"HAHAHAHAHA!" Mushkin tertawa dengan kencang begitu aku menceritakan insiden ketika Haru untuk pertama kalinya membuatku tidak senang karena menggangguku.
"Gilee.. kasian amat lu! Duda haus belaian, eh pas mau dibelai malah anaknya datang tanpa dosa dengan seluruh tubuhnya yang kotor. Bhahaha nasib lu no.. konyol banget!" Mushkin terus menerus tertawa, ia bahkan sampai memeras perutnya dengan kencang saat tertawa. Sialan, dia malah meledekku?
"Gak usah ketawa begitu deh Mus, lagian kok lu bahagia banget." Aku menatapnya dengan kesal. urusan menertawakan orang memang Mushkin jagonya. Dan sejak tadi ia tak juga berhenti menertawakanku. Kalau jadinya begini lebih baik aku tidak menceritakan itu semua pada Mushkin.
Haah, kalau mengingatnya hanya membuatku kesal. insiden empat hari lalu, dimana aku hampir saja menghabisi Sharen pagi itu, tetapi di hentikan oleh Haru yang tiba-tiba menangis. Mendadak aku menyesal, kenapa tidak merenovasi kamar Haru sebelum hari pernikahanku, atau kenapa aku tidak menitipkan Haru pada mama?!
Dan kejadian itu benar-benar menyiksaku, beberapa hari ini aku benar-benar menjaga jarak dari Sharen, aku pergi pagi sekali dan pulang juga sore sekali, bahkan menjelang malam.
Kami hanya bertukar pesan sekilas, di rumah pun hanya berbicara seadanya.
Sharen tetap mengerjakan pekerjaannya, ia menyiapkan bajuku,makananku, dan hal-hal lainnya yang membuatku bersyukur karena aku menikah.
Hidup sendiri dengan satu orang anak membuatku melakukan semuanya sendiri, dan sekarang sejak ada Sharen, aku sudah tidak melakukan hal apapun lagi selain pergi ke kantor dan menghasilkan banyak uang untuk ku persembahkan untuk Sharen.
Sharen masih dalam masa cutinya, karena ia cuti selama satu minggu. Tapi aku sudah memutuskan untuk menyuruhnya berhenti bekerja, memangnya suami mana yang mau membiarkan istrinya bekerja, apalagi suaminya yang mencari uang ratusan juta sepertiku.
Suami, mendadak aku tersenyum mengingat statusku saat ini. sekarang aku seorang suami, bukan seorang duda. Astaga, indahnya.
"Heh pak bos! Ngelamunin apa lu?" Mushkin menepuk lenganku, membuatku terperanjat dan dengan cepat kembali pada pikiranku yang normal.
"Gak apa-apa." Ucapku. Mushkin tertawa lagi melihatku. Ini orang, kenapa sih?
"Gue saranin lo cepet ungsikan Haru ke rumah ibu lo no! demi kelangsungan sumber kehidupan lo." Mushkin melirik ke arah bawah begitu ia mengucapkan 'sumber kehidupan' dan aku melotot ke arahnya.
"Sialan lo mus!" Cibirku, eh dia malah kembali tertawa. Heran, stock tawa Mushkin itu tak ada habisnya sama sekali.
"Sebenernya nih ya no, melihat dari empat hotel besar yang lo punya yang menghasilkan uang begitu banyak tiap harinya, gue masih heran. Kenapa bikin kamar satu aja buat anak lo susahnya minta amin! Bangun hotel baru aja lo bisa memutuskan dalam sehari, kenapa renovasi kamar buat haru lo mikir bertahun-tahun? Lo kayak gembel yang cari makan aja susah no." Ucap Mushkin. Aku terdiam, benar. Benar juga, memang benar.
"Itu karena gue gak bisa Mus, lagian kan gue tidur sendiri. Masa Haru juga harus tidur sendiri."
"Tapi sekarang lo udah nikah lagi Ilham! Lo udah punya istri dan lo gak tidur sendiri lagi."
"Damn, lo malah manggil gue ilham."
"Abisnya gue sebel sama lo. Susah amat cuman bikini kamar buat Haru. atau lo bisa kali pindahin dulu Haru ke lantai, atau ke sofa pas lu mau ML."
"Gila lo mus, lu kira anak gue apaan! Gue bukannya gak mau, gue belum bisa. Kalau gue tidur berdua aja sama Sharen, gue takutnya gue lepas kendali."
KAMU SEDANG MEMBACA
Will You be Mother for my Daughter? - 1
RomanceBagaimana jika aku menjadikanmu satu-satunya wanita dalam hidupku? Bagaimana jika kau juga menjadikanku lelaki satu-satunya dalam hidupmu? Lalu.. Bagaimana jika kita satukan tujuan hidup kita bersama? Bagaimana jika Kita jadikan s...