Lyce's POVAku tidak perduli dengan Rose dan teman temannya yang sungguh keterlaluan. Mereka yang sudah melempar Harry dengan batu ke belakang kepalanya harus merasakan akibatnya. Aku hampir mengakhiri Rose namun Harry menarik tanganku, membuatku menimbun keinginanku dalam dalam.
Harry dengan jelas menunjukkan bahwa ia kesakitan dan aku tidak tau bagaimana sakit yang ia rasakan. Aku ingin tau rasa itu agar aku tau apa yang harus aku lakukan, namun Harry tidak mengizinkanku untuk melakukan hal itu untuk kesekian kalinya.
"Harry, apa yang harus aku lakukan?" Tanyaku sambil membuat Harry terduduk direrumputan depan rumahku.
"Tidak ada. Hanya perlu disampingku." Jawabnya sambil tersenyum kecil dan menyandarkan kepalanya pada bahuku. Ia memejamkan matanya namun darah dari belakang kepala Harry membekas pada kaos hitamnya.
"Tapi kepalamu berdarah. Kita harus ke rumah sakit sekarang. Aku akan cari tau nomor ambulan ya Harry." Ucapku selembut mungkin.
"Ya secepatnya, aku pusing." Ucapnya yang lama kelamaan aku merasa bahwa tubuhnya semakin lemas. "Tapi kamu jangan meninggalkan aku ya." Lanjutnya dengan kepalanya yang menurun dari bahuku.
"Hey hey jangan tidur." Ucapku mencoba untuk tidak panik. Ia tidak boleh tidur sampai ambulan datang. Hal hal buruk dapat terjadi padanya kapan saja.
"Tidak tidur." Ucap Harry. "Ajak ngobrol aku saja terus." Lanjutnya lagi sambil mengambil tanganku dan memainkan jari tanganku.
"Aku cari tau nomor telfon ambulan dulu ya? Atau ada di handphonemu? Boleh aku pinjam?" Tanyaku sambil menidurkan kepala Harry dipangkuanku dengan perlahan agar ia mendapatkan posisi yang nyaman dan tidak menambah sakit yang ia rasakan.
"Ada, lihat saja." Ucapnya lemah.
Aku memperhatikan sekeliling Harry dan mencari dimana handphonenya berada. Aku harus berpikir ulang apakah handphonenya ada di dalam saku celananya atau didalam tasnya. Mengapa situasinya seperti ini?
"Harry, handphonemu dimana?" Tanyaku tidak ingin melakukan hal yang salah.
"Di saku celana." Jawabnya pelan. Darah dari kepalanya membekas di seragamku membuatku mempercepat gerakan dan segera menelfon ambulan.
"Hey jangan tidur dulu ya, sebentar lagi ambulan akan datang." Ucapku meraih tangan Harry untuk ku genggam dengan tangan kiriku. Dengan cepat ia merespon dengan menggenggam tanganku tanpa mengubah ekspresi wajahnya dan matanya yang tertutup.
"Harry bertahan ya." Ucapku mengingatkan lagi.
"Hubungan kita benar benar resmi kan?" Tanya Harry seketika.
"Apa apaan kamu hampir mati dan bertanya hal yang seperti itu?" Tanyaku dengan cukup jengkel. Ia tertawa kecil dan diakhiri dengan batuk.
"Hey, yaa asalkan kamu hidup dulu." Jawabku bermain dengan rambut Harry hanya dengan tangan kananku.
"Yasudah kalau aku masih hidup nanti. Sekarang aku punya permintaan." Ucapnya.
"Apa itu?" Tanyaku serius.
"Jangan pernah menyakiti dirimu atau siapapun lagi. Dan jika aku tidak bisa menemanimu nanti, bersikap baiklah pada teman temanku." Jawab Harry.
"Memangnya kamu mau kemana mengatakan hal hal semacam itu? Jangan tinggalkan aku bodoh."
"Kita ambil yang terburuknya dulu." Ucap Harry lagi yang akhirnya membuka matanya. Dengan mataku yang panas, aku tidak ingin melihat Harry seperti ini. Aku sedikit mendongakkan kepalaku agar air mataku tidak terjatuh diwajah Harry. Aku menggigit bibir dalam bagian bawah sekuat tenagaku agar aku tidak menangis dan setidaknya merasakan sedikit rasa sakit.
"Lyce." Panggil Harry pelan.
Tersentak tiba tiba, dengan cepat aku menatap Harry dan melihat wajahnya yang mulai benar benar pucat.
"Hey hey jangan tidur ya, sebentar lagi ambulan datang. Tolong kuatkan dirimu Harry." Ucapku sambil mengelus tangan Harry dengan ibu jariku. Aku dapat melihat ia berusaha mengangguk.
"Jangan berbicara yang aneh dulu. Kamu harus sembuh." Ucapku membuat Harry tersenyum kecil.
"Akhirnya aku di khawatirkan." Ucap Harry yang aku tau dia hanya ingin membuatku tidak panik.
"Aku akan berhenti jika kamu menyebalkan." Ancamku dan aku merasa Harry meremas tanganku.
Aku mendengar suara ambulan dari kejauhan membuatku sedikit merasa lega bahwa Harry tidak lama lagi akan baik baik saja. Namun genggaman Harry semakin lama semakin longgar dan dingin.
"Lyce." Panggil Harry pelan.
"Kuatkan dirimu ya Harry." Ucapku membuat senyum kecil untuknya.
Aku melihat pergerakkan bibirnya yang hampir tersenyum namun dengan perlahan matanya mulai menutup kembali. Aku mulai panik dengan keadaan Harry. Tangannya benar benar dingin. Tubuhnya tidak bergerak sama sekali. Bibirnya mulai memutih dan aku tidak tau apa yang harus aku lakukan.
Saat itu juga ambulan datang dan membawa Harry dengan cepat kedalamnya. Aku dibantu seorang perempuan untuk berdiri dan memasuki ambulan dengan melihat keadaan Harry yang benar benar tidak ingin ku lihat.
Aku menunggu selama lima jam untuk melihat Harry operasi kecil dan kekurangan darah dengan tubuhnya yang tidak bersalah. Ia terbaring lemah ditempat tidur dan aku tidak bisa melakukan apa apa soal itu. Teman Harry yang seingatku bernama Louis, Niall dan satu lagi, Liam mungkin? datang membawakanku makanan namun tetap saja siapa yang mau makan disaat seperti ini? Hal yang aku lakukan adalah menyender ke kursi diruang tunggu tepat didepan ruangan yang Harry tempati. Aku sudah memberi tau Ayah bahwa aku ada dirumah sakit dan memberitau orang tua Harry tentang keadaannya tepat disaat aku sampai dirumah sakit. Orang tua Harry datang dengan cepat dan sekarang berada dikamar bersama Harry yang masih terlelap. Meskipun sudah malam tetap saja aku tidak ingin pulang. Setidaknya aku tau perkembangan Harry bagaimana.
"Lyce, ini coklat panas." Ucap seseorang namun aku tetap fokus menatap dinding.
"Harry tidak ingin melihatmu seperti ini." Ucap seseorang dengan aksen yang berbeda.
"Akupun tidak ingin melihat Harry seperti itu." Ucapku.
"Kami tau, kami juga tidak ingin. Dan kami juga tidak ingin melihatmu seperti ini. Harry bercerita banyak tentangmu disaat kalian tidak bersama."
Aku melihat ke arah Louis. Ia tetap menyodorkan segelas coklat panas kepadaku. Pesan Harry untukku adalah untuk tidak menyakiti sahabatnya, aku harus terbiasa dengan ini.
"Bercerita tentang apa?" Tanyaku yang akhirnya mengambil coklat panas yang diberikan Louis. "Terimakasih."
"Banyak hal." Jawab Niall dengan cepat. Louis dan Liam mengangguk bersamaan.
Tidak pernah terpikir olehku bahwa Harry membicarakanku dengan sahabat sahabatnya. Mengingat Harry saja sudah membuat tubuhku lemas apalagi mengingat hal hal yang sudah ia lakukan untukku. Bayangan Harry yang melalukan seluruh hal bersamaku selalu terlintas tanpa aku inginkan.
"Contohnya?" Tanyaku mencoba melawan rasa takutku.
Louis, Niall, dan Liam melempar tatapan satu sama lain dengan senyum kecil dibibir mereka masing masing.
"Bahwa ia mencintaimu contohnya." Jawab Liam tanpa berpikir dua kali. Mereka bertiga duduk dikursi yang berhadapan denganku. Membuatku terpuruk dan berpikir bahwa jika terjadi sesuatu pada Harry, itu semua salahku.
Yay! I was busy with my school so sorry for really late update. Hope I can through this annoying day. Vote and comment x
KAMU SEDANG MEMBACA
Girl Almighty // h.s
FanfictionHarry Styles: God knows why I fell in love with her. Queenlyce: Nothing's better than him. P.S. Edited