Chapter 33. The Truth

592 79 3
                                    

Harry's POV


Aku menatap Lyce yang menatap kearahku seakan penuh harap. Dengan desakan tatapan dari Louis, Liam, begitu juga Niall, aku menghela nafas dan kembali menegakkan kepalaku.

"Rose menciumku." Ucapku terfokus pada Lyce yang memasang wajah datarnya namun aku dapat melihat pupil matanya yang membesar.

Lyce bergerak dari tempat duduknya. Aku menyadari bahwa Lyce secara perlahan menjauh dariku namun aku segera mengambil tangannya untuk menariknya ke arahku. Wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apapun dan seluruh keheningan yang ia berikanlah yang  paling aku takui.

"Lyce, tolong bicaralah. Apapun itu. Aku ingin mendengar suaramu." Ucapku lembut yang mungkin saja terdengar dengan jelas kekhawatiranku.

Tubuh Lyce yang menegang terlihat melemas untuk sesaat. Ia menghembuskan nafasnya dengan perlahan namun matanya mulai terlihat sayu, seperti menahan desakan air yang ingin keluar dari matanya.

"Aku tidak tau harus berbicara apa. Yang aku rasakan hanya sesak." Jawab Lyce pelan sambil secara perlahan melepaskan satu persatu jari tangan kananku yang menggenggam pergelangan tangan kirinya dengan tangan kanannya.  Saat aku ingin menggenggamnya lagi, ia memberhentikanku dan menatap ke arah Louis.

"Kamu mau mendengarnya sekarang?" Tanya Louis dengan lembut pada Lyce.

"Lanjutkan. Kamu mempunyai waktu sepuluh menit untuk menjelaskan semuanya dan membuatku percaya atas apa yang kamu ucapkan." Ucap Lyce dengan tegas namun pelan. Aku tidak akan pernah berniat untuk menyakiti Lyce atau siapapun bahkan untuk alasan aku lupa ingatan. Ia harus mempercayai apa yang akan aku ucapkan.

Aku menatap Louis, Niall, dan Liam secara bergantian. Niall dan Liam memang memberikan ekspresi terkejut di wajah mereka namun tetap menganggukkan kepala sebagai tanda untukku memulai menjelaskan semuanya.

"Entahlah Lyce aku hanya mengambil buku yang ada di lokerku dan ia pun begitu. Hal itu hanya sebuah kecelakaan yang tidak pernah aku duga sebelumnya dan saat aku menatapnya, semuanya berubah. Aku melihatmu, Lyce, sungguh. Lalu disaat itulah ia melakukan hal itu." Jelasku berusaha untuk memberitaukan segalanya dengan baik namun memang tidak semudah yang dibayangkan.

"Dia berubah menjadi Lyce? Bagaimana bisa?" Tanya Niall yang tampak benar-benar terlalu serius mengambil semua kata yang aku ucapkan.

"Dalam benakku. Entahlah ada seperti peringatan yang mengingatkanku bahwa yang Rose lakukan padaku itu bukanlah yang seharusnya aku lakukan. Dan saat aku sadar, aku mendorongnya, membuat tangannya berdarah dan Rose mempunyai luka yang sama denganmu, Lyce, sungguh, percayalah padaku." Jelasku sambil tetap berusaha untuk membuat Lyce percaya padaku.

"Aku menyuruhnya ke UKS tanpa menemaninya karena seluruh kekhawatiranku hanya kamu menemuiku disaat kejadian seperti itu. Aku memilih untuk menceritakannya agar tidak ada salah paham. Bukan aku yang menginginkan hal itu terjadi, Lyce, sungguh. Kamu harus percaya padaku."

Disaat aku lupa akan segalanya, Lyce-lah ingatan yang ingin aku ingat. Aku tidak memiliki alasan tertentu untuk hal itu hanya saja, rasanya seperti hal yang benar untuk dilakukan. Hal itu juga tidak datang dengan sendirinya. Keinginan Lyce yang ingin aku untuk mengingatnya, membuatku menginginkan hal itu juga. Aku mengerti masalah ciuman itu memang akan menjadi masalah pertama antara diriku dengan Lyce—yang aku tau—namun sungguh, aku ingin segera menyelesaikannya agar aku kembali pada tujuan utamaku, mengingat segala hal tentang Lyce dan aku.

"Aku ingin pulang." Ucap Lyce setelah beberapa saat terdapat keheningan diantara kami, membuat hatiku merasa perih. Seakan tidak didengar.

"Lyce." Ucap Louis yang menatap Lyce. Lyce hanya menggelengkan kepala dan menatap ke arah Liam.

Girl Almighty // h.sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang