Bab 33

774 48 4
                                    

[Pengumuman] Hai guys! Mohon maaf beberapa minggu ini lama banget updatenya, dikarenakan author sibukkkk bangetttt kuliahnya. Kemungkinan juga untuk kedepannya bakal slow update BANGET karena kesibukannya bakal bertambah. Doain aja semoga cepet kelar tugasnya dan cepet bisa nulis lagi. Kusayang kalian semua yang udah rela nunggu dan baca sampe bab 33 ini ㅠㅠ... 

huhu maafkan author yang mengecewakan ini... semoga kalian selalu menjalani hari yang bahagia~

selamat membaca ^^

---

Rafa tengah tidur di kamar Hafizh sambil ditemani Moza. Semalaman ini Moza bertugas menjaga Rafa karena Audi harus jaga shift malam. Haidar sedang berjalan mendekati lemari es untuk mengambil beberapa es yang dapat digunakan untuk mengompres pipinya. Setelah beberapa lama pipinya semakin terasa nyeri, perutnya pun masih terasa berdenyut.

Hafizh yang mendengar suara dari dapur pun berjalan menuju dapur. Melihat iparnya itu tengah mengubek-ubek lemari es, ia hanya duduk di dapur sambil menunggu Haidar. Begitu Haidar mendapatkan es yang dibutuhkannya, ia segera menutup pintu lemari es dan membalikkan tubuhnya, mendapati Hafizh tengah memperhatikannya.

"masih sakit?" tanya Hafizh saat melihat tangan Haidar secara otomatis menempelkan es batu tersebut ke pipi Haidar.

"gue juga manusia" jawab Haidar, agak membingungkan bagi Hafizh karena jawabannya tersebut tidak menjawab pertanyaan Hafizh sama sekali, namun Hafizh mencoba menangkap maksudnya.

Haidar kemudian duduk di samping Hafizh, memandangi lemari gantung dapur yang catnya sudah mulai mengelupas. Namun keduanya tentu tak menyadari itu, pikiran mereka masih melayang-layang.

"jujur gue emang kesel banget waktu Rafa pulang gak ditemenin sama lo" ujar Hafizh membuka pembicaraan. Haidar hanya menghela napasnya.

"tapi setelah gue denger penjelasan Rafa, gue jadi sebel sama itu anak" lanjut Hafizh.

"jadi gue gak akan menghakimi lo karena lo gaada waktu Rafa kritis–"

" –tapi lo nonjok gue"

"oke sorry itu sih keceplosan" bantah Hafizh. Haidar hanya terkekeh.

"gue tau lo pasti punya alasan juga" lanjut Hafizh.

Haidar mengambil nafas panjang, lalu menghembuskannya cepat. Ada keraguan dalam hatinya untuk menceritakan ini, karena bagaimanapun Haidar sudah berada dalam posisi bersalah.

"gue gak tau ini bisa jadi alasan dan pembelaan gue atau nggak, tapi gue emang lagi sibuk disana. Ada kasus besar yang lagi gue tanganin. Kasus ini melibatkan banyak orang, bahkan termasuk kasus internasional. Gue sebulan-dua bulan terakhir lagi fokus beresin ini, dan saat gue mau cabut buat ngurusin ini kasus, gue gak cerita sama Rafa. Rafa akhirnya ngambek kan, minta pulang, gara-gara gue tinggal jauh. Disitulah akhirnya gue jadi marah juga sama keputusan dia yang tiba-tiba kabur dari rumah, makanya gue jadi berpikir "oke, dia egois gue juga bisa egois buat mentingin tugas gue dulu". Akhirnya gue jadi terlalu fokus sama tugas gue, sampe masalah Rafa nggak ke-handle" jelas Haidar panjang lebar.

Hafizh hanya mengangguk-angguk saja, sedikit banyak mengerti perasaan Haidar. Namun memang benar, kedua pihak memang salah. Haidar salah karena tak menceritakan ini pada Rafa, yang kemudian membuat Rafa dengan yakinnya pulang sendiri ke Indonesia. Keduanya mementingkan ego masing-masing yang menurut Hafizh, tidak perlu dilakukan oleh dua orang dewasa. Dan dalam kasus Haidar, seharusnya ia tetap masih bisa professional namun tak meninggalkan kewajibannya sebagai seorang suami.

"ini juga gue baru balik dari Las Vegas. Awalnya gue mau berangkat ke Australia buat nyelesein bagian yang lain tapi Moza nelpon gue soal kondisi Rafa. Makanya gue buru-buru nyari penerbangan ke Jakarta" lanjut Hafizh yang kini mulai membiarkan kepalanya terbaring di atas meja dapur. Matanya ia biarkan tertutup selama beberapa saat, menghilangkan pening akibat tak mendapat tidur yang cukup. Hari ini pun ia belum mendapat asupan kafein hingga tubuhnya terasa sangat lemas.

Married with Mr. Detective 2 : Mr. Detective'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang