Papa baru saja turun dari mobil bersama rekan kantornya. Ia berjalan menuju pintu sambil berbincang pada rekannya. Hari itu bisnis memang sedang banyak masalah hingga perbincangannya dengan sang rekan cukup serius, padahal rencananya malam ini mereka hanya akan makan malam santai saja.
"Tuan, Tuan disuruh sama Nyonya untuk segera ke rumah sakit Tuan" seru salah seorang pembantu sambil memasang wajah panik. Papa yang baru masuk ke rumah pun terkejut, ada apa lagi dengan istrinya?
"rumah sakit? Penyakitnya kambuh?" tanya Papa, agak panik. Hal itu memang cukup sering terjadi, tapi seharusnya wajah pembantunya tak sepanik itu.
"bukan Tuan, Non Rafa mau melahirkan katanya" jawab pembantunya.
"RAFA?!" sentak Papa panik. Otaknya kini berusaha berpikir keras. Bagaimana mungkin Papa harus ke rumah sakit tempat Rafa akan melahirkan, padahal Rafa sedang berada ratusan kilometer dari rumah. Mana mungkin Papa harus menaiki pesawat dulu selama 14 jam untuk bertemu Rafa yang akan melahirkan.
"tunggu... Rafa ada di Jakarta? Sekarang?" tanya Papa. Sang pembantu hanya mengangguk dengan wajah paniknya. Mendadak jantung Papa rasanya berhenti sekian detik. Ia tak tahu kalau anaknya sendiri pulang hari ini, dan bahkan akan melahirkan cucunya, sekarang.
"Pa, Bapak baik-baik saja?" tanya rekan kerja Papa, melihat Papa yang sedang memegang dadanya dengan nafas tak teratur.
"maafkan saya, tapi dinner kita malam ini harus saya batalkan" ucap Papa dengan nada lemah.
"tidak apa-apa Pak, saya mengerti. Mari saya bantu" ujar rekan Papa yang langsung menuntun Papa keluar rumah dan masuk ke mobilnya.
-
"Fa, lo kabur?!" tanya Moza, sedikit menyentak.
"maksud lo apa Za?" tanya Audi dengan nada sebal, tak suka Moza bertanya seperti itu pada Rafa.
"gue baru telfon Haidar, ngasih tau dia kalo Rafa masuk UGD tapi sekarang udah baik-baik aja. Trus Haidar kaget, kenapa gue bisa tau Rafa masuk UGD. Ya gue bilang Rafa lagi di rumah sakit tempat gue kerja" jelas Moza. Rafa yang baru saja akan jatuh tertidur karena pengaruh obat pun kini langsung memaksa untuk bangun, meskipun hal itu membuat kepalanya langsung pusing.
"Fa, coba kamu jelasin sayang sebenernya ada apa ini?" tanya Mama khawatir dan juga bingung.
"lo ga bilang Haidar kan kalo lo pulang ke Jakarta?" tanya Moza lagi, dengan nada yang masih sama.
"Za tolong dong, santai dikit. Ini adik gue lagi hamil" emosi Audi mulai naik, namun Hafizh langsung berusaha menenangkan Audi dengan menarik tangan Audi.
"iya Ma... Rafa... kabur" gumam Rafa, ada rasa penyesalan terdengar di suaranya. Jelas saja Rafa menyesal, perkataan Haidar sebelum-sebelumnya memang benar. Rafa sedang hamil muda, usia kehamilannya sudah mendekati waktu kelahiran, dan dalam kondisi seperti ini ia nekat pulang sendiri hingga akhirnya merepotkan semua keluarganya.
"Rafa!" seru seseorang yang baru menyibakkan tirai. Papa baru tiba sambil terengah, setelan kantornya masih ia kenakan meskipun kini sudah berantakan. Tak peduli bagaimana tampilannya, dalam benaknya kini hanya keselamatan sang putri satu-satunya.
"kamu kok gak bilang Papa kalo kamu pulang?" tanya Papa yang langsung memeluk Rafa, tak tahu bahwa suasana kamar UGD saat itu sedang tegang.
"maaf ya Pa" gumam Rafa. Papa mengusap lembut kepala Rafa, lalu melihat perut Rafa yang masih besar.
"loh, kamu belum lahiran?" tanya Papa.
"tadi cuma kontraksi biasa aja kata dokternya Pa" jawab Mama mewakili Rafa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married with Mr. Detective 2 : Mr. Detective's
Romantizm- Married with Mr. Detective Part 2 : Mr. Detective's Kelanjutan dari Married with Mr. Detective Baca disini https://www.wattpad.com/story/28555762-married-with-mr-detective "Jika bukan karena keegoisan diri, mungkin semuanya takkan serumit ini. Tap...