Lyce's POVApa yang aku dan Harry lakukan selama ini hanyalah sia sia. Aku sudah membayangkannya dari awal bahwa alasan perginya seseorang hanyalah dua. Seluruhnya disebabkan oleh aku atau memang mereka sendiri yang memilih untuk pergi. Mengapa diciptakan orang datang untuk pergi? Jika memang itu alasan mengapa orang diciptakan, aku akan melakukan hal yang sama. Aku datang kedalam kehidupan seluruh orang yang mengetahuiku dan sekarang aku lebih memilih pergi untuk selamanya. Seluruh hatiku hanya pada Harry namun apa daya jika ia lupa seluruhnya.
Aku terengah engah saat sampai di lantai atas gedung ini. Air mataku yang membasahi wajahku seketika kering saat angin di siang hari menerpa wajahku. Seharusnya ini menjadi hal yang sulit untuk dilakukan namun awan yang mendung tampak mendukungku. Aku berdiri di ujung gedung. Melihat ke kiri dan ke kanan pemandangan yang cukup indah untuk membuatku terbawa arus hasratku yang ingin menghilang dari muka bumi.
Aku mencari barang yang dapat membantuku naik ke atas tembok penghalang. Batu bata jawabannya. Aku menumpuknya menjadi 4 batu bata yang disusun menjadi 2 bagian panjang. Angin terus menerpaku membawa kelenyapan tersendiri untuk diriku. Mungkin ini berlebihan namun kamu tidak akan mengerti sampai kamu merasakannya sendiri. Rasa ini lebih sakit dibanding saat aku membenturkan kepalaku ke kursi yang ada di taman, membenturkan diriku ke sikut Harry untuk merasakan bagaimana rasanya keluar darah dari hidung, atau mencabut bunga mawar dengan tangan kosong dan membuat seluruh tanganku terluka. Itu semua sakit namun aku tidak merasakan rasa sakit itu. Karena apa?
Karena Harry ada di sana untukku.
Sekarang, tidak ada lagi yang peduli padaku dan aku tidak ingin mendengar kata kata itu. Aku ingin pergi.
Karena Harry dan juga karena ulahku sendiri.
Niall's POV
Aku merasakan hal aneh saat Harry menyebut Lyce adalah penyebab ia seperti ini. Ini salah besar. Aku tidak pernah membayangkan mereka seperti ini. Wajah Lyce seketika pucat. Aku dapat melihat bibirnya yang putih dengan seketika. Ia melangkah mundur dan berlari keluar dari kamar dengan air mata yang mengalir dari kedua matanya.
"Niall bantu aku soal Lyce, aku akan bicarakan seluruhnya pada Harry dan mengabari Liam." Ucap Louis dengan cepat. Dengan sigap, aku mengangguk dan mengejar Lyce.
Aku bingung mencarinya kemana karena Harry selalu bercerita bahwa Lyce menyukai hal hal yang tidak lazim. Aku juga sudah mengetahui hal yang Lyce dapat lakukan dan itu menjadi konsekuensiku untuk menyelamatkan Lyce. Aku berpikir sambil mencoba untuk tidak menabrak orang orang yang melewatiku, Lyce akan menabrakkan dirinya ke mobil atau terjun dari atas gedung? Kata sepi tiba tiba muncul di otakku. Lyce menyukai kesendirian.
Aku berlari mencari tangan ke lantai yang paling atas. Yah 6 lantai lagi dan aku kagum dengannya jika ia sudah sampai atas tanpa lift.
Aku membuka pintu dengan nafas terengah engah dan melihat Lyce yang sudah berdiri di atas dinding pembatas.
"Lyce jangan!" Ucapku berteriak.
Aku berlari ke arahnya dan memeluk pinggangnya. Aku mengangkatnya membuat kami terlempar. Aku baru saja menyelamatkan nyawa seseorang dan rasanya benar benar membuatku gila.
"Apa yang kamu lakukan Niall?" Tanya Lyce dengan tangis yang tidak berhenti.
"Ingat kata Harry? Yang kamu lakukan itu tidak baik." Ucapku hampir membentaknya namun nafasku yang terengah engah tidak membantu.
Aku membersihkan pakaianku dan mencoba berjalan ke arah Lyce. Aku hanya mendengar suara tangisannya, itu cukup membuatku mengerti mengapa ia berpikir sampai sependek ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Girl Almighty // h.s
FanfictionHarry Styles: God knows why I fell in love with her. Queenlyce: Nothing's better than him. P.S. Edited