Chapter 17

727 139 2
                                    

PERASAAN KESAL KU TERHADAP Calum masih belum juga reda. Hingga perjalanan kami pulang kerumah menjadi lebih tegang, tapi memang seperti itu bukan? Selama didekatnya, entahlah yang kurasakan adalah aura ketidaktenangan yang terpancarkan.

Kami berjalan beriringan pada awal nya tapi, mungkin karena kaki Calum yang panjang atau karena aku yang jalan nya kelamaan, jadi sekarang Calum berjalan mendahului ku beberapa meter didepan.

Mesti berapa lama lagi aku harus bersabar tinggal bersama nya. Jika sikapnya tak seperti itu mungkin aku juga tak akan mengkhawatitkan atau bersikap seperti ini. Semua ini ulah Bang Harry, lagi pula mengapa Calum tak tinggal bersama Kakak nya saja sih? Pikirku.

Aku menendang batu kecil yang tergeletak didepan kaki.

Dan.

Mampus.

Kena Calum.

Aku kaget seraya langsung berpaling kearah dedaunan diatas pohon. Berpura-pura seperti tak ada kejadian apa pun.

"Gak usah caper." Ucap Calum yang menengok kebelakang, kearahku.

Lantas aku pun memasang muka tak berdosa. "Bukan gue." Aku berbohong.

"Caper banget jadi cewek." Ucapnya datar tapi berhasil membuatku kesal, lalu kembali kearah semula.

Dengan itu aku tak terima bahwa cowok itu menyebutku 'cewek caper', yang kenyataannya tidak. Hanya iseng menendang batu kecil itu eh tapi malah salah sasaran, jadi...

Aku pun mengejar Calum, menyusulnya sehingga kami berjalan beriringan lagi.

Aku menepuk lengan kanannya. "Lo bilang apa barusan?" Tanyaku tak terima sambil menaikkan alis kearahnya.

"Cewek caper." Ulang Calum yang dibarengi sebuah dengusan.

"Gue gak sengaja," Jawabku ketus. "Dan itu sama sekali bukan caper." Tambahku cemberut kesal.

Tapi lagi-lagi smirking jerk nya muncul. "Gua gak peduli."

Aku memejamkan mata sesaat untuk meredakan rasa kesal ku yang semakin meluap-luap dibuatnya. Sial.

Tapi cowok itu malah menarik sebatang rokok dari bungkusnya dan menjepitnya di bibir. Lalu membakar ujung rokok itu dengan santainya.

Lagi-lagi aku muak melihat kebiasaan buruknya, yaitu merokok.

Memang di jaman sekarang sudah sulit dan jarang ditemukan remaja cowok yang tidak merokok. Tapi bukan berarti itu menjadi alasan, bukan? Masalah utama nya ialah gengsi. Aku yakin itu.

"Jangan bersikap bodoh lagi, bisa kan?" Aku memecah kesunyian diantara kami yang masih berjalan menuju rumah.

"Contohnya?" Kata Calum sambil menghembuskan asep rokok yang dihasilkannya. Menjijikan.

Memutar bola mataku sambil berkata. "Bokap gue hampir percaya kalo gue punya pacar. Jadi, gak usah cari masalah."

Calum terawa sesaat yang membuat matanya tenggelam.

"Oh, gue baru sadar," kataku sambil mengangkat tangan. "Yang sebener nya 'caper' disini tuh ternyata elo." Sambil menunjuk kearahnya.

"Bener, kan, gue?" Kataku menunggu persetujuan dari cowok disampingku.

"You're so funny." Itu lah yang keluar dari mulutnya sambil tertawa.

"Gue lagi gak ngelawak." Komentarku datar.

"Trus kenapa kalo Bokap lo percaya?" Tanya Calum sambil mengangkat alisnya.

Aku memalingkan pandangan keaspal dari wajahnya. "Ya... aneh aja, lagian-ah sudahlah." Kataku kacau.

Sementara Calum seperti tidak mendengarkan ku, malahan melanjutkan merokok dan memakai headset dikedua telinga nya.

-

Aku masuk kamar setelah menonton acara musik di tv. Rumah terasa sepi ketika Ayah dan Bang Harry sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Belakangan ini Ayah lebih sering lembur, sementara Bang Harry sibuk mempersiapkan skripsi nya untuk tahun depan. Dan terkadang tak pulang ke rumah, nginep di kosan temannya.

Kehadiran Calum sama sekali tak membantu, terasa seperti home alone padahal tidak.

Aku menyalakan laptop dan membuka twitter. Mengecek siapa tahu ada mentionan dari Liam, astaga itu bahkan tak mungkin, aku menggelengkan kepala seperti orang bodoh.

Dan ternyata pemberitahuan tak penting. Aku pun menelusuri timeline, membaca twittan orang-orang.

Rasa penasaranku muncul seketika, lalu mengetik nama Calum Hood di bar pencarian. Muncul beberapa akun tapi untung nya kebantu dengan avatar yang ia gunakan.

Aku pun mengunjungi profil nya. Agak terkejut ketika melihat followers nya yang mutuals. Mungkin ia termasuk orang yang populer, batinku.

Aku melihat twittan nya, kebanyakkan membalas mentionan dari beberapa cewek.

Dasar playboy.

Akhirnya menemukan twitt yang ia buat. Itu tertulis Sell the kids for food, aku tertawa saat membaca nya. Dasar anak idiot, batinku. Lalu scroll ke bawah dan menemukan foto yang ia post.

Aku membuka nya, dalam foto itu terlihat Calum dengan seorang cewek sedang duduk dimeja makan dimana sang cewek memegag kue ulang tahun ditangannya. Raut wajah mereka berdua sedang tersenyum, bahkan tertawa jika dilihat-lihat.

Aku berpaling pada wajah Calum yang tertawa yang membuat mata nya menyipit dan lesung pipi nya muncul. Terlihat bahagia.

Tapi, siapa cewek itu?

Tiba-tiba pikiran itu muncul dikepalaku.

Aku membaca caption nya yang tertuliskan Happy Birthday my second Mum (emot senyum).

Dan saat itu juga pintu kamarku terbuka yang membuatku langsung menutup laptop secepat kilat seperti hendak ketangkep basah yang menyembunyikan sebungkus pil narkoba.

Aku menoleh kearah pintu dan Calum berdiri diambang pintu.

Sial. Aku berharap cowok ini tak tahu bahwa aku barusaja stalking-in profil twiter nya.

"Ada telepon." Ucap Calum datar.

"Dari siapa?" Alis ku mengerut.

"Helen." Jawab nya datar hendak pergi tapi ia balik lagi karena aku memanggil nya.

"Bilang gue gak ada dirumah." Perintahku padanya.

"Gua udah bilang lo ada di kamar." Jawab Calum datar dan nada bicara nya malas.

"Ish, bego. Yaudah bilang aja gue lagi tidur gitu." Pintaku lagi membuat alasan agar tak berbicara dengan bitch itu.

"Gua bukan babu lo." Balas Calum seraya meninggalkan kamar gue.

"Ish, nyebelin." Kataku kesal, mau tak mau aku turun kebawah dan mengangkat telepon dari Helen yang cukup lama menunggu, pikirku.

"Hallo?" Kataku malas.

years » hoodWhere stories live. Discover now