Bab 34

333 24 0
                                    

Hai! greetings dari author yang udah lama gak update. huhuuu maafkan aku (_ _)

mau curhat dikit sih, part ini sebenernya udah jadi dari kapan, tapi laptopnya sempet bermasalah untuk waktu yang lama, dan ini segera setelah laptopnya bener lagi langsung diupload! makasih yang udah mau setia baca cerita ini sampai sekarang, maaf ya buat kalian nunggu lama. semoga suka sama ceritanya dan janlup vote + comment! merci!

---------

Sudah seminggu Rafa berada di rumah sakit, kondisinya pun semakin membaik sehingga dokter mempersilakan Rafa untuk pulang. Seluruh keluarga termasuk kedua bayi Rafa menyambut kepulangan Rafa dirumah. Mereka mengadakan pesta kecil-kecilan untuk merayakan kesehatan Rafa. Sebuah pesta barbeque di pekarangan di belakang rumah digelar dengan sederhana, namun membuat Rafa cukup terharu dibuatnya. Ia duduk di meja makan sambil menunggu Hafizh selesai memanggang daging, ditemani oleh Alfa dan Ivo yang sibuk "memainkan" keponakan barunya itu.

"Kak, Pra kok diem terus sih daritadi. Ngga seru nih" gerutu Ivo yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik bayi Rafa, namun tidak ada perubahan sama sekali. Pranajaya Azkaryan Daiki, bayi kedua Rafa yang mereka panggil dengan panggilan Pra.

"kayak Pri dong, aktif" lanjut Alfa menyombongkan keponakan jagoannya itu pada sang adik. Ivo mendelik sebal pada Alfa. Primavera Annasha Daiki, sang bungsu itu memang lebih aktif ketimbang kakaknya.

"udah, lagian Pra tadi habis minum, makanya dia ngantuk sekarang" ujar Rafa sambil mengelus punggung adik-adiknya itu. meskipun gemas dan ingin bermain bersama, mereka masih harus menunggu lama hingga keponakan-keponakannya itu bisa turut main. Usia kedua bayi itu terlalu muda untuk bisa berinteraksi sekarang.

Haidar baru kembali dari kamarnya ketika melihat Mira dan Audi baru memasuki rumah dari pintu depan. Mira langsung tersenyum dan melambai ke arah Haidar, yang lalu dibalas anggukan Haidar. Audi yang membawa sekantung belanjaan di tangannya langsung menyodorkan pada Haidar. Haidar yang kebingungan hanya menerima saja.

"ini minumannya, lo bawa ke belakang aja langsung sekalian temenin Mira, gue mau ganti baju dulu" ujar Audi dengan nada datar. Haidar tidak menolak, ia langsung berjalan ke taman belakang sambil diikuti Mira.

Rafa yang mendengar langkah kaki dari belakangnya langsung menoleh, melihat Haidar datang membawa sekantung besar botol-botol minuman diikuti oleh Mira dari belakang. Rafa memberi seulas senyum pada Haidar saat mereka saling melempar pandangan. Haidar segera meletakkan botol-botol minuman tersebut lalu menghampiri Rafa yang sedang menepuk-nepuk lembut bayi-bayinya yang tengah tertidur.

"lo kalo capek istirahat aja, biar gue yang jaga mereka" ujar Haidar sambil menepuk bahu Rafa, lalu duduk disampingnya.

"nggak kok, gue gapapa. Lagian acara ini kan buat gue juga" balas Rafa dengan senyuman lemahnya.

Haidar membalas senyum lemas, kemudian menghela napas panjang. Ia memandang Rafa serius, sedang Rafa masih terfokus pada kedua bayinya.

"Fa, gue gak mau ngebebanin lo dengan maksa lo ikut tinggal sama gue. Kalo lo emang mau disini, gue bakal izinin lo untuk tinggal disini sama Mama. Gue bisa minta untuk pindah gabung ke tim disini, 'though it might take time to do that" lanjut Haidar. Rafa kini menoleh ke arah Haidar, yang kemudian beralih menatap Rafa dengan tatapan khawatir.

Haidar merasa sangat bersalah atas kejadian yang menimpa Rafa. Jika bukan karena keegoisannya untuk menahan Rafa di London dan bahkan meninggalkannya sendirian disana, mungkin hal ini tak akan terjadi. Kini Haidar berusaha mengikhlaskan sang istri tinggal jauh darinya, asalkan keluarganya bahagia. Haidar hanya ingin melihat Rafa yang sehat dan ceria seperti dulu.

"Dar, gue gak terbebani kok. Maafin gue juga udah lancang, kabur dari lo. Gue gak mau pisah sama lo. Gue sadar apa yang gue lakuin waktu itu immature dan malah membahayakan gue dan anak-anak kita. Gue janji gue gak akan lakuin itu lagi, dan gue bakal ikut sama lo kemana pun lo pergi" ucap Rafa yang langsung meraih tangan Haidar dan menggenggamnya. Haidar hanya tersenyum.

"ayo semuanya, dagingnya udah mateng" seru Hafizh yang masih sibuk meletakkan daging-daging di atas piring. Alva dan Ivo membantu sang kakak untuk membawa piring-piring itu ke meja.

Semuanya segera menikmati makan malam mereka yang hangat. Sesekali tingkah jenaka Ivo membuat orang-orang di sekitarnya terkekeh. Tawa canda ini yang dirindukan oleh Rafa sebenarnya, yang membuat tahun-tahunnya di London terasa lebih panjang dari biasanya, yang sempat membuatnya jenuh dengan kesibukan London dan ingin pulang saja, yang membuat Rafa akhirnya sampai bodohnya melakukan aksi protes pada suaminya dengan cara kabur dari rumah.

Dihadapan Rafa, Mira dan Audi duduk berdampingan. Kedua jari manis mereka dihiasi cincin sederhana yang serasi. Rafa jadi teringat, ia belum bertanya perihal pertunangan Mira dan Audi. Bahkan fakta bahwa Audi mengenal Mira saja sudah merupakan sebuah kejutan baginya.

"oh iya Kak, lo sama Mira kok bisa kenal? Dari mana?" tanya Rafa tiba-tiba, membuat Audi segera menoleh sambil mengunyah cepat begitu mendengar pertanyaan Rafa.

"oh, itu. Ibunya Mira dulu pasien gue, udah lumayan lama juga. Makanya gue jadi kenal deket dia" jawab Audi yang kembali melahap makanannya.

"awalnya sih temennya dia yang suka sama aku, terus temennya itu minta dikenalin sama aku. Tapi jodoh emang gak kemana ya" lanjut Mira sambil terkekeh. Rafa tersenyum geli mendengarnya, tapi lama-lama ia melihat kakaknya itu memang serasi dengan Mira yang cantik dan berimage keibuan itu.

"jadi kalian kapan nikah nih?" tanya Haidar ikut nimbrung. Audi sampai tersedak, membuat Mira terkejut dan segera menyodorkan segelas air minum. Hafizh tertawa melihat gelagat Audi yang terkejut seperti itu. Audi segera meminum air yang ditawarkan Mira sambil menatap tajam pada Haidar.

"lah kok kamu ketawa sih? Kamu tuh yang harusnya diketawain. Udah tua juga belum punya calon, kalah sama adikmu" gerutu Mama. Hafizh langsung menunduk malu.

"Kak Hafizh udah punya calon kok Ma, cantik dan masih muda lagi" timpal Ivo sekenanya, lalu kembali menyuap sebongkah daging ke mulutnya.

Hafizh menoleh cepat ke arah adiknya yang masih santai mengunyah daging. Ia tidak percaya kata-kata itu meluncur dengan mulusnya dari mulut kecil sang adik. Padahal untuk mengajak makan siang gadis pujaannya saja jantungnya sampai berdegup cepat. Mengatakannya sebagai calon istri? Lidah Hafizh langsung kelu.

"Fizh, yang Ivo bilang itu bener?" tanya Mama dengan raut wajah penasaran.

"eh... anu... itu... ngga kok Ma..." belum sempat Hafizh melanjutkan kalimatnya, Ivo kembali menimpali sang Mama tanpa peduli pada kakaknya yang sudah mulai gugup dan keringat dingin.

"iya Ma waktu itu aku ditunjukkin fotonya sama Kak Hafizh, cantik banget Ma, tapi masih cantikkan Kak Rafa sih" sambar Ivo, yang kemudian tersenyum nyengir ke arah Rafa. Gelak tawa kembali terdengar akibat celotehan Ivo yang unpredictable.

"kamu udah ketemu orang tuanya? Kapan kenalin sama kita? Usia kamu kan bukan usia pacar-pacaran lagi, kalo bisa langsung tentuin tanggal baiknya aja" ujar Papa tanpa jeda. Hafizh benar-benar mati kutu, ia tak tahu harus menjawab apa. Masalahnya Hafizh pun tidak mengerti kenapa dengan gadis ini, ia merasa gugup 100%. Padahal Hafizh pernah dikenal sebagai cowok cool pujaan cewek-cewek satu SMA-nya dulu, dikelilingi 2-3 cewek dalam sehari bukan hal aneh baginya. Tapi kali ini beda, Aira benar-benar sosok yang mampu membuat lutut Hafizh lemas, lidahnya kelu, dan jantungnya berdegup kencang, hanya dengan mengingat nama dan wajahnya.

Melihat Hafizh yang gelagapan, Haidar langsung menyambar, "tenang aja Pa, Papa sama Mama mah tinggal tau beres. Hafizh pasti udah punya rencana sendiri". Papa hanya mengangguk dan melanjutkan makannya.

Malam itu entah kenapa suasana hati Rafa sedang sendu. Melihat keluarganya dalam satu waktu ini, membuatnya benar-benar jadi mellow. Langit mungkin tak menunjukkan keindahannya sebagaimana langit London menunjukkan kerlap-kerlip cahaya di atas sana, namun cukup untuk sekedar membuat Rafa menerawang jauh, membayangkan bahwa detik ini adalah detik terbahagia Rafa sepanjang perjalanan hidupnya. Detik dimana ia habiskan bersama orang-orang tercintanya, di tempat yang sangat familiar baginya, dengan hawa yang entah mengapa terasa romantis baginya.

Married with Mr. Detective 2 : Mr. Detective'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang