10. Perasaan

1.3K 51 5
                                    

"Hai" Michael nyapa gue sambil menyedot es jeruk yang dia pegang di tangannya. Dia menggigit sedotannya hingga sedotannya terlihat melengkung.

Gue tersenyum malu, "Yeah" jawab gue sambil mengangkat alis kemudian melenggang masuk ke dalam kelas.

"Mia!" Michael narik tangan gue, dan gue berbalik ke arahnya.

"Yeah?" tanya gue degdegan.

"Hari ini kita pulang bareng ya.. ada yang pengen gue omongin"

Gue degdegan dan takut, "Ehm.. kenapa gak disini aja? Mumpung sekarang masih setengah delapan?" kata gue sambil celingak-celinguk ke kiri dan ke kanan. Tumben Michael datang pagi-pagi, by the way, gue belum liat Calum. Gue kangen sama dia.

"Gak bisa, gue gak mau kalau ngomong di sekolah. Soalnya ini agak..." dia kebingungan sambil menggaruk pundaknya.

Gue menghela nafas, "agak?" tanya gue.

"Agak.. euh"

"Okay" gue berkacak pinggang. "Kebetulan gue lagi ngidam kebab, pulang sekolah anterin gue ke kedai kebab. Kita ngobrol disana" tawar gue. Gue gak mau Michael nganter gue sampai ke rumah, karena dia udah pernah ke rumah gue sebelumnya.

"Lo.. ternyata bisa ngomong pake gue-lo? Gue kira lo ngomongnya cuma pake aku-kamu?" Michael kaget.

"Sebenernya sebeleum gue pindah kesini, gue lebih sering ngomong pake gue-lo, jadi khusus sama lo, gue bakal ngomong pake gue-lo lagi" kata gue.

Tunngu, 'khusus sama lo?'

Aduh, mati gue!

Michael mengangkat alisnya dan dia memberikan gue tatapan 'gimana lo aja dah'. Dia menggigit bibirnya, "Okeh, kalau gitu pulang sekolah gue anter lo ke kedai kebab. Janji?" katanya, dia ngasih jari kelingkingnya ke gue, dan gue mengaitkan jari kelingking gue sebagai tanda janji.

Kenapa kita jadi akur gini?

....

Sekolah berjalan terasa lama jika pulangnya ada hal yang di tunggu-tunggu. Calum juga gak masuk hari ini karena gue dapet info katanya dia lagi sakit muntaber. Selama perjalanan berlangsung gue dan Michael gak ngobrol sama sekali, kecuali pas pinjem-pinjeman pensil atau gue gak sengaja nendang kakinya dia. Selebihnya gue gak berani nengok ke dia dan gue menghindari sentuhan tangan Michael setiap kali dia bergerak.

Sumpah, Michael hari ini ganteng banget, dia ternyata punya sedikit kumis dan jenggot dan rambutnya di cat jadi coklat tua. Padahal kemarin waktu dia ke rumah gue rambutnya masih warna item. Gue terpesona dan gue makin jatuh cinta sama dia.

"Mia!"

Guru matematika gue manggil.

"Eh? Iya?" gue kelabakan.

"Kenapa kamu liatin Michael terus! Dari tadi saya suruh kamu jawab soal nomor lima. Maju ke depan!" katanya sok tegas. Gue memutar kedua bola mata gue kemudian berjalan dengan malas ke depan. Matematika? Gampang. Ini pelajaran yang paling gampang yang bisa gue taklukin di dunia. Gak ada semenit gue ngejawab, mulut bu guru langsung menganga.

"Beres bu" jawab gue sombong sambil kembali berjalan menuju bangku gue.

"Ehm, okay.." bu guru merasa gak percaya ternyata gue sepintar ini. "Bagus, lain kali jangan ngelamun saat pelajaran saya, kamu itu anak pintar.." katanya sambil tersenyum manis, dia berusaha ngambil hati gue.

"Selanjutnya, nomor enam, Sania! Kