Thirteen

108 13 2
                                    

Entah perasaan apa lagi ini, ketika temanmu mengatakan bahwa janganlah menyimpan rasa kepada orang yang kau cinta. Itu aneh, itu asing untukku. Aku hanya bisa berdiam di taman dekat rumahku. Memikirkan kenapa hal ini bisa terjadi.

I think my problem is bigger when I got a lover. But other side, he was my savior too. I really don't know what to do now. Am I wrong? Is he wrong? Is Keenan wrong? Or is god wrong?

Aku mendengar suara langkah kaki menyeret salju yang masih membeku seraya air mataku mengalir di pipi kiriku. Aku tahu itu Adam. Ia langsung duduk di sebelahku. "She's my ex." Ia membuka percakapan. Aku mengusap pipiku yang basah. "She is really mean I know it." Lanjutnya. Aku mendengarkannya. "She screws everygirls that close to me, that's the second reason why I don't get any lover again. But yet, I found you." Aku menatap wajahnya. Ia juga sedang menatap wajahku. Matanya menggambarkan sebuah ketenangan, entahlah, hanya mata Adam yang bisa membuat emosiku mereda. "Promise me you'll protect me from anything." Kataku. Ia mengangguk pelan.

Aku bersandar di bahunya. Ini indah. Ini memang aneh, namun ini indah. Aku semakin mengagumi sosok Adam. Ia mengusap rambutku. "How was your day, babe?" Tanyanya. Aku kembali tersenyum. Ia menatapku, membuat aku semakin mencintai lekukan di wajahnya. "I love you, Adam. Please don't leave me no matter what will happen." Kataku dengan senyum kecil di wajahku. Ia mengangguk pelan, lalu mencium keningku.

Singkat saja, aku sudah pulang. Sendiri. Kenapa? Karena Adam masih gugup untuk bertemu dengan Mom dan Dom, dia bilang dia seringkali gugup menghadapi orang tua. Aku hanya tertawa akan pernyataannya yang konyol. But yet, I still love him no matter what.

Keesokan harinya, adalah hari minggu.

"Bethany, sayang! Ayo cepat! Kita harus ke gereja!" Mom berteriak sambil mengetuk pintu kamarku. Oh, ternyata rutinitas lama yang sudah asing bagiku. Kau tahu, maksudku, selama 9 tahun aku tak pernah ke gereja lagi. Itu menjadi hal yang asing bagiku di Detroit karena Dad tidak pernah mengajakku ke gereja sekalipun. Aku bangun dari tidurku, berharap kejadian tadi malam antara aku dan Adam bukanlah hanya mimpi. Aku segera mengecek handphoneku..

From: Adam

Good morning, babe. Have a great Sunday. I love you!xoxo

Ya tuhan! Ternyata ini bukan mimpi. Adam benar menjadi pacarku. Aku merasa sebagai wanita yang paling bahagia di negri ini, seorang cowok ganteng sudah jadi milikku. Andaikan aku masih tinggal di Detroit, aku tidak akan mendapatkan kebahagiaan seperti ini.

"Good morning, Bethany!" Dom menyapaku saat aku perlahan menuruni anak tangga. Aku hanya tersenyum.

Singkatnya, kami bertiga; aku, Mom dan Dom sudah sampai di gereja St. Vincent, salahsatu gereja tua di Illinois. Aku mengikuti mereka ke altar, yang benar-benar sudah asing bagiku. Mereka mulai bernyanyi, dan aku hanya bisa bergumam. Entahlah, aku merasa menjadi seorang atheist.

"Bethany, sayang, kau tunggu dulu sebentar ya. Aku akan menemui pastor, kau tunggu disini." Kata Mom. Aku mengangguk pelan. Apa aku hanya diam saja dan menunggunya? Tentu tidak. Aku keluar dari gereja.

Aku memakai earphoneku dan mendengarkan lagu dari Jason Walker.

"Hey! Is that you? Bethany!" Samar-samar ku dengar suara seorang lelaki memanggilku. Aku langsung menengok ke sumber suara sambil melepaskan earphoneku. "Oh, my god! Adam!" Aku langsung memeluknya. "Hey, sayang, ternyata kita satu gereja!" Katanya. Aku mengangguk kegirangan. "Mau keliling kota?" Tanyanya dengan senyum nakal. "Apapun untuk hari ini, denganmu, aku mau." Jawabku.

Tanpa basa-basi aku dan Adam lalu berjalan-jalan ke sekeliling Illinois Selatan. Ini bagus! Sineri yang indah bersama lelaki yang indah pula. Aku tak dapat berhenti tersenyum karena kau harus tau bagaimana rasanya. Tapi sayang, mungkin kau tidak tahu rasanya, iya kan? Karena ini juga kali pertamaku merasakan seperti ini.

"Kau mau eskrim, Beth?" Tanyanya.

"Ya, aku mau satu." Kamipun berhenti di sebuah tempat pedagang eskrim. "This is for you, lady." Adam memberikan satu rasa strawberry untukku. "Terimakasih, sayang." Aku menerimanya dan langsung memakannya. Adam dan eskrim. Dua hal terbaik yang pernah aku rasakan bersamaan.

"Kau ada acara setelah ini, Beth?" Tanyanya. Aku menggeleng mantap. "Bagaimana kalau kita ke rumahku? Nenek membuatkan ayam rosta tadi pagi." Katanya. Aku menyempatkan untuk melihat mata cokelatnya, kemudian aku mengangguk. "You have a mouth to speak, hun. Why are you jut nodding?" Tanyanya dengan senyum manisnya.

"I don't really like to speak." Jawabku. Andai saja ia tahu pengalaman kelamku di Detroit, ia pasti mengerti kenapa.

Ia lalu melingkarkan tangaku di pinggangku, sehingga aku otomatis menyandarkan kepalaku di bahunya. Ini sempurna! Ku harap aku bisa merasakan ini setiap saat.

Kamipun kembali berjalan kaki. Destinasi selanjutnya adalah rumah Adam. Rumah Adam ternyata cukup jauh dari gerej, dan dari rumahku. Hanpir menuju perbatasan Illinois Selatan. Namun lamanya perjalanan tak terasa, karena dari tadi kami mengobrol, membicarakan kehidupan kami..

"I hate myself to be famous boy. I don't really want it." Katanya. "Really? Why, babe?" Tanyaku. "Karena jika aku dekat dengan seseorang, ia pasti selalu diincar banyak orang. Aku kasihan." Lanjutnya.

"Termasuk aku?" Tanyaku.

Ia mengangguk pelan. Aku menyinggungkan senyumku. "Namun aku pasti akan melindungimu, apapun yang terjadi." Kata Adam mempertegas ucapannya.

Kamipun sampai di rumah Adam. Rumahnya kecil, sangat kecil menurutku. Aku berpikir, mengapa ia bisa menjadi famous boy? Kalau di Detroit ia tak mungkin bisa jadi famous boy.

"Nenek! Nenek!" Ia memanggil neneknya. Aku pun melihat-lihat foto yang menggantung di ruang tamu. Apa? Foto-foto ini sangat familiar bagiku! Tunggu dulu..

"Apa sayang?" Suara wanita terdengar, aku langsung menoleh..

"Nenek?!"

Brotherhood // cameron dallasWhere stories live. Discover now