Chapter 35. Spaces Between Us

563 80 1
                                    

Lyce's POV


"Jangan berpikiran negatif lagi, ya. Apapun yang membuatmu ragu mengenai diriku, beritau aku, oke? Agar aku dapat meyakinkanmu." Bisik Harry ditelingaku.

Harry memang Harry. Ia tidak pernah berubah meskipun ingatannya tidak sama lagi. Aku khawatir ia berpura-pura menganggap keberadaanku ada namun kembali lagi, ia yang menyuruhku untuk berhenti berpikiran negatif dan meragukan apa yang ia lakukan padaku.

Aku masih belum terbiasa dengan fakta yang mengelilingi diriku. Fakta dimana Harry dapat mengingat diriku hanya karena ia mengikuti perasaannya yang menuntunnya padaku. Apakah itu tidak terdengar aneh? Maksudku, bagaimana bisa itu terjadi? Dan itulah yang terkadang membuatku khawatir bahwa segala yang telah aku miliki akan ditarik kembali karena perasaan Harry menuntun ka arah yang salah. Aku hanya tidak ingin itu terjadi.

"Jadi, bagaimana dengan lukamu?" Tanya Harry setelah aku melepaskan diriku dari pelukannya namun kedua tangannya tetap melingkar dibelakang tubuhku.

Aku tersenyum. "Luka yang mana?" Tanyaku berbalik membuatnya tertawa kecil.

"Aku penasaran dengan semua lukamu. Apa itu hal yang sensitif untuk dibahas?" Tanyanya dengan dahinya yang bertautan, berhati-hati dalam membahas pembicaraannya.

"Tidak, tidak apa-apa." Jawabku sambil menggulung satu per satu lengan bajuku untuk memperlihatkan luka yang berada di daerah tanganku.

Mata Harry membesar melihat luka-luka yang aku miliki. Luka itu tersebar hampir disetiap bagian tubuhku. Aku hanya baru memulainya dengan memperlihatkan luka-luka yang ada di tanganku. Luka yang ada di tanganku memang sudah kering dan aku mengetahui bahwa setiap luka akan meninggalkan bekas baik di fisikku maupun di benakku namun aku dapat mengendalikan hal itu. Luka ditanganku memang cukup banyak. Sebelum bertemu dengan Harrypun, aku sudah melakukan kebiasaanku—menyakiti diri sendiri—dibagian tanganku. Menurutku tangan memiliki banyak kendali dibandingkan anggota tubuh lain yang bisa aku lukai lagi. Tapi entahlah, aku sampai tidak merasakan apa-apa saat melakukan itu.

Tangan Harry secara hati-hati menyentuh telapak tanganku. Luka akibat bunga mawar yang aku ambil begitu saja di taman depan rumahku kembali menyeruak didalam pikiranku.  Semuanya karena Rose yang menyatakan perasaannya pada Harry. Rose memang satu-satunya nama yang selalu mengganggu pikiranku. Hal-hal menjadi semakin rumit setelah nama Rose muncul ke permukaan.

Ia mengusap kedua telapak tanganku dengan lembut menggunakan ibu jarinya. Apa yang aku miliki memang tidak akan terlihat sempurna seperti yang gadis lain miliki, itu terkadang menjadi satu alasan untuk diriku menutup diri. Aku hanya takut mereka berubah pikiran. Mungkin awalnya mereka menerima semua yang aku miliki apa adanya namun setelah mengetahui seluruh hal mengenai diriku, mereka memilih untuk pergi hanya karena alasan mereka tidak ingin menjadi salah satu alasan aku memiliki luka baru ditubuhku. Bahkan, sebenarnya mereka tidak perlu mengetahui diriku siapa untuk membuatku membuat luka ditubuhku karena diri mereka. Contohnya saja untuk guruku yang memanggilku bisu saat ia bertanya padaku kemana saja aku memperhatikan disaat dirinya menerangkan pelajaran. Aku membuat luka pada diriku karenanya. Aku berpikir bahwa itu memang salahku yang sulit untuk bicara karena benar-benar tidak perduli dengan keadaan disekitarku. Tapi mana ada orang yang mau peduli jika aku tidak dapat melakukan apa-apa? Maka dari itu, saat itu aku membuat guruku tidak bisa mendengar secara tiba-tiba. Yang ia rasakan hanyalah mendengar suara yang membuat telinganya berdenging. Mengingat hal itu, aku akan terus melakukan hal itu jika Harry tidak datang kedalam kehidupanku. Aku hanya takut kembali lagi pada diriku yang sebelumnya jika Harry meninggalkanku. Aku tidak mau kembali lagi.

Harry menarikku secara tiba-tiba untuk tenggelam kedalam pelukannya. Ia mengelus rambutku sambil memberikan ciuman diatasnya, membuatku terbangun dari semua mimpi buruk yang selalu terbayang didalam benakku.

"Pasti kamu melewati hal-hal yang berat dengan keadaanku yang seperti ini." Ucap Harry lembut.

"Tidak perlu dibahas. Lagipula memang bukan salahmu." Ucapku sambil mendorong diri untuk keluar dari pelukan Harry. Ia mengerutkan keningnya namun aku hanya bisa menundukkan kepala.

