Mantan Lo Sudah Mati?

703 34 0
                                    

FLASHBACK: ON!

“Oke, anak-anak, latihan kita selesai sampai disini. Kalian boleh pulang dan selamat sore semuanya!” ucap Dita kepada belasan anak perempuan yang memakai pakaian balet.

“SELAMAT SORE KAK DITA!!!” teriak anak-anak itu dengan semangat dan dalam hitungan detik mereka telah berhambur keluar dari ruangan yang dipenuhi cermin disetiap sisinya itu. Sebenarnya, ruangan tersebut adalah studio tempat Dita bekerja sebagai guru seni tari. Saat siang, ruangan itu akan dipenuhi anak-anak yang berlatih balet. Sedangkan saat sore, ruangan akan dipenuhi remaja-remaja dan orang dewasa yang berlatih untuk dance cover. Dita sangat menyukai balet dan dance cover korea. Agak kurang nyambung ya...

Dita jatuh terduduk saat ruangan kosong. Dengan gerakkan malas, Dita menengok jam dinding lalu menghela nafas berat. “Satu jam lagi ngajar lagi. Astaga, kenapa hari ini gue capek banget, ya?” Dita berbaring dengan posisi terlentang dan memejamkan matanya, “Apa gue sudah mulai tua, ya? Tapi masa sih?” Dita berguling menjadi tengkurap, “Ah, kayaknya iya deh. Apa gue harus pensiun dan berhenti joget-joget, ya?” Dita berguling lagi dan kembali ke gaya semula, “Kalo gue pensiun, ntar dapat duit darimana dong?”

“Lo ngapain guling-guling, Dit?” Dita reflek duduk dan melihat sang penegur yang berdiri didepan pintu masuk. Terlihat sosok perempuan berwajah putih pucat dan tinggi semampai. Rambut pendeknya dijepit sehingga membuat perempuan itu tampak manis. Dita melirik kembali jam dinding dengan alis berkerut bingung.

“Mon, gak kecepatan datengnya? Anak-anak dateng masih lama loh. Kesambet apa lo hari ini? Biasanya dateng paling akhir.”

“Justru itu, Monalisa Anggraini mau vakum untuk mengajar disini. Makanya laju kesini,” ucap perempuan yang biasanya dipanggil Mona itu dengan senyum lebar. Tiba-tiba, Dita berdiri dan berjalan menghampiri Mona yang masih mempertahankan senyumnya.

“Emang ada apa sampe lo mau sok vakum gitu?” tanya Dita dengan wajah kepo. Mona tersenyum semakin lebar yang membuat Dita agak takut melihatnya. Dita membayangkan jika mulut itu akan robek seandainya Mona tersenyum lebih lebar lagi. “Mon, senyumnya udahan aja, bisa? Serem gue liatnya.”

“GAK BISA, DIT! GUE BAHAGIA MAKSIMAL HARI INI!!!” jerit Mona tiba-tiba sambil melompat-lompat dengan wajah berseri. Dita semakin ketakutan melihatnya dan saat Dita akan menjauh, wajah Dita sudah diketekkin duluan oleh Mona. “GUE MAU TUNANGAN, DIT!!!” kali ini Mona berteriak tepat ditelinga Dita hingga telinga sang korban berdengung.

“Mon, lepasin gue!” perintah Dita sambil melepaskan diri dari jeratan ketek super Mona. Tanpa ada rasa bersalah, Mona melepaskan Dita yang kini menatapnya dengan kesal. “Mentang-mentang gue kurang tinggi seenaknya aja lo, Mon.” Mona tertawa dan dengan kurang ajarnya mengacak kasar rambut Dita dengan kedua tangannya hingga rambut Dita menjadi tidak keruan sama sekali.

Mona yang memiliki tinggi 172 cm memang suka seenaknya sama Dita yang hanya mentok di 155 cm. Belum lagi tingkah tidak tahu diri Mona yang kadang membuat Dita selalu bertanya-tanya tentang dosa apa yang ia perbuat sehingga memiliki teman seperti Mona.

“STOP IT, MONALISA!” Teriak Dita dengan wajah memerah menahan kesal. Mona menghentikan aksi brutalnya dan kali ini menjitak kepala Dita dengan seenak jidatnya. Sekali lagi, Dita harus sabar dibully oleh teman satu SMA nya itu. “Gue heran, calon suamimu emang beneran mau ngawinin lo, ya? Jangan sampe lo bikin gue malu dengan melet anak orang ya, Mon!”

“Enak aja! Gini-gini gue laku kali, emangnya elo mikirin mantan dekil lo itu mulu?” Mona tertawa kecil dan mengabaikan ekspresi Dita yang benar-benar tak habis pikir dengan mulut tak bersaring Mona. Mulut yang masih jahat seperti dulu hingga sekarang. “Oh, satu lagi, gue bakal nikah dulu. Kawin mah urusan malam,” lanjut Mona dengan kekehan yang terdengar menggelikan.

We Are (EX) LoversTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang