Chapter 3

1.1K 229 19
                                    

"HAILEY, INI HARI PERTAMA Calum masuk sekolah, jadi temani dia sampai kelasnya. Kau mengerti?" Ucap bokap didapur sambil membuatkan sarapan.

Yah beginilah hari-hari kami, bokap yang selalu masak buat kami semua. Semenjak nyokap bokap gue bercerai, aku dan bang Harry lebih memilih tinggal bersama bokap. Kenapa? Karena nyokap gak bener, dia selingkuh dari bokap demi pria yang lebih kaya. Cih, mitamit dah ngakuin dia sebagai nyokap gue. Ogah.

"Memangnya dia bayi apa harus diurusin." Aku mengeluh ogah banget dah nganterin dia sampai ke kelasnya, udah gue kasih alamat sekolahnya aja udah untung.

"Hailey..." bokap memperingatkanku.

"Apa? Ok... ok akan aku lakukan siap." Kataku datar.

Tak lama setelah itu si pria penguntit itu eh-maksudku Calum, dia ikut bergabung dengan kami didapur. Memakai seragam sekolah dengan ala style nya dia, dasi dibiarkan terlepas dilehernya, kemeja kream nya dikeluarkan dan bahkan sepatunya, dia bahkan tak memakai sepatu sekolah melainkan sepatu boots hitam. Aneh.

"Ini sarapanmu, kau suka telur rebus kan?" Tanya bokap ragu.

Calum hanya mngangguk kecil tak jelas.

"Ok,

dan ini buatmu." Bokap menyodori piring kearahku.

"Thanks Dad." Ucapku.

"Hari ini Ayah akan lembur jadi pulang malam, jika kalian lapar pesan makanan saja atau kalian bisa belanja di grocerois." Jelas bokap yang lebih kearah ku.

"Hhmm." Gumamku manggut-manggut sambil mengunyah telur rebus buatan bokap.

"Bang Harry aja yang suruh belanja." Pintaku.

"Dia sedang pelatihan dikampus lain diluar kota, Hailey..."

"Hah?? Rese tuh anak!" Decakku kesal."Dia belum bayar hutang yang minggu lalu." Rengekku kesal tapi bokap malah tak peduli sama sekali.

"Kamu gak perlu bareng Michael lagi, kamu naik bus bareng Calum kesekolah." Bokap menatapku dengan serius. "Tidak ada alasan." Tambahnya.

"Kenapa engga?" Tanyaku penasaran.

"Kamu naik bus bareng Calum." Ulang bokap tegas.

"Ta-tapi dia bisa naik bus sendiri dia udah tau alamat sekolahnya." Protesku sambil melirik kearah Calum yang sejak tadi bungkam.

"Naik bus bareng Calum atau semua jam mainmu dibatasi? Pilih mana?" Bokap mengancam. Sial.

"Yah, ok... fine!" Akupun mengalah sambil mendengus kesal.

"Apa?" Tanya bokap padaku.

"Iya naik bus bareng dia." Jawabku malas.

"Ok. Ayah harus berangkat sekarang." Bokap mengelus-elus rambut atasku yang membuatnya malah berantakan.

"Kamu baik-baik saja kan?" Kini beralih pada Calum.

Calum hanya tersenyum sambil mengangguk lalu bokap pun pergi.

"Gara-gara lo gue harus naik bus tahu gak?!" Ucapku ketus kesal kearah Calum sambil mengambil tas ku lalu meninggalkan dapur.

"Hey! Lo mau sekolah ga?! Buru!" Teriakku dari teras luar.

Dengan santainya Calum berjalan menghampiriku lalu nyelonong pergi aja tanpa melihat atau melirikku.

Langsung saja kukunci pintunya dan berlari-lari kecil menyusul Calum dari belakang.

Sesampainya di bus stop, bus yang kami tuju belum datang juga dan terpaksa aku harus menunggunya.

Aku lupa belum memberitahu Mike kalo hari ini aku gak bareng. Lalu aku langsung mengirim pesan untuknya.

Selagi menunggu balasan dari Mike, aku melirik kearah Calum yang berada disamping kiriku sambil mengisap sebatang rokok yang nyelip diantara bibirnya.

Cowo ini gila. Dia mau sekolah tapi malah merokok, apa yang dia pikirkan? Anak ini benar-benar tak tahu aturan.

"Apa?" Tanya Calum yang baru kudengar sejak pertama kali kami bertemu, selama ini dia tak pernah bicara padaku dan siapa juga yang mau ngobrol dengannya, freak.

"Apa?" Tanyaku nyolot. Yang jelas-jelas Calum sadar bahwa sejak tadi aku telah memperhatikannya.

Calum hanya smirking.

"Lo masih terlalu muda untuk merokok." Ucapku entah mengapa mulut ini tak bisa menahan sebentar untuk diam.

Lagi-lagi Calum hanya smirk dan sambil menghembuskan asap dari mulutnya. SHIT.

"Hey! Lo tuh ngerusak udara pagi aja tahu gak? Asep lo tuh ganggu." Kataku ketus.

Calum tetap meneruskan merokoknya tanpa memperdulikan ucapanku.

"Gak usah muna jadi cewe."

"Apa?" Tanyaku kaget sambil mengernyitkan alis kearahnya.

Calum menyodorkan sebungkus rokok kearahku. Aku melihat tampangnya tak mengerti.

"Apa?"

"Lo butuh ini kan?" Ucapannya yakin dan tetap masih smirking, yang membuatku kesal.

Memang dia pikir aku ini cewe apaan segampang itu. Huh yang benar saja.

"Thankyou very much." Ucapku dengan nada sarkastik sambil melipat kedua tanganku didepan dada yang membuat Calum tertawa masam.

Dan saat itu bus pun datang, aku langsung naik dan mencari kursi kosong. Maklum selama ini aku jarang naik bus kesekolah, yah karena tahu sendiri Mike kalo udah maksa gimana.

Orangtuanya memberikan kado mobil dihari ulangtahunnya yang ke tujuhbelas tahun lalu. Yah secara Mike anak tunggal jadi apa-apa gampang.

Akhirnya aku mendapatkan kursi kosong dibarisan paling belakang. Yah itu tak masalah buatku tapi yang menjadi masalah adalah ketika Calum mengikutiku untuk duduk dibarisan belakang, yah aku tahu hanya kusri itulah yang kosong tapi muak banget duduk disebelahnya sepanjang perjalanan kesekolah. Aku berharap hari ini akan lebih cepat berlalu.

Calum memilih untuk duduk dipinggir jendela dengan headphone ditelinganya bisa kulihat bahwa anak itu sedang fokus mendengarkan musik. Entahlah musik apa yang sedang dia dengarkan tapi yang jelas kini matanya tertutup, yang benar saja anak ini tidur. Huh dasar, batinku.

Tapi kenapa juga malah memerhatikan nih anak gak penting. Astaga dengan cepat aku menggelengkan kepala.

Lebih baik mengecek handphone siapa tahu Mike sudah membalas pesanku.

years » hoodWhere stories live. Discover now