kelas, aku dapat melihat Lyce yang sedari tadi menatap kearahku. Jika aku tidak terlalu egois, aku bersedia untuk melihat kearah Lyce dan bertukar tatap dengannya karena biasanya ia sulit sekali dibuat untuk melihat kearahku jika sudah terfokus pada guru. Namun saat ini adalah saat yang kurang tepat untuk melakukan itu.
Aku mengecek ke arah guru yang sedang tidak terfokus ke arahku, dengan keyakinan yang aku miliki, aku mulai mengetik pesan pada Louis, Liam, dan Niall.
Saat bel pulang sekolah berbunyi, aku harap kalian langsung berada didepan kelasku. Aku ingin kalian mengantarkan Lyce pulang. Jangan sampai ia pulang sendiri.
Louis membalas pesanku dengan cepat. Guru yang sedang mengajarnya pasti membosankan.
Apa yang akan aku (kami) dapatkan jika mengantarkan Lyce pulang?
Aku memutarkan kedua bola mataku. Ia hanya mempersulit keadaan meskipun aku tau ia bercanda.
Aku sedang tidak bisa mengantarkannya pulang. Nanti aku jelaskan. Atau mungkin Lyce yang akan menjelaskan. Aku masih belum mengerti mengapa aku begini.
Tak lama, handphoneku berbunyi untuk melihat pesan dari Niall. Tidak biasanya ia memegang handphone saat pelajaran terakhir.
Aku akan mengantarkannya pulang.
Itu kalimat yang ingin aku baca saat ini. Aku menyimpan handphoneku kedalam saku, mulai membereskan peralatan sekolah yang aku keluarkan. Dari sudut mataku, Lyce terus melihat kearahku. Aku tidak bisa menolak untuk tidak menengok kearahnya hanya untuk memastikan bahwa ia baik-baik saja meskipun aku tau ia tidak begitu.
Aku menghembuskan nafasku, merasa gagal hanya untuk berusaha menjauh dari Lyce. Aku menatap kearahnya. Kedua mata kami saling beradu untuk menunjukkan apa yang kami rasakan. Ia tampak begitu khawatir. Jari-jari tangannya memainkan pulpen yang tergeletak diatas mejanya hanya untuk menutupi kedua tangannya yang gemetar. Aku menyadari itu. Tak lama setelah aku menatap kearahnya hanya untuk bertukar tatap yang tidak menyelesaikan masalah, ia memalingkan wajahnya ke arah guru yang saat itu tepat menatap ke arahnya. Aku tetap memperhatikannya dari kejauhan. Mencari jawaban mengapa aku begitu bodoh untuk meninggalkannya jauh dariku.
Aku menatap satu persatu murid yang berada dikelas secara bergantian hanya untuk mencari tau apa yang membuatku tertarik pada kelas ini selain Lyce. Saat itu, aku menyadari ada yang aneh. Rose menatap ke arah Lyce dengan senyum dibibirnya. Aku tidak tau apa Lyce menyadarinya atau tidak. Namun yang aku tau, ia tidak memindahkan tatapannya dari Lyce sampai guru yang sedang mengajar dikelasku kembali menulis di papan tulis. Yang aku harapkan saat ini hanyalah semoga Rose tidak berbuat ulah untuk memperkeruh keadaan diantara diriku dan Lyce.
***
Lyce's POV
Bel pulang sekolah berbunyi, membuat Harry mengambil tasnya untuk ia bawa dipundak kirinya dan dengan gerakan cepat, keluar dari kelas. Aku tidak sempat mengejarnya karena kondisi kelas yang sedang ramai. Meskipun aku masih dapat melihat Harry yang berjalan di lorong dekat kelasku, Rose muncul dihadapanku dengan senyum dibibirnya, memberhentikanku mengejar Harry. Aku mengerutkan keningku, mengingat bahwa Rose mencium Harry. Itu terlalu berat untuk dilupakan.
"Lyce, aku perlu bicara." Ucap Rose dengan nada yang manis.
"Aku tidak punya waktu." Balasku kembali menuju tempat dudukku untuk membereskan barang-barang milikku.
"Aku tau kamu punya banyak waktu." Ucap Rose yang mengikuti dari belakang tubuhku. Aku diam menatap kearahnya saat seluruh barangku sudah masuk ke dalam tasku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Girl Almighty // h.s
FanfictionHarry Styles: God knows why I fell in love with her. Queenlyce: Nothing's better than him. P.S. Edited