FLASHBACK: ON!
Kiki benar-benar tak bisa mengatakan apapun saat melihat Alsa yang seperti tidak pernah dikasih makan selama seminggu. Alsa menghabiskan 60 tusuk sate ayam seorang diri, belum lagi cara makannya yang seperti monster. Kiki bahkan tidak yakin jika dihadapannya adalah Alsa yang dikenal memiliki kesopanan dan martabat yang tinggi itu.
“Lo gak amnesia dan hilang jati diri kan, Sa?” tanya Kiki takut-takut. Bukannya menjawab, Alsa malah meminta 1 porsi sate ayam tambahan yang membuat Kiki makin yakin dihadapannya bukanlah Alsa yang ia kenal. “Lo bukan Alsa! Cepat kembalikan Alsaku yang manis seperti semula, makhluk barbar sialan!” bentak Kiki sembari meraih tangan Alsa dan menahannya dengan erat.
“Lo apaan sih, Ki? Ini gue Alsa dan jangan seenaknya mengklaim gue itu punya lo!” ucap Alsa mencoba melepaskan tangannya dari jeratan kuat tangan kekar Kiki. “Lo tau sakit kan, Ki? Ditahan sama tangan segede Titan, lo kira enak?” ucapan Alsa membuat Kiki melepaskan tangannya dari tangan Alsa. “Maaf,” ucap Kiki kepada Alsa yang sedang mengelus tangannya yang sedikit memerah.
“Jadi, apa yang ngebuat lo kayak gini? Bukan lo banget, Sa!” ucapan to the point dari Kiki membuat Alsa mengingat lagi kejadian tadi pagi diruangan Angel.
“KIIII MASA GUE TA—“ Alsa menghentikan teriakkan hebohnya saat melihat tatapan menusuk dari Kiki. Alsa menggumamkan kata maaf dan menepuk pelan bibirnya. “Gue ulang ya?” tanya Alsa ga penting yang dibalas anggukan, serta tatapan menusuk Kiki yang masih setia mengintimidasi agar Alsa bisa menjaga kadar volume suaranya untuk tidak menganggu pengunjung lain.
“Jadi, masa gue tadi rada nyaman sama Michaelis gitu?! Gue takut banget, Ki!” Alsa berseru tertahan dengan ekspresi ketakutan yang jelas. Kiki melembutkan tatapannya dan jauh didalam hatinya entah kenapa ia merasa prihatin. Sejak Alsa disakiti Sebastian, Alsa tidak pernah bisa membuka hati untuk pria lainnya. Alsa takut jika ia akan salah mencintai lagi, lalu tersakiti kembali. Walaupun Sebastian adalah teman baik Kiki, tak bisa dipungkiri jika Kiki menyimpan dendam pada Sebastian yang merubah Alsa seperti sekarang.
“Kenapa harus takut? Mungkin ini saatnya lo lupain si Sebastian. Lo harus beri orang lain kesempatan, Sa!” ucap Kiki dengan semangat dan senyum lebar. Alsa menopang wajah dan seketika ia menjadi malas saat pesanannya sudah datang. Setelah sang penjual pergi, Alsa membalas ucapan Kiki.
“Lo masih ga ngerti, Ki? Gue takut. Lo tau sendiri kan kalo disakiti tuh ga enak!” Alsa sedikit membentak dan memukul meja didepannya penuh kekesalan.
“Tapi, mau sampai kapan lo begini?” tanya Kiki dengan nada datar dan tatapan dingin. Alsa membuang wajahnya kesamping tak ingin menatap Kiki. Alsa sangat membenci ekspresi Kiki yang satu itu.
“Jadi gue harus gimana?” tanya Alsa dengan nada lirih dan sambil melirik Kiki dengan sedikit ragu, karna ia sangat tidak ingin jika ia melihat Kiki masih dengan ekspresi menyebalkan itu.
“Maafin gue ya, gue tau tadi itu ekspresi muka yang paling lo benci dari gue, kan?” bukannya menjawab, Kiki malah meminta maaf. Alsa menatap penuh kearah Kiki dan mengangguk tanda permintaan maaf diterima dan pembenaran dari fakta yang diucapkan Kiki barusan.
“Gue rasa, jawaban ada ditangan lo, Sa. Tapi saran aja sih, lo bertindak ga perlu pake logika sepenuhnya. Terkadang, lo butuh peran hati lo juga,” ucap Kiki sambil tersenyum hangat. Kadang Alsa bingung, kenapa ia gabisa dapetin sosok seperti Kiki untuk menjatuhkan hatinya? Sosok penyayang, humoris, romantis, apa-adanya, menarik, cerdas, kaya, tampan dan hal bagus lainnya. Apa iya cuma Kiki doang stok didunia ini, sih?
“Gue masih bertanya-tanya, kapan ya gue dapet cowo macam lo gini, Ki?” Alsa bergumam dan meraih satu tusuk sate. Dengan gerakan anggun Alsa memakan satenya. Kiki tersenyum tipis melihat Alsa telah kembali seperti semula.

KAMU SEDANG MEMBACA
We Are (EX) Lovers
Genç Kız Edebiyatı[15+] Tak ada yang aneh dari 4 orang perempuan yang sedang berkumpul disudut tempat duduk yang ada disebuah kafe pinggir kota. Tak ada yang benar-benar aneh dari sahabat lama yang sedang reuni untuk bernostalgia bersama. Memang tidak ada yang aneh j...