Lyce's POV
Louis mengerti dengan apa yang aku ucapkan. Ia tidak dapat memaksaku untuk tidak melakukan hal yang telah aku kehendaki. Aku tau apa yang harus aku lakukan. Meskipun salah dimata orang lain, setidaknya aku berhasil menyelesaikan permasalahan diriku sendiri. Aku tidak akan melakukan suatu hal tanpa mengetahui alasan mengapa aku melakukan hal tersebut. Hal ini aku lakukan dengan alasan yang telah aku jelaskan pada Louis sehingga ia mengerti.
Aku menolak ajakan Louis untuk menjenguk Harry hari ini. Rasanya, sangat egois untukku jika tidak memberi Harry ruang untuk memikirkan apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Aku akan hanya mengikuti apa yang ia inginkan. Aku akan mengikutinya beradaptasi dengan dunia yang ia lupakan. Berusaha yang terbaik untuknya seperti apa yang ia lakukan padaku terlebih dahulu tanpa terkesan memaksanya.
Aku mengerti, Harry hanya mengikuti nalurinya, bertemu denganku untuk menanyakan hal-hal yang ia tidak ketahui. Ia hanya melupakan kenangannya denganku sehingga ia pantas datang padaku. Hal yang ia lakukan, mungkin karena semua orang memaksanya untuk mengakuiku sebagai pacarnya. Pengaruh Harry terhadapku memang besar sehingga orang-orang hanya berusaha melakukan apa yang mereka bisa lakukan untukku. Harry sudah berusaha untuk memainkan perannya sebagai pacarku, rasanya memang seperti tidak ada yang berubah, namun hanya pada awalnya. Sebagai penutupnya, ia menyerah memainkan perannya karena peran sebagai Harry tidaklah mudah. Ia harus berurusan denganku yang hanya ia sendirilah yang mengerti. Lalu, bagaimana bisa ia mengerti diriku jika ia melupakan seluruh hal mengenai diriku? Hanya itulah yang aku harapkan untuk mengetahuinya kali ini.
***
Aku sampai disekolah seperti biasanya. Bukan yang paling pertama dan bukan juga disaat bel sekolah hampir berbunyi. Aku harus menukar bukuku terlebih dahulu sebelum menuju kelas. Bunga mawar merah terjatuh ke sepatuku saat lokerku terbuka. Hanya setangkai tanpa tanda pengirim. Aku membawanya di dalam tasku, menutup lokerku dengan segera dan mempercepat jalanku ke kelas. Aku tidak tau mengapa aku penasaran untuk sampai ke kelas. Rasanya, aku dapat merasakan kehadiran Harry hari ini.
Aku menengok ke dalam kelas. Harry terduduk di bangku yang biasa ia duduki, disamping tempat dudukku. Banyak yang melingkar ditempat duduknya, membuat bibirku terbentuk senyuman, senang mengetahui bahwa ia baik-baik saja.
Aku berjalan ke dalam kelas, tidak membuat perhatian yang ditujukan pada Harry terganggu. Aku tidak berusaha merebut perhatian yang tertuju pada Harry, ia pantas mendapatkan itu. Aku tidak berusaha membuatnya menyadari keberadaanku, aku hanya membuka novel, membacanya, dan lebih mudah tenggelam ke dalamnya karena perasaanku sudah lega. Harry baik-baik saja.
Harry diberikan kelonggaran oleh para guru dalam soal pelajaran. Ia juga harus mengulang nama-nama teman sekelas kami untuk menghapalnya lagi. Meskipun ia didiagnosis hanya lupa ingatan sementara, ia tetap harus berusaha untuk beradaptasi dengan hal tersebut secara baik. Hal ini tidak boleh mengganggu pada pikirannya, bagaimanapun itu caranya. Aku hanya sesekali meliriknya, namun merasa takut saat ia kembali melirikku. Aku memberanikan diriku untuk meliriknya lagi, yang ia lakukan hanyalah kembali melirikku dan memunculkan lesung pipi yang terhias di pipinya. Menghipnotisku dengan seketika.
"Hey." Ucap suara yang tidak pernah aku lupakan.
"Hey, bagaimana keadaanmu?" Tanyaku membuatnya tersenyum.
"Lebih baik dari sebelumnya." Jawab Harry.
"Syukurlah."
"Boleh antarkan aku bertemu dengan Louis?" Tanya Harry seketika. Aku mengangguk sebagai jawaban, tidak membuang waktunya untuk bertemu dengan Louis.
Harry tidak menjelaskan dimana Louis dan dirinya akan bertemu namun aku memutuskan untuk menunggu ditaman tempat ia menunggu kemarin-kemarin. Aku merasa lebih baik hari ini. Mungkin pikiranku saja yang terlalu memikirkan Harry sehingga segalanya tampak buruk dengan ketiadaan Harry.
KAMU SEDANG MEMBACA
Girl Almighty // h.s
FanfictionHarry Styles: God knows why I fell in love with her. Queenlyce: Nothing's better than him. P.S. Edited