Haidar baru saja menyelesaikan berkas terakhinya di kantornya di London. Setelah selama 5 bulan ini ia sering lembur dan jarang pulang, ia akhirnya bisa menyelesaikan kasusnya. Kasus perdagangan manusia yang dipegang olehnya dan rekan-rekan satu timnya itu sudah selesai diselidiki dan sudah masuk ke meja pengadilan. Rencananya, kasus ini akan naik ke pengadilan bulan depan, dengan beberapa saksi serta tersangka yang sudah masuk dalam daftar. Meski beberapa nama dalam daftar itu adalah nama-nama yang cukup besar dan memiliki pengaruh di London, Haidar dan rekan-rekannya berhasil selamat hingga bisa membawa kasus ini ke pengadilan.
Sudah 2 minggu terakhir ini pula Haidar belum pulang ke apartemennya. Jika Rafa tahu bahwa terakhir kali ia pulang ke rumah adalah 2 minggu yang lalu, dan bahkan kalau tidak salah ia meninggalkan cangkir kotor di bak cuci dapurnya, ia akan kena marah habis-habisan dari Rafa. Ditambah lagi, seminggu ini ia belum menghubungi Rafa saking sibuknya dengan masalah di kantor.
Ben baru saja datang sambil membawa dua gelas kopi yang aromanya sudah memenuhi ruang paru-paru Haidar. Aroma kopi di pagi hari memang menggairahkan, ditambah lagi ia belum tidur sejak kemarin. Dalam situasi seperti ini Ben tahu betul apa yang diinginkannya.
"a cup of "black eye" for the one who hasn't shut his eyes for days" ujar Ben sambil meletakkan gelas tersebut di meja Haidar. Haidar yang tengah bersandar di kursinya pun langsung duduk tegak dan mengambil gelas itu. Ia seruput perlahan kopinya dari lubang yang tersedia. Hangat kopi tersebut langsung menyebar ke tubuhnya, tendangan espresso dan brewed coffeenya cukup membuat mata Haidar kembali segar.
"thanks" ujar Haidar singkat sambil tersenyum penuh arti pada Ben. Ben tahu betul maksud dibalik senyuman lemah Haidar itu.
"now it's time for you to go back home. I know you've been here for like... 2 weeks I guess? You smelled like rotten eggs" ejek Ben dengan wajah meringis. Haidar hanya tertawa saja.
"and you just came from your house yet you smelled like dirty socks" ejek Haidar balik. Keduanya pun tertawa.
"I've heard that the case already on the court's list and... we just need to wait until the court call us" ujar Ben dengan wajah lega.
"indeed, that's why I want to ask your permission for my leave" balas Haidar.
"wait... your leave? Are you going to leave London?" tanya Ben panik.
"no, no... I mean, vacation. I'm not going to take any case after this, for about half year I think. I mean, I just got 2 kids and I need to accompany my wife to raise them" jawab Haidar.
"Oh, I see... I thought you're leaving London" ujar Ben, yang langsung dibalas gelengan kepala Haidar.
"sure! Yeah, yeah.. I mean, you can leave us now. You don't have to come to the court, I can handle it. I know you've been busy for a few years and never get much vacation. You've done more than enough for us, Haidar" lanjut Ben.
Haidar tersenyum, lalu segera memeluk Ben. Ben yang terkejut pun sedetik kemudian langsung membalas pelukan Haidar dan menepuk punggung Haidar. Haidar tak pernah menunjukkan sisi ini pada siapapun di kantor, ia terkenal dengan sifat dingin dan kakunya. Ben senang bisa menjadi rekannya sebelum ia memilih untuk cuti dalam waktu yang panjang.
"so, I'm leaving the rest to you. I already finished the last files so you don't have to do anything. See you again, Ben. Thank you so much!" seru Haidar yang segera meraih mantelnya dan segera berlari meninggalkan Ben.
Sudah lama sekali Haidar tak keluar menikmati udara pagi London yang sudah mulai tercemar polusi di sana sini. Meski panas kendaraan terus menyebar, namun musim dingin tetaplah terasa dingin. Ia tak bisa membayangkan, bagaimana dinginnya Kota London sebelum kendaraan bermotor dikenalkan ke dunia. Dingin seperti ini saja sudah membuat tulang-tulang Haidar terasa linu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married with Mr. Detective 2 : Mr. Detective's
Romance- Married with Mr. Detective Part 2 : Mr. Detective's Kelanjutan dari Married with Mr. Detective Baca disini https://www.wattpad.com/story/28555762-married-with-mr-detective "Jika bukan karena keegoisan diri, mungkin semuanya takkan serumit ini. Tap...