Ten

114 17 0
                                    

Ginny, Jay dan aku akhirnya memutuskan untuk pergi ke kafetaria. Di jalan mereka menjelaskan bagaimana hubungan mereka berlangsung. "I know it's weird, but I fall for him anyway." Kata Ginny, dengan binar matanya yang terlihat ia sedang bahagia. Aku tersenyum lagi. "Kau, aku tak tahu kenapa aku jatuh padamu, kau hanya, kau berbeda, Ginny. Aku mencintaimu." Jay mencium Ginny. "Alright, lovebirds stop." Kataku. Mereka berhenti bermanja-manjaan.

"Oh, yeah, I want to ask you anyway." Kata Jay. "Yeah, sure." Jawabku. "Are you having a relationship with Adam Elgus?" Tanyanya.

"Oh, my god, big no! I hate him, really! He's crazy man!" Tuturku. "Dia lelaki yang dingin, kenapa ia bisa bercanda denganmu?" Tanya Ginny. "Aku bahkan tak tahu! Aku tak peduli! Oh, tolonglah, Ginny, Jay, jangan bahas Adam, aku sangat membencinya!" Tuturku.

"I heard it, idiot!" Seru seseorang. Aku menoleh ke sumber suara. Oh, tuhan, gerombolan huskies yang sedang makan siang di meja khusus mereka. Adam ada disana bersama teman-temannya. "Screw you, Adam!" Aku lalu mengambil tasku dan meninggalkan kafetaria. Aku berjalan menuju lapangan futbol. Mendengarkan lagu dari iPodku. Entahlah, ini indah, dan aku tak tahu bagaimana aku tiba-tiba saja rindu Detroit. Kau tau? Adam yang membawa suasana Detroit kembali ke dalam diriku. Aku yang berusaha melupakannya, ia malah mengembalikannya semudah membalikkan telapak tangan.

We're raining in raining season..
We must've been in love..
I'm catching you affair with someone else..
But I still don't care..

"Hey!" Seseorang berseru. Aku sengaja tak menengok, biar ku tebak, itu pasti Adam. "Bethany kau tuli." Ia lalu duduk di sebelahku. Aku meliriknya. Ia tersenyum.

"Love is when you drag your heart, and dig it to somewhere else.. Love is when you taught it'll never be.." ia menyanyikan lirik lagu yang sedang aku dengarkan. Aku segera mematikan iPodku. "Hey! Kenapa kau hentikan?" Serunya. "Kenapa kau bisa mengetahui lagu yang sedang ku dengarkan?" Tanyaku. "Lihat, earphone mu tak tersambung, dasar aneh." Ia lalu bersandar di bangku ini. Oh, aku malu. Ternyata benar earphonenya tak terhubung, berarti sedari tadi iPodku menyala, dan semua orang dapat mendengar apa yang aku dengar.

"Give my schedule back, Adam!" Kataku mendelaknya. "I told you, it's not for fee. I need a guarantee." Jawabnya sambil memainkan tanganmu. "Why are you sitting here with me? You're a cold guy, aren't you?" Tanyaku, berharap ia akan skakmat. Ia mengangkat kedua bahunya. Aku memutar bola mataku. "Kembalikan, Adam!" Kataku.

Ia menggelengkan kepalanya. Aku membuang napas, napas pasrah.

"Kau harus ikut aku ke pertandingan malam ini, jika kau tak datang, kau tak akan mendapatkan jadwalmu kembali." Lanjutnya. "What? No!" Seruku. "Why not?" Tanyanya. "Listen, I'm not your someone, and I hate football game, and I hate staying up all night, and I hate you. So, just give my schedule back!" Geramku. Ia malah mendeham.

"What?!" Kataku.

"I'll proof that you were wrong," ia berbisik ke telinga kiriku. Ia lalu pergi meninggalkanku. Oh! Sensasi macam apa ini? Aku belum pernah merasakannya sama sekali! Ya tuhan! Aku kebingungan, entahlah, kebingungan yang hanya bisa dirasakan oleh diriku sendiri. Sekarang, bagaimana caranya aku meminta izin pada Mom ke pertandingan futbol? Keluarga kami membenci futbol.

"Uhmm, so, what do you think mom?" Tanyaku gugup setelah aku meminta izin. "It's still a no, sweety. You can't go." Jawab Mom. "Mother, please. Just once, I promise.." pintaku, ku maksud, mohonku.

"Hey, what's going on there?" Dom tiba-tiba keluar dari kamar, oh, bahkan aku tak tahu ia sudah ada di Illinois. "She wants to go to football game it's impossible." Tutur mom. "Mom, please, I beg you." Pintaku lagi.

"Ku pikir itu bukan ide yang buruk, Eli. Biar aku yang mengantarnya ke lapangan." Kata Dom, ia segera mengambil jaket kulitnya. "What? Are you serious, Dom?!" Kataku. Ia mengangguk mantap. Wow, aku akan pergi ke pertandingan futbol, menemui Adam.

"Thank you!" Aku otomatis memeluknya. Aku benar-benar merasa aku sedang memeluk Dad, oh, apa yang sedang ia lakukan sendirian di rumah?

"Jangan pulang terlambat, Dom!" Mom berteriak dari dalam rumah, sedangkan kami sudah siap untuk pergi ke football game malam ini.

Di jalan, Dom tak banyak bicara, ia hanya bernyanyi lagu yang diputar dari radio, lagu-lagu country, seperti Dad. "Kenapa kau sangat ingin menonton futbol, Beth?" Tanya Dom. Aku tersenyum. "Aku akan menemui temanku, Dom, namanya Adam." Kataku. Dap! Ia langsung mengerem mobilnya. "What's wrong, Dom?" Ujarku saat melihat tatapan wajah Dom, yang, kaget? "Sudah sampai." Jawabnya, namun masih dengan ekspresi yang sama. "Thank you." Aku segera turun dari mobil, meninggalkan Dom dengan wajahnya yang kaget. Maksudku, kenapa ia harus kaget? Apakah aku membuatnya kaget?

Aku segera menukar tiketku yang sudah ku beli sebelumnya. "Sebelah sini, nona." Seorang pegawai lapangan menunjukanku tempat duduk yang sudah ku pesan, cukup dekat dengan lapangan.

Sekitar 15 menit setelahnya, Huskies pun keluar dari kandangnya. Oh! Itu Adam! "C'mon Huskies! You can do it!!!" Seruku. Aku melihat sekitar. Oh, tuhan, banyak sekali wanita yang memegang poster Adam. Bagaimana mungkin mereka dapat tergila-gila kepada seorang idiot sepertinya? Ew.

Singkat cerita, Huskies menang dalam pertandingan ini, skornya 20-14, beberapa penonton turun ke lapangan untuk mengucapkan selamat secara langsung kepada seluruh pemain Huskies. Aku memilih menunggu di sini, di tribun.

"Oh, hey!" Aku segera menengok ke sumber suara. "Adam! That was great game!" Kataku langsung berdiri. Ia berdiri disitu, dengan kostum futbolnya. "Thank you for coming." Kata Adam. Aku menatap kedua matanya yang cokelat. "Yeah." Jawabku mantap.

Ia menggigit-gigit bibirnya. "Oh! Jangan langsung pulang, Beth. Aku punya sesuatu untukmu, tunggu disini ya, aku ganti baju dulu." Ujarnya lalu meninggalkanku lagi. Ah, mungkin ia akan memberiku jadwalnya.

15 menit kemudian, ia kembali. "You ready?" Aku menengok ke arahnya. Oh, tuhan, ia tampan sekali.

Brotherhood // cameron dallasWhere stories live. Discover now