"Kamu tidak mau membahas soal Rose lagi, kan?" Tanya Harry secara perlahan untuk mencegahku tidak menerima nada suaranya.

"Sepertinya." Jawabku memutuskan untuk menatap Harry yang sedari tadi menatapku. "Tidak."

"Kalau begitu aku akan pulang, tidak apa-apa? Aku takut lupa jalan pulang jika pulang terlalu malam." Ucap Harry dengan senyum yang menghiasi wajahnya.

Aku mengangguk setuju. Setidaknya ia sudah melakukan apa yang harus ia lakukan—hadir disaat aku membutuhkannya. Kadang memang sulit untuk membuatku percaya dalam jangka waktu yang lama. Harry memang harus mengingatkanku secara berkala tentang dirinya dan keyakinannya mengenaiku. Aku hanya takut kehilangannya, sungguh.

"Kemari, pelukan terakhir." Ucapnya yang aku jawab dengan memutarkan kedua bola mataku. Ia tertawa lalu menarikku untuk memeluknya.  Ia membuatku memeluknya dengan erat, ingin aku memberhentikan waktu untuk seketika namun Harry mendorong secara perlahan dirinya dalam pelukanku.

Aku menatap matanya. Senyum dibibirnya tidak hilang begitu saja. Ia menyingkirkan rambutku yang menutupi bagian samping wajahku. Ibu jarinya mengelus dengan perlahan dari kening sampai ke pipiku. Aku memejamkan kedua mataku saat ia memajukan dirinya untuk mencium atas rambutku lalu keningku lalu ujung hidungku. Aku mengusap ujung hidungku dengan lengan kanan bagian belakang, membuat Harry tertawa sambil menggelengkan kepala.

"Sudah?" Tanyaku yang ia jawab dengan gelengan kepalanya.

Dengan gerakan cepat, ia mengecup bibirku yang membuat kedua mataku membelalak setelah merasakan apa yang Harry lakukan.

"Harry!" Seruku membuat dirinya tertawa.

Jari tangan kananku memegang bibirku hanya untuk merasakan apa yang tidak dapat aku katakan. Harry tersenyum sambil mengangkat daguku dengan jari telunjuk tangan kanannya.

"Itu bukan apa-apa jika kamu tidak membalasnya." Ucapnya pelan membuatku membelalakkan kedua mataku lagi.

Jarak kedua wajah kami yang semakin lama semakin dekat membuat jantungku berdegup dengan kencang. Aku tidak tau apa yang harus aku lakukan. Maksudku, kenapa Harry melakukan hal ini?

"Lyce, aku ingin menciummu. Aku takut kamu menolaknya, jadi aku bilang dulu." Ucap Harry dengan nada lembut membuat diriku melemas tiba-tiba.

Aku memalingkan wajahku namun tangan Harry yang berada didaguku membuat diriku menatapnya lagi.

"Tatap mataku." Perintah Harry yang membuatku menatap ke arahnya yang mengamati wajahku dengan serius. Kedua mataku terkunci dengan kedua matanya.

Ia memiringkan kepalanya dan menutup semua jarak yang ada diantara kedua wajah aku dan dirinya. Matanya mulai menutup saat aku merasakan nafasnya disekitar wajahku. Aku menutup kedua mataku saat merasakan bibirnya menyentuh bibirku. Entah apa yang merasuki diriku untuk tidak menolak apa yang Harry lakukan. Ia seperti menuntunku untuk melakukan apa yang harus aku lakukan. Tidak ada paksaan dalam ciumannya, hanya mengabulkan apa yang ia inginkan dan secara tidak langsung apa yang aku inginkan.

Harry menghela nafas setelah beberapa saat ia menciumku. Namun rasanya aku tidak ingin ini berakhir. Aku mengajukan diri untuk menyentuh bibirnya lagi yang ia balas dengan cepat namun tetap dengan gerakan yang lembut. Kedua tanganku melingkar dilehernya begitupun dengan kedua tangan Harry yang melingkar di pinggulku, memelukku agar tidak jauh dari dirinya.

Keheningan ditengah kami tiba-tiba terpecah begitu saja saat kedua dari kami melepas tawa dari bibir kami untuk mengambil nafas kami lagi.

"Astaga, aku ingin menciummu lagi." Ucap Harry dengan tawanya.

Pipiku memerah yang membuatku menutupinya dari Harry dengan membenamkan wajahku ditubuhnya.

"Tapi sayangnya aku harus pulang." Ucapnya lagi membuatku menghembuskan nafasku untuk menerima apa yang Harry ucapkan.

Aku menjauhkan diriku dari Harry dengan senyum terbentuk di bibirku. Untuk terakhir kalinya, Harry mengecupkan bibirku lalu pergi meninggalkanku yang mengerti bagaimana rasanya diharapkan untuk hadir didalam kehidupan seseorang.

Aku benar-benar tidak ingin kehilangan Harry.







Ooooopsieeeee. HAHAHA. It sucks right? But it will be better soon. Love y'all
22/07/2016 08:36 AM

Girl Almighty // h.sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang