Lyce's POV
Mataku mulai terasa panas saat melihat dengan jelas siapa yang melakukan hal ini padaku. Ia terlihat berbeda tanpa kacamata namun bukan berarti aku tidak mengenalinya. Rasanya ingin sekali aku marah besar padanya namun aku terlalu takut dan kehilangan seluruh tenaga yang aku miliki. Aku hanya ingin Harry ada disini. Aku tidak tau apa yang harus aku lakukan selain menahan air mataku untuk keluar dari mataku juga menahan agar laki-laki itu tidak melakukan hal-hal yang tidak aku inginkan.
"Aku belum menyapamu. Hai, Lyce." Ucapnya dengan senyum tanpa dosa yang membuatku mengepalkan kedua tanganku, ingin sekali setidaknya menampar wajahnya itu.
"Mengapa kamu melakukan ini padaku?" Tanyaku dengan suara yang hampir tidak bisa aku dengar.
"Memangnya salah jika aku melakukan ini? Sebenarnya aku akan melakukannya pada hari sabtu namun setelah di pikir ulang, mengapa tidak melakukannya sekarang? Apa kamu menyukai kedatanganku yang tiba-tiba? Atau lebih menyukai apa yang aku lakukan padamu?" Tanyanya sambil mengangkat daguku dengan tangan kanannya. Aku memalingkan wajahku, tidak ingin melihat wajahnya, sambil menggigit bibir bawah bagian dalamku agar menahan air mata yang mendesak untuk keluar dari kedua mataku.
"Kenapa diam saja?" Tanyanya lagi sambil membuat wajahku menatap ke arahnya. Aku menepis tangan kanannya yang ada di daguku. Dengan seluruh keberanianku, aku menampar pipinya dengan seluruh rasa benci yang aku miliki. Pipinya seketika menjadi merah. Ia mengerutkan kening sambil merintih kesakitan.
Jelas ia tidak menduga aku akan melakukan hal itu. Ia berjalan mundur beberapa langkah untuk merasakan rasa sakit yang saat ini ia rasakan dibagian pipinya. Tangan kirinya mulai merasakan pipi kirinya, mencari-cari bagian yang benar-benar terasa menyakitkan. Dahinya bertautan saat ia menemukan titik rasa sakit yang telah aku buat. Ia mendengus dengan tatapan kesal padaku namun tetap berusaha memberikan aku senyum menyeringainya.
"Mengapa kamu melakukan hal ini padaku?" Tanyaku lagi sambil mengumpulkan seluruh rasa benciku ke dalam tanganku yang mengepal. Aku tidak bisa menahan air mataku yang mulai mengalir dari mataku. "Aku tidak pernah mengenalmu sebelumnya. Aku tidak perduli dengan keberadaanmu disekolah. Bahkan aku tidak tau siapa namamu dan atas hak apa kamu memperlakukan aku seperti ini?" Tanyaku lagi dengan suaraku yang bergetar. Seluruh air mataku mengalir begitu saja, membasahi kedua pipiku. Tubuhku gemetar hebat karena rasa kesal yang aku rasakan dan aku tidak bisa berbuat apa-apa mengenai hal ini.
"Jangan terlalu berlebihan, Lyce. Semua perempuan menyukai hal semacam itu. Maksudku, semua orang melakukan hal itu." Ucapnya dengan santai, menatap ke arahku tanpa memiliki perasaan bersalah.
"Tapi aku tidak suka! Dan semua orang tidak masuk ke rumah orang secara tiba-tiba dan memaksa melakukan hal semacam itu dengan gadis yang dirinya tidak kenal!" Teriakku membuat dirinya tertawa saat mendengarnya.
Ia merapihkan pakaiannya dan rambutnya dengan tenang dihadapanku. Ia memeriksa saku bagian belakang celananya untuk mengeluarkan dompet miliknya. Ia mengeluarkan selembaran uang dan melemparkannya padaku. Dengan senyumnya yang menyeringai dan tawa kecilnya, ia kembali menaruh dompetnya di saku bagian belakang celananya.
"Tenang saja. Aku melakukan hal semacam itu dengan tidak gratis. Aku tau itu yang kamu maksud. Jangan marah-marah, sayang. Aku mengerti apa yang kamu maksud." Ucapnya sambil mengedipkan sebelah matanya.
Ia berjalan ke arah pintu. Sebelum menutupnya, ia membalikkan tubuhnya untuk melihat ke arahku.
"Hari sabtu jam dua belas, kita akan lanjutkan hal semacam ini." Lalu yang aku dengar hanyalah pintu yang tertutup.
Saat pintu tertutup, yang aku rasakan adalah kehampaan yang sedaritadi memang sudah merasuki diriku. Kakiku tidak dapat menopang tubuhku lagi. Tatapanku kosong dan rasanya yang ingin aku lakukan hanyalah menangis. Tubuhku gemetar lebih hebat lagi sebelum aku terjatuh terduduk ke lantai dengan seluruh pikiran yang menggangguku. Aku memeluk kakiku dan memendamkan wajahku ke dalamnya. Tangisku memecah keheningan yang mengelilingku. Untuk beberapa saat yang terlintas di benakku hanyalah kehadiran Harry.
KAMU SEDANG MEMBACA
Girl Almighty // h.s
FanfictionHarry Styles: God knows why I fell in love with her. Queenlyce: Nothing's better than him. P.S. Edited