Nine

136 20 4
                                    

"What do you mean?" Tanyaku tak percaya, maksudku, hei? Aku hanyalah cewek baru di sekolah ini, apa yang mereka bicarakan? Ia menangkat bahunya. Oh, sudah kuduga. "It's cold right?" Tanyaku, aku mengetik beberapa kata yang bahkan aku tidak paham. "Illinois memang selalu begitu." Jawabnya.

"Yeah, as cold as you." Ha- it's a trap, Adam." Ia mendelakku. "Sorry, just trying to trap you. I think it doesn't work." Aku kemudian kembali menatap layar macBook yang ada di pangkuanku.

Satu..

Dua..

Tiga.

"Hahahahahaha!" Hah?

Ia terlihat seperti orang gila, tertawa sendiri. "Apa?" Kataku melemparkan pandangan paling jijik ke arahnya. "It's a great pun, Beth. Haha, I'm laughing out loud! Hahaha!" Ia kembali tertawa. Gosh, he looks like a bun of cheewy candy while he laugh.

"Apanya yang lucu?" Tanyaku kebingungan.

"No, it's a trap too." Jawabnya kembali menjadi Adam yang dingin. "Whaaat? Hahahahaaa!" Kami berdua tertawa. Entahlah, jika aku ceritakan kembali, hanya aku dan Adam yang tahu bagaimana rasanya, bagaimana lucunya. Aku tersenyum seraya ia terus tertawa. Mungkin huskies belum pernah melihatnya tertawa, dan aku pernah.

"Oke, sudah sampai mana, Beth?" Tanya Adam. "Uhmm, aku tak tau, apa itu Tyrosida Hologram?" Tanyaku sambil menunjuk layar. "Hey, kau salah bagian, Beth. Sini, aku lanjutkan." Ia langsung mengambil macBook yang berada di pangkuanku.

Aku memperhatikan matanya, sekali lagi, aku memperhatikan matanya.

"Lihat, kita seharusnya membuat projek tentang Magasida Hologram, kau salah, Beth." Ia banyak sekali menekan tombol backspace, aku tak peduli.

Ia melihat jam tangannya.

"It's a latenight," katanya. Jam 7. "Oh? Sorry." Aku langsung pura-pura memandang layar macBook. "We should go, let me finish this project," lanjutnya sambil menutup macBooknya, lalu memasukannya ke dalam tas. Aku melihat geriknya. "Tenang, kau tak perlu ambil pusing, lagipula kau kan tidak tahu apa-apa tentang ini." Katanya sambil tersenyum, dan, ya, itu lukisan indah tuhan yang dipajang di dalam wajahnya. Aku membalas senyumnya.

"Baiklah, aku harus segera pulang." Katanya, ia mengambil tasnya. Aku ikut dia berdiri. "Where are you going?" Tanyanya, salam perpisahan. "Uhmmm, Larryside, biarlah, aku bisa pulang sendiri." Kataku.

"Larryside? Wow, aku sangat familiar dengan tempat itu. Kau pulang dengan siapa?" Tanyanya. Ku pikir sudah ku jawab sebelumnya. Aku mengangkat kedua pundakku, seperti apa yang ia biasa lakukan jika aku bertanya padanya. "Baiklah, aku pulang duluan, thanks, Beth." Katanya. Ia langsung berlari ke arah yang berlawanan dari jalan pulangku. Aku tersenyum seraya melihat kepergiannya, ia sangat aneh menurutku, entahlah.

"Mom! I'm home!" Aku membuka pintu rumah.

"Hello, Bethany!" Suara berat menyapaku, itu tentu bukan Mom. "Oh, hey, Dominic, kau sudah pulang dari Chicago?" Tanyaku sambil mengeluarkan coke dari dalam kulkas. "Ya, baru siang ini. Kenapa kau pulang larut, sayang?" Tanya Dom. Oh, ia memanggilku sayang, itu manis.

"Aku baru selesai kerja kelompok,"

Ia mengangguk mantap. "Where's mom?" Tanyaku. "Oh, dia masih di panti. Banyak barang yang harus ia bagikan, kembali ke kamarmu, Beth. Kau akan terlambat bangun esok." Kata Dom. "Baiklah."

Aku langsung berjalan menaiki anak tangga menuju kamarku.

Ah, rasanya lega sekali bisa bersentuhan kembali dengan kasur dan spreiku. Aku selalu memutar dan me-reka ulang kejadian yang aku alami sepanjang hari. Adam, Adam, Adam. Ia sedang bergelut dengan otakku.

Hatiku berkata iya, tapi otakku mengatakan jangan.

Ah, mungkin aku sudah gila. Ia kan lelaki paling jutek dan sinis di huskies, mengapa aku harus menyukainya? Aku mencoba melerai semua pikiran-pikiran tentang Adam.

Ia hanya seorang lelaki.

Aku membuka mataku seraya cahaya matahari menembak kelopak mataku. "Uhmmmm.." aku menggeliat di tempat tidur. Ini sudah hari esok. Oh! Aku belum mengecek jadwal hari ini. Segera kucari kertas yang berisi jadwalku.

Aduh, mana ya? Sedari tadi aku mengoyak-oyak isi tasku namun tak kutemukan. Aku mencarinya ke seluruh tempat di ruangan ini. Tapi tak ku temukan. "Mom! Dom! Did you find my schedule? I lost it!" Aku berteriak dari kamar. Gawat.

"What's up, babes?" Mom segera datang ke kamarku. "I lost my schedule, did you find it?" Tanyaku.

"Nope, where did you lost it?" Oh, good question, Mom.

Aku menatapnya kesal.

"Oh, maaf sayang. Tapi aku benar-benar tidak melihatnya. Lebih baik kau bersiap hari ini, siapa tau kau ada jadwal pagi, aku akan mengantarmu." Kata Mom. Oh, sial. Aku mengangguk pelan.

Gawat kalau aku harus kehilangan jadwalku, jadwalku bisa berantakan bahkan mungkin aku tidak bisa lulus. Ah!

Mom dan aku pergi ke Huskies. Aku sangat berharap bahwa jadwalku ada cadangannya, namun nyatanya tidak.

"Sayang, jangan panik, oke? Kau pasti akan menemukannya." Kata Mom. "Mom, bagaimana aku menemukannya? Aku saja tidak tahu jadwalku hari ini apa!" Aku berseru, sedikit berteriak. Aku langsung keluar dari mobil dan berlari ke dalam huskies. Satu yang aku cari: Ginny dan Sylvia, siapa tau mereka bisa membantu.

"Sorry, sorry, I'm in rush, sorry!" Aku berlari, sampai beberapa orang tak sengaja ku tabrak. Duuuh, dimana Ginny dan Sylvia? Aku panik. Brakkk! Aku tak sengaja menabrak seseorang.

"Oh, maaf!" Seruku, aku menabrak..

Adam. Ia melihat ke arahku. "Sorry, I'm in rush, Adam!" Aku berniat kembali berlari mencari Ginny dan Sylvia. Dap! Adam menahan tanganku. "Kau mencari ini?" Ia mengeluarkan secarik kertas... itu jadwalku!

"Oh, ya tuhan!" Aku segera mengambilnya. Namun ia menariknya lagi. Jarak kami begitu dekat, sampai aku rasa aku bisa merasakan nafasnya.

"Give it to me, you suck." Kecamku pelan. Ia tersenyum. "Not for a fee." Jawabnya. Apa? Apa maksudnya Adam! Aku kesal.

"Kembalikan, idiot!"

Ya, kami bertengkar di ruang loker, semua memata memandang kami, kau tahu, pandangan aneh, bahkan beberapa dari mereka ada yang merekamnya dari handphone. Oh, ya tuhan. Ia menariknya lagi. "If you want it, take it after school. Football field, I'm waiting you!" Ia segera lari sambil membawa jadwalku. Oh! Sialan dia!!!!

"Oh my gosh, Bethany! How could you do that?" Tiba tiba saja ada Ginny. "Do what?" Tanyaku, dengan sisa-sisa kekesalan pada Adam.

"Bagaimana caranya kau bisa bermain-main dengan Adam? Mengajaknya berbicara saja sangat sulit! Hey? Ada apa kalian sebenarnya?!" Tanya Ginny, panik.

"Oh, tidak, tidak, Ginny. Ia mate ku di kelas saintifik hologram, ia menyebalkan, ia mengambil jadwalku dan sekarang aku tak tahu harus bagaimana."

"Ya! Itu yang inginaku tanyakan." Ia berseru lagi.

Aku mengeryitkan dahiku, "Bagaimana bisa kau mate dengannya? Ia anti-wanita, kau tau?" Jelasnya. Wow. Aku menggeleng. "Entahlah, Ginny. Tolong jangan bahas tentang Adam, kini aku tak tahu aku ada jadwal apa." Jawabku kesal.

"Hey, what's up, Babe?" Aku segera menengok ke belakang. Jay?!!!!!!

"Hi, babe." Ginny menyapanya, mereka berdua berciuman.

Aku tertawa, sangat lepas. Maksudku, apa kalian ingat saat Ginny bilang bahwa ia membenci Jay dan mengatakan bahwa Jay adalah orang gila? Kini mereka berciuman tepat di depanku. Oh, astaga, teoriku terbukti nyata, dari benci, seseorang bisa menjadi cinta. Entahlah.

Aku masih tertawa geli, melihat bagaimana mereka bermesraan. "Wow, I must be missing a lot of moments, right?" Kataku, tak bisa berhenti tersenyum. Mereka berdua tertawa.

Itukah cinta?

Brotherhood // cameron dallasWhere stories live. Discover now