Enggak!

470 41 0
                                        

FLASHBACK: ON!

Entah kenapa, Intan merasa jika Tania sedikit menjauh darinya. Bahkan Leo pun ikut merasakan dampaknya. Hari itu setelah latihan, Leo menarik Intan pergi dan membawa perempuan itu ketoko eskrim favorit mereka bertiga biasanya nongkrong bersama.

"Ini perasaan gue aja, atau memang Tania menjauh dari kita?" tanya Leo yang tak digubris oleh Intan. "Ntan, liat gue!"

"Apa sih, Yo? Gue juga ga ngerti masalahnya!" ucap Intan sedikit membentak lalu membuang wajahnya kearah lain tak berani menatap mata Leo yang mengintimidasinya.

"Gue mau ralat perkataan gue barusan. Sebenarnya, Tania bukan ngejauhin kita, tapi ngejauhin lo, kan?" Leo tersenyum penuh kemenangan begitu melihat Intan yang membelalakkan mata dan tubuh seketika menegang. "Lo gabisa lari kemana-mana lagi selain ngasih tau kejadian sebenarnya, Karina Intan Safira."

"Gue gatau juga sih, tapi lo tau gak kalau si Tania suka sama Kak Senja?" tanya Intan yang membuat Leo mengedip-kedipkan matanya lalu menggeleng dengan polosnya. "Sudah gue duga kalo nanya sama lo itu salah, Yo."

"Ck, Tania aja yang terlalu hebat nyembunyiin perasaan dari dulu. Kesel gue lama-lama," dumel Leo yang dibalas helaan nafas pelan dari Intan. Bukan hal aneh jika Tania adalah seorang pro dalam urusan memendam perasaan. Sedikit sekali yang bisa membaca pikiran perempuan itu, bahkan terkadang teman dekatnya dibuat bingung dengan apa yang sebenarnya ia rasakan.

"Lo aja kali yang gak peka," ucap Intan asal untuk mencoba membuang fakta jika sekarang ia pun sebenarnya tidak peka dengan perasaan Tania terhadap Kak Senja.

"Munafik banget sih, Ntan. Lo pun gak peka juga, kan?" Leo memutar bola mata dengan jengah yang membuat Intan menggeram dan mengacak rambut pendeknya dengan brutal hingga tatanannya menjadi tidak keruan.

"Dari kapan sih Intan suka Kak Senja? Gue jadi gak enak sama dia sekarang. Mana dia sering lihat Kak Senja ngusilin gue lagi!" seru Intan dengan frustasi. "Gue harus gimana nih, Yo?"

"Gue mau nanya sama lo," ucap Leo menatapku dengan tajam tepat didalam kedua bola mata hitam pekat milik Intan. "Lo ada perasaan sama Kak Senja gak? Jujur!"

"Eng-enggak!"

"Jujur!"

"Enggak!"

"Karina Intan Safira, ngerti cara jujur gak?" tanya Leo menyipitkan matanya dan semakin menusuk kedalam bola mata Intan. "Lo mau orang lain jujur, tapi lo sendiri ga bisa jujur. Maunya apa?"

"Gu-gue gatau juga gimana tepatnya. Tapi jujur, gue ada perasaan sedikit sama Kak Senja. Habis siapa sur-" ucapan Intan terputus begitu melihat Leo mendengus dan menatapnya dengan pandangan meremehkan yang terlihat begitu jelas.

"Bilang 'suka' aja kayaknya repot banget, Ntan."

"Tau deh," ucap Intan berdiri dari kursinya untuk meninggalkan Leo. Tapi sebelum Intan melangkahkan kakinya menjauh, sebuah tangan menahan lengannya dengan kuat. "Apa lagi sih, Yo? Gak usah bikin gue tambah kesal, bisa?"

"Mau kemana lo? Enak aja asal pergi!" seru Leo sambil menunjuk makanan diatas meja dengan wajah berkerut. "Seenggaknya lo tinggalin uang buat bayar. Gue gamau bayar semuanya sendiri. Cih, enak di elo itu mah!"

"TERSERAH LO!" teriak Intan mengeluarkan selembar uang 50 ribu dan menaruhnya dengan penuh kekesalan diatas meja. Sekali lagi, akhirnya Leo hanya membantu Intan untuk membuat perempuan itu naik darah. Bahkan sangat membantu.

→↔←

Intan mengetuk pintu kamar Tania setelah dipersilahkan oleh Mamanya Tania yang sudah ia anggap seperti mama keduanya. Setelah beberapa kali mengetuk, Tania akhirnya membukakan pintu kamarnya dengan wajah kusut.

"Ma, jangan ganggu-" Tania membelalakkan matanya yang merah dan bengkak. "-Tania lagi galau..... INTAN NGAPAIN DISINI?!" sebelum Tania membanting pintu kamarnya, Intan dengan cepat mendorong tubuh Tania untuk bi menerobos masuk. "Ntan, gausah rusuh bisa kali."

"Lo ngapain jauhin gue? Lo kira gue senang numpang pulang sama yang lain tanpa bacotan alay lo, hah? Lo kira gue suka liat lo yang sok jauh-jauh kek najis gitu? Pokoknya lo kira gue peduli kalo lo jadi baper sama Kak Senja? JAWAB!!!" Intan mendorong Tania diakhir ucapannya. Dada Intan naik turun karna isakkan yang terasa begitu menyakitkan. Akhirnya Intan mengeluarkan unek-uneknya beberapa hari ini.

"Gue..." Tania mengatupkan bibirnya lagi saat hanya isakan yang keluar. Perempuan itu terduduk diatas kasurnya dan menunduk dalam. "Maafin gue, Ntan..." gumam Tania dengan suara gemetar. Intan bergerak cepat memeluk Tania dengan erat yang membuat Tania semakin terisak karna perasaan bersalah yang semakin membesar.

"Gue cuma mau lo jujur, Tan. Seandainya lo suka sama Kak Senja juga itu ga masalah. Gue lebih memilih persahabatan kita daripada Kak Senja. Gue lebih milih elo yang gue kenal dari masih ingusan dibanding Kak Senja yang baru gue kenal gak sampe sebulan."

Penuturan yang sangat tulus dari Intan membuat Tania mengeratkan pelukannya dan merasa semakin bersalah terhadap Intan. Tapi tidak lama kemudian, Tania merasa kejanggalan dari ucapan Intan. "Tadi lo bilang, '...seandainya lo suka sama Kak Senja juga...' kan? Berarti lo itu suka sama Kak Senja dong?" Tania melepaskan pelukannya dari Intan dan menatap perempuan itu dengan tatapan menyelidik.

"Entahlah, kayaknya sih iya... Ugh, gatau juga deh!" seru Intan menggeleng kepala dengan kuat dan wajah yang merona samar. Tania terdiam sebentar, lalu sebuah pikiran melintas yang membuatnya tersenyum lebar.

"Gimana kalo kita bersaing mulai sekarang? Pokoknya mulai sekarang kita adalah saingan yang bermain sehat, ya?" Tania tersenyum lebar dan mengulurkan tangannya yang membuat Intan menaikkan sebelah alisnya. "Ayo salaman antar lawan sekaligus kawan! Kalo sama elo mah gue percaya ga bakal curang!" Tania menggoyang-goyangkan tangannya yang terulur didepan Intan. Dengan tawa kecil Intan menyambut tangan Tania yang dilanjutkan tawa kedua perempuan itu yang terdengar begitu bahagia.

Ya, bahagia karna setidaknya mereka tidak perlu bejauh-jauhan seperti tempo hari tanpa harus merelakan perasaan masing-masing... untuk saat ini. Kedepannya tidak ada yang tahu, kan?

Diluar ruangan, Leo mengintip dengan senyum lebar dan perasaan yang sangat lega. Gue tau kalo persahabatan kalian tidak akan bisa dihancurkan gara-gara satu cowok doang. Gue bangga sama kalian berdua! Batin Leo sebelum meninggalkan dua sahabat perempuannya itu menghabiskan waktu bersama setelah beberapa hari saling jauh.

→↔←

FLASHBACK: OFF!

"Lo beneran bersaing sehat tanpa tikung?"

"Wow again aja deh."

"True bestfriend goals dijaman ini."

Intan tersenyum tipis mengingat hal itu. Bahkan Intan pun tidak menyangka jika Tania memilih untuk bersaing sehat, padahal Intan tidak akan keberatan untuk mengalah kepada Tania. Karna dari dulu Intan sudah sering mengalah tiap kali orang lain menyukai seseorang yang ia suka, sekalipun orang itu menyukai Intan tapi tetap saja salah satu sifat terlalu baik Intan yang menguasainya.

"Gue heran deh, kenapa sih lo semua pada bisa punya sifat yang overdosis gitu?" tanya Lilo sambil menatap ketiga temannya dengan alis berkerut dalam. "Alsa yang terlalu sabar, Dita yang terlalu naïf, dan Intan yang terlalu suka mengalah."

"Jangan lupa Lilo yang terlalu baper."

"Lilo terlalu cengeng."

"Lilo terlalu miris."

Mendengar perkataan telak dari ketiganya membuat Lilo terdiam dengan wajah cengo. Intan menggeleng dan memilih mengabaikan perempuan yang duduk disamping yang masih belum sadar dari kecengoan karna perkataannya dikalahkan begitu saja. "Lupakan Lilo, mending kita lanjut ceritanya aja, gimana?"

"Itu lebih baik, Ntan."

"Sangat setuju."

Intan tertawa kecil sebelum melanjutkan ceritanya yang sempat terhenti, "Setelah kejadian Tania yang bersikap aneh. Sekarang giliran Kak Senja yang..."

→↔←

See you next chapter!

We Are (EX) LoversTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang