Three

202 20 2
                                    

Aku menghitung hari. Sampai dimana tanda 'x' berwarna merah di kalenderku berakhir. 1..2..3.. Wow, satu pekan lagi Illinois akan aku pijaki. Aku benar-benar menantinya. Hidupku bersemangat, aku menyadari bahwa banyak sekali perubahan yang terjadi. Dan itu semua karena, Mom? Ya! Aku yakin itu, ia yang memberiku spirit hingga aku bisa berubah seperti sekarang.

5 days later..

Ini adalah hariku. Hari yang kutunggu-tunggu. Dad tak terlihat begitu senang namun aku tak peduli, yang penting aku yang senang.

"Aku akan antar kau sampai pemberhentian pertama di Illinois." Dad berujar sambil mengangkut tasku ke bagasi mobil. Aku akan pindah ke Illinois. "A..apa, Dad? Ku kira kau akan menemui Mom." Kataku kecewa. Ia melanggar peraturan yang sudah kami buat sebelumnya. Ia lalu masuk ke dalam mobil tanpa menggubrisku. "Masuk, Bethany." Ia berkata dari dalam, sementara aku masih terpaku di rumah.

Peem, peem.. Ia membunyikan klaksonnya, menyadarkanku dari lamunanku. Aku segera masuk ke dalam mobil dan berpikir,

Apa benar Mom dan Dad tidak akan pernah bersatu lagi? Lalu misiku sekarang gagal? Ah, bagaimanapun caranya aku akan membuat Mom dan Dad bertemu kembali, tapi bagaimana? Aku bergumam.

Perlahan mobil ini melaju, sedikit demi sedikit meninggalkan Detroit dan berlayar menuju Illinois, tempatku yang baru. Namun pikiran tentang bagaimana-aku-menjalani-misiku tetap bergukir di pikiranku.

"Dengar, Beth. Ibumu sudah tinggal dengan laki-laki lain, aku tak bisa mengusik kehidupan pernikahannya."

Aku tertegun. "Benarkah?" Tanyaku. Ia mengangguk mantap. "Aku bukan takut untuk bertemu ibumu, tapi aku takut kau tidak akan aman jika aku dan ibumu bersatu lagi." Lanjutnya. Aku terdiam.

"Tenanglah, Bethany, aku akan menjemputmu lagi bulan Maret, O.K.?"

"Tidak, Dad! Aku ingin hidup di Illinois, bersamamu, bersama Mom, kalian bersatu lagi, apa itu sulit untuk menghadiahkanku sebuah keharmonisan keluarga? Dad, ku mohon, bersatulah lagi.." Pintaku. "Tidak, Bethany!" Ia berteriak. Aku diam lagi. Sementara masih ada 400mil lagi yang harus ditempuh bersamanya.

Tak sadar aku tertidur seiring dengan lagu country yang terdengar dari radio.

"Bethany, wake up!" Dad membangunkanku, mengguncang-guncang tubuhku beberapa kali. Aku perlahan membuka mataku. Welcome to Illinois. Tepat sekali, plang di jalan sudah menunjukan bahwa sekarang aku berada di Illinois. "Hey, Bethany, ini pemberhentian pertama, dari sini kau tinggal naik bus saja..."

"Dad?" Aku memotong.

"Ya, Beth?"

"Kau tega meninggalkanku di ladang?" Lanjutku. Ia mendeham. "Antar saja aku ke rumah Mom." Lanjutku lagi. Ia mengangguk pelan. "Maafkan aku, Beth. Aku belum bisa menjadi ayah yang baik untukmu, semoga Dominic bisa mengurusmu lebih baik dari aku mengurusmu." Tuturnya. Aku mengangguk. "Baiklah, pemberhentian utama, rumah Elizabeth." Dad kembali menancapkan gasnya.

Aku tersenyum, mungkin ini kali pertamanya aku tersenyum bangga akan apa yang Dad lakukan. Namun terbesit sesuatu, bahwa aku akan meninggalkan Dad, selama sebulan.

At Larryside street, Illinois

"Here you go," Dad memarkirkan mobilnya di depan sebuah rumah bernuansa putih. "Ini rumah Mom?" Tanyaku. Dad mengangguk lalu memperhatikan sekeliling. "Ini tampak sepi, jalan ini tampak sepi, Dad. Apa kau tak salah alamat?" Tanyaku lagi. "No, it's right. 24 Larryside Street."

Akupun keluar dari mobil sementara Dad masih di dalam mobil. Aku berjalan mendekati pintu rumah itu, suhu sangat dingin, masih terdapat sisa-sisa genangan salju di daerah ini.

Ting..tong.. Aku membunyikan bel.

Knock, knock.. Aku mengetuk pintu kayu itu.

Tak ada jawaban. Akupun memutar badanku dan kembali ke mobil. Mungkin alamat yang Dad tuju salah. "Maybe we were went to wrong place, Dad." Tepat sebelum suara pintu dibuka, "Halo?" Suara itu.

Suara yang kudengar, menggetarkan hatiku hingga aku bisa merasakannya. Seperti jantungku jauh berdetak lebih kencang. Aku segera berbalik. "Lindsey?" Itu Mom! Aku mengenalinya, sangat. Ia tak berubah sedikitpun. Masih dengan rambut cokelat dan mata hazelnya. Aku berlari ke arahnya. "Mom!" Aku memeluknya langsung. Oh, kau pasti kebingungan kenapa Mom memanggilku Lindsey, itu adalah nama tengahku, ya Bethany Lindsey Elodie.

"Kau tumbuh cepat sekali, sayang." Ia menatapku lalu memelukku lagi. "Mom, aku merindukanmu. Ini sudah 9 tahun lamanya kita tak bertemu." Aku memeluknya erat sekali.

"Mom, see who I bring here with." Aku melepaskan pelukanku, lalu menengok ke belakang. Dad sudah berdiri disitu, dengan kantong-kantongku. "Oh, honey." Ia memegang pundakku lalu berjalan mendekati Dad. Inilah saatnya!

"Hello, Anthony." Mom menyapa. Jantungku berdegup kencang, tak sabar untuk melihat apa yang akan selanjutnya terjadi. "I bring her, I will take her next season." Kata Dad. Aku tersenyum. "Thanks for bringing my daughter." Kata Mom. Aku tersenyum lagi. Keduanya terdiam.

"Oh, where is he?" Tanya Dad. He? He siapa?

"Oh, he's inside, you want to meet him?" Jawab sekaligus tanya Mom. "Oh, no. I don't mean that 'he' I mean your little 'he'." Ya tuhan, apa yang mereka bicarakan?

"Oh, you mean him. He's went costing from college, he's grow-fast-boy now." "Don't forget to attend Bethany's college." Kemudian konversasi mereka menjadi tidak asik untuk disimak. Apa maksudnya aku harus berkuliah lagi di sini? Menyebalkan.

"O.K., Bethany. Hati-hati, ya. Bersikap baiklah kepada ibumu dan Dominic. Sampai bertemu musim depan." Kata Dad memberikanku kantong-kantong berisi baju dan barang-barang pribadiku. "Thanks, Dad." Aku memeluk Dad. Ia terasa tegang. Aku tersenyum. "O.K., see you!" Ia masuk ke mobil dan menjalankan mobilnya. Goodbye, Dad.

Brotherhood // cameron dallasWhere stories live. Discover now