Bab 13

2.2K 73 5
                                    

Pagi yang cerah di hari Senin yang indah. Kicauan burung berusaha bersaing dengan riuhnya kegiatan kota pagi ini. Suasana jalanan mungkin ramai, namun suasana kamar Rafa masih tenang.

Cahaya matahari berusaha menyelinap dari balik jendela yang tertutup tirai berbahan satin itu. Suhu kamar yang hangat di musim dingin memang cukup melenakan Rafa untuk tidur lebih lama. Ditambah hari ini tak ada kegiatan apapun, semakin meyakinkan Rafa untuk bersantai saja seharian.

Haidar sejak kemarin malam belum juga pulang. Kesibukannya di kantor sebagai kepala detektif baru membuatnya harus bertahan di kantor tanpa sempat mengabarkan Rafa. Untungnya Rafa tahu dan tidak perlu mencemaskan keadaan suaminya. Ia tahu kalau Haidar akan baik-baik saja, meskipun kurang tidur.

Tendangan-tendangan kecil di perut Rafa akhirnya memaksa sang pemilik tubuh untuk bangkit dari kasurnya. Ia mengerang, lalu berjalan perlahan sambil mengelus perutnya yang semakin besar. Ia segera mendekati dapur dan mengambil teko untuk memanaskan air. Secangkir teh di pagi hari memang cocok untuk tubuhnya yang semakin lama semakin berat.

Rafa kini tengah mengandung anak pertamanya dan Haidar. Kandungannya sudah menginjak usia 7 bulan, usia kandungan yang sudah mulai aktif bergerak dan menyulitkan sang ibu untuk beraktivitas seperti biasa. Bahkan untuk berdiri lama membuat secangkir teh di dapur membutuhkan tenaga ekstra dari biasanya. Sambil terengah, ia membawa secangkir teh camomile yang masih mengepul ke ruang tengah.

Ia duduk bersantai di sofa, menggeser-geser pantatnya mencari posisi yang nyaman. Ia letakkan cangkir tehnya sebentar di meja lalu meraih ponselnya yang tergeletak di atas sofa. Tak ada satupun telepon atau pesan dari Haidar, tapi ada satu pesan dari kakaknya, Audi.

Hai Fa!
Apa kabar lo, Haidar, sama bayi lo? Baik kan? Gue cuma mau ngabarin kalo Mama masuk IGD lagi kemarin, dan hari ini harus dirawat. Tapi lo sama Haidar gak usah khawatir, Mama cuma sakit biasa kok, jantungnya kumat aja kemarin, nanti pasti baik lagi. Yang penting lo sama Haidar jaga kesehatan ya, apalagi lo bentar lagi lahiran kan. Take care ya Fa.

Mata Rafa terbelalak membaca kabar dari kakaknya itu. Ia tak menyangka pesan kakaknya terdengar sangat santai, padahal berita yang ia sampaikan bukanlah berita biasa. Rafa tahu ibunya sering sekali pergi ke dokter akhir-akhir ini, dan sudah pernah dirawat di rumah sakit. Namun baru kali ini ibunya masuk IGD. Hati Rafa jadi tak tenang, ia ingin mendengar suara ibunya untuk memastikan semuanya baik-baik saja, seperti yang Audi janjikan.

Rafa hendak menekan nomor Audi ketika pintu rumahnya dibuka. Haidar berjalan masuk sambil melepas syal dan jaket tebalnya. Ia lempar saja sembarangan, sudah tak punya tenaga untuk menyimpannya di gantungan. Matanya segera menangkap Rafa yang sedang bersandar di sofa sambil memegang ponsel. Dengan seulas senyum tipis ia mendekati istrinya lalu mendaratkan ciuman hangat di kening Rafa.

"Pagi say, kok udah bangun lagi?" Tanya Haidar yang langsung duduk disampingnya dan bersandar pada bahu Rafa. Tangannya kini sibuk mengelus perut Rafa yang makin besar.

"Kebangun sama tendangan dia nih" gerutu Rafa sambil melirik perutnya. "Lo kok udah pulang lagi?" Tanya Rafa agak heran. Biasanya Haidar baru akan pulang di siang hari atau di sore hari. "Gue izin pulang duluan, alesannya buat jagain lo yang lagi hamil. Bawahan gue ngerti kok kalo lo lagi hamil muda, jadi mereka ikhlas gue kasih tugas lebih" jawab Haidar, tersenyum kecil karena ia merasakan tendangan di perut Rafa.

Rafa terkekeh, usianya padahal tidak begitu muda. 22 tahun adalah usia yang cukup matang bagi seorang wanita untuk hamil. Tentu saja persepsi ini tidak begitu umum di London, yang mayoritasnya baru memiliki anak di usia 30an. Rafa mengelus rambut Haidar pelan, cerdik juga ide suaminya untuk bisa pulang cepat.

"Dar, Kak Audi nge-chat gue, katanya Mama masuk rumah sakit lagi. Taun lalu Mama kan masuk rumah sakit, tapi gue ga sempet pulang gara-gara ngurusin skripsi. Sekarang gue boleh pulang ya, gue ga enak nih" ucap Rafa. Haidar yang tadinya sibuk menempelkan telinganya di perut Rafa langsung beranjak dan menatap Rafa lurus. "Lo lagi bunting gitu mau pulang? Emang perjalanan London-Jakarta sama kayak Bekasi-Jakarta? Ngga Fa, gue ga bisa izin lama dari kantor" tukas Haidar. "Gue aja yang pulang sendiri, lo disini. Gue pulang cuma seminggu-dua minggu kok. Boleh yaa?" Rengek Rafa sambil merangkul lengan Haidar. "Sendiri? Ntar kalo di jalan ada apa-apa? Kalo lo tiba-tiba kontraksi di pesawat? Ngga deh!" Balas Haidar agak menyentak. Rafa memanyunkan bibirnya, tapi Haidar tidak peduli. Ia berjalan mendekati lemari pendingin untuk meraih minuman.

Married with Mr. Detective 2 : Mr. Detective'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang