Chapter 32

686 140 5
                                    

Chocolate - The 1975

-

KAMI TURUN BUS tepat dipinggir jalanan yang terbilang cukup ramai. Disisi lain, aku masih tak mendapatkan tujuan Calum sebenarnya untuk membawaku ketempat sejauh ini. Perjalanan yang kami habiskan cukup memakan waktu, satu setengah jam kurasa.

Calum berjalan beberapa meter didepanku, tapi dengan keyakinan disetiap langkah kakinya yang akhirnya membawa kami pada sebuah apartemen sederhana.

Aku mengikutinya masuk kedalam elevator. Tak ada percakapan diantara kami, walau sebenarnya dibanjiri oleh berbagai macam pertanyaan dari otakku.

Ting!

Dentingan lembut itu menandakan bahwa kami telah sampai dilantai yang menjadi tujuan, lebih tepatnya sebagai tujuan cowok disampingku yang kini berjalan kelorong. Matanya menelusuri setiap pintu apartemen hingga akhirnya ia berhenti didepan kamar bernomor 912.

Pikiranku mulai curiga, tunggu dulu,

Apa yang dia pikirkan? Membawaku kesebuah apartemen yang telah ia pesan dengan kamar, bukankah seharusnya hotel?

Plak!

Lantas dengan itu, gadis batinku langsung menamparku sangat keras sehingga aku tersadar dari apa yang barusan terlintas diotakku.

Otakku mulai tak beres.

"Semoga dia ada didalam." Gumam Celum berharap-harap cemas dinadanya.

Aku mendongak padanya, karena aku baru menyadari bahwa cowok ini lebih tinggi dariku. "Siapa?"

"Zayn." Jawabnya singkat, tapi cukup membuat napasku tercekat karena terkejut? Atau heran? Entahlah.

Calum menekan bel nya berkali-kali tapi tak ada jawaban dari dalam kamar. Lalu, ia mengeluarkan handphone nya dan mengetik sesuatu entah apa. Sementara aku masih berdiri mematung disampingnya, pikiranku sibuk mencari jawaban atas motif apa yang ia lakukan sekarang.

"Mungkin dia masih dikampusnya." Ujar Calum sambil mengacak rambutnya.

Cengiran cowok itu muncul. "Kenapa? Jangan bilang lo kesurupan." Guraunya.

"Kita ngapain kesini?" Tanyaku memastikan.

"Untuk gambar ulang sketsa lo." Jawabnya sederhana.

Jleb.

Napasku tercekat.

Cowok itu malah berlenggang kearah elevator, yang sama sekali tak memperhatikan reaksiku ketika mendengar ucapannya barusan.

Menggambar ulang sketsaku?

Cowok ini benar-benar aneh. Setidak nya itulah yang terlintas diotakku saat ini.

"Lo mau tetep disini atau ikut gua?"

"Kemana lagi?" Tanyaku heran. Bukankan kita baru sampai?

"Gua laper."

Dengan itu aku masuk kedalam elevator menyusulnya.

-

Kami berjalan menuju kafe coklat yang tak begitu jauh dari apartemen.

Yang membuatku risih sebenarnya adalah kenyataan bahwa kami masih memakai seragam sekolah.

"Kita cari kafe lain aja." Aku berbisik.

Calum menoleh.

"Itu, liat, banyak orang," desisku mendongakkan dagu kearah kafe yang lumayan ramai.

"Trus?" Tanya Calum tak mengerti.

"Ish dodol, kita kan masih pake seragam," Tukasku langsung. "Yang ada, kita ketauan kalo lagi bolos!" Tambahku.

Cowok itu tertawa yang membuat bahunya sedikit berguncang. "Lo, malu?"

Iya.

"Enggak! Tapi ra-

"Nih, pake." Ia melepaskan jaketnya lalu menyodorkan nya padaku.

Aku sempat mengelak tapi, alih-alih tak bisa mencegah tawaran Calum, akupun memakai jaketnya. Bahkan aroma jaketnya sama seperti aroma kamarnya. Sama-sama wangi. Dan tanpa kusadari, aku menyukai aromanya yang langsung masuk kedalam memori penciumanku.

Setelah aku memakai jaketnya, kami berdua memasuki kafe yang baru membuka pintunya saja langsung menyerbakkan aroma coklat yang menggiurkan.

Sementara Calum memesan makanan, aku berjalan menuju meja kosong dekat jendela dan menunggunya.

Tak lama, akhirnya Calum datang sambil membawa dua cup Caramel Mucchiato ditangannya dan duduk didepanku.

"Lo suka Caramel Mucchiato, kan?" Tanya Calum sambil menyantap miliknya.

"Apapun yang berbau coklat, gue suka." Jawabku sumringah.

Hening sesaat.

Sialan. Seharusnya aku marah pada cowok ini, tapi harus bagaimana, khasiat dari makan coklat ini langsung membuat mood ku stabil kembali.

"Lo deket sama Zayn?"

Calum mengedikkan bahunya. "Um ... bisa dibilang cukup deket."

Aku menggut-manggut sambil menjepit sendoknya dibibirku.

"Kenapa?"

"Nggak papa." Aku beralih lagi pada cup yang kupegang.

"Gua bukan gay," sahut Calum tertawa.

Aku menatapnya bingung. "Gue gak bilang kalo lo gay kok."

"Gua deket sama Zayn karna Mali," Ujarnya.

"Oh,"

Hening lagi.

Seharusnya aku sedang dikelas, mengikuti pelajaran, bukannya nongkrong di kafe sama Calum.

Besok akan lebih buruk dari pada ini, aku yakin. Tugas, oh tugas.

Aku melirik jam tangan sebelum berucap. "Udah siang, mending kita pulang aja." Kataku bosan.

"Kalo lo gak dateng ke meja gue, gak bakalan ada kejadian seperti ini." Kataku bete, ternyata efek coklatnya hanya sesaat.

Aku menyender dipunggung kursi sambil melipat tangan didepan dada. Seharusnya aku tak menuruti ajakan ni anak dari awal. Ah! Sialan.

"Lagian, udah lebih dari lewat jam dua belas," jeda sesaat, "Percuma, gak bakal bisa dikumpulin besok juga." Aku masih nyerocos, sementara Calum mendengarkan dengan sabar, atau berusaha tak emosi.

"Lebih baik gue pulang aja." Aku seraya berdiri.

"Emang lo tau arah jalan pulang?"

Aku melirik sangki kearahnya. "Stupid!" Kataku ketus dan keluar kafe.

Aku muak dengannya, rasa marah yang tertunda nyatanya malah semakin mengisi ruang kemurkaanku semakin penuh.

Keparat.

Calum, fuck you!

Tiba-tiba tanganku ditarik oleh tak lain adalah Calum, ia mencekram lenganku cukup keras.

"Come with me."

-

a/n :

Oh hope u guys liked this chapt :/

-tato calum

years » hoodWhere stories live. Discover now