One

421 25 0
                                    

"Good morning beautiful, Beth. You have to get up, c'mon wake up! Today is your day, honey. You are the queen of the world, you're strong, honey. I love you.. Good morning beautiful,..." Click. Aku mematikan alarm dari hand phone-ku. Ya, rekaman itu yang menjadi alarmku, suara dari mulut seorang malaikat, yang membuatku tahan untuk tidak mati. Sementara aku yang harus bertahan terkurung dalam sangkar berisi monster yang ku sebut 'Dad'.

Good morning, beautiful. Have a great day honey. Kata kata itu selalu muncul di layar hand phone ku saat aku bangun tidur. Aku sedikit tersenyum, walau aku tahu, aku sendiri lah yang membuat kata-kata itu seolah-olah ada orang di luar sana yang menyemangatiku. Nyatanya tidak.

"Bethany! Bethany!" Teriakan itu. "Iya, Dad! Aku turun!" Aku segera turun dari kamarku yang ada di lantai 2.

"Kau akan terlambat, cepatlah bersiap!" Ia berteriak lagi. Aku hanya menunduk, mematuhi apa yang ia minta.

Entah kenapa, aku selalu mematuhi keinginannya, mengapa aku tidak mencoba untuk menentangnya? Kadang aku benci diriku sendiri untuk tidak berani menentang satu-satunya bahaya buatku.

Sedangkan air hangat dengan suhu 37°c mengaliri rambut hingga telapak kakiku..

Aku selalu merindukan masa-masa saat aku masih di pre-school, rasanya masalah terbesarku hanyalah mewarnai gambar keluar dari garis. Namun kini, sekecil apapun masalah menjadi besar jika aku beranjak dewasa. Aku merindukan saat Mom dan Dad sering berciuman di depanku, mereka mengajakku bercanda, mengajariku berhitung dan mengajakku belanja.

Kini semua terasa hampa. Bahkan jika hal itu terjadi lagi pun, semuanya tak akan terasa sama, bahkan akan terasa aneh.

Kini yang aku dengar hanyalah deraman dan bantingan pintu, teriakan dari monster berbalut kaos dan celana pendek. Semua yang ku cium bukanlah pipi Mom atau Dad yang dulu, namun bau asap rokok yang terkurung di dalam rumah dan bau minuman keras rosta tahun 1981. Semuanya sangat terasa berat, itu aneh untukku.

Srek.. Aku menutup kenop keran, mengeringkan tubuhku.

Setiap napas yang ku tarik adalah napas yang dalam serta panjang. "You can do it, Beth." Aku bergumam sambil bercermin. Air mata mengalir dari mata kiri ku, "O.K., you can do it, Bethany." Kuseka kedua mataku.

Dad memarkirkan mobil CV-250 tahun 1995nya tepat di depan rumah. Peem peem! Ia membunyikan klakson. Aku langsung berlari masuk ke dalam mobilnya.

Ini rutinitasku. Hidup dalam tekanan.

"Ada yang tertinggal, Beth?"

Apa maksudmu? Sungguh aku yang tertinggal. Jiwaku tertinggal jauh bahkan entah dimana. Aku menggeleng. Gosh! Kenapa aku tak pernah bisa berargumen kepadanya? Aku marah pada diriku sendiri. Merasa tak puas bahkan tak pantas untuk hidup.

"Kau tahu, Beth. Aku akan pergi ke Las Vegas musim semi ini, ada pertandingan kasino disana." Dad 'mencoba' mengajakku bicara. Aku hanya mendengus. "Kau bisa ke Illinois, sayang." Lanjutnya. Apa maksudmu memanggilku 'sayang'?

"Aku hanya ingin Mom dan Dad bertemu, bersatu lagi." Kata-kata itu keluar dari mulutku.

"Oh, Beth, berapa kali harus aku-"

"Aku juga Dad! Berapa kali aku harus mengatakan bahwa aku menginginkan keluargaku kembali bersama? Aku rindu disaat Mom dan Dad bersama-sama!" Teriakku. Dad terdiam. Rasanya lega sekali bisa mengatakan hal yang sejak 9 tahun tertahan. "Kau bukan anak pre-school lagi, Beth. Kau harus mengerti bahwa kami tak bisa bersatu lagi!" Dad membalas teriakku lebih keras.

"Kenapa, Anthony?" Aku memicingkan mataku. Oh, sudah sampai sekolahku rupanya. "Thanks." Aku langsung keluar dari mobil dan membanting pintunya keras-keras.

Eastwood College, satu-satunya kandang yang berisi kucing rumahan bertopeng singa. Ini seharusnya menjadi tamengku untuk berlindung dari segala hal tentang 'broken home' tapi nyatanya tidak. Eastwood merupakan neraka kedua bagiku, tak ada bedanya dengan rumah. Aku menyusuri ruang loker yang berada di koridor sebelah kanan jika kau baru memasukinya. Semua ada di sana; dari si kaya sampai si miskin, si cantik dan si tampan sampai si jelek, si keren dan si kutu buku, si terkenal sampai si terbuang, dan aku.

Aku tak mengklarifikasikan diriku berada di kubu manapun, di ordo manapun. Aku harus menamai ordo ku dengan apa? Si korban-perceraian-orangtua? Si pendiam? Si aneh? Aku adalah spesies yang tidak termasuk ke ordo manapun, aku adalah aku, tak bergabung dengan siapapun.

"Oh, here she is! Are you showered yet, Bath? Hahahahahaaa!-" suara-suara yang dibuat oleh mulut keji setan. Aku hanya diam, melanjutkan langkah kaki ku menuju loker nomor 122 yang seharusnya bertuliskan "Bethany Elodie" dan kini menjadi "Melodi Mandi" (re: Bathing Melody). Ya, aku hanya diam.

Ku ambil projek biologiku, dan satu-satunya temanku, seekor jangkrik. "Hey, apa kabar, teman?" Kataku mengangkat kaca berisi jangkrik. Ia diam saja, tentu. "Hey teman-teman! Si Bethany mengajak jangkriknya bicara! Hahahahaha!" Mereka menertawaiku lagi. Segera aku membanting pintu loker dan menguncinya lalu berlari ke kelas Biologi-IV.

Oh, rasanya aman sekali berada di dalam kelas, tanpa suara setan yang selalu membuatku berharap bahwa aku adalah seorang tunarungu. Aku mengeluarkan buku harianku.

It same as old days.

Lalu aku menutupnya kembali.

"Hey, Bethany!" Suara familiar memanggilku. Aku menengok ke sumber suara, 27° ke kanan dari arah pandanganku sekarang. "What's up, Beth? Kau tidak melupakan projekmu, kan?" Tanyanya, oh, dia Roger Bing, by the way, satu-satunya orang yang berbicara kepadaku. Aku selalu merasakan bahwa ia menyukaiku, aku yakin itu.

Aku mengangguk. "Boleh ku lihat?" Tanyanya. "Sure." Aku memberikan kaca berisi jangkrik-ku. Ia mulai memutar-mutar kacanya.

"Wow.. This is an amazing genetics," pujanya. Aku mendengus. "Bagus, Beth. Aku menyukainya." Jawabnya lalu menaikkan kacamatanya yang melorot. Aku membalasnya dengan senyuman. Ia lalu terlihat sangat bersemangat, aku membencinya saat ia bersemangat. Ia duduk di sampingku.

Lalu Mrs. Leanne datang dan mengajar Biologi hingga waktu menunjukan bahwa pelajaran biologi sudah selesai. Aku tersenyum puas, setiap kegiatan yang aku ikuti dan waktunya habis, aku selalu tersenyum.

"Roger, aku duluan, ya." Aku lalu menggendong tas dan membawa projek biologiku. "Oh, ya, Beth! Sampai jumpa!" Katanya. Ya, terserah. Aku lelah.

Brotherhood // cameron dallasWhere stories live. Discover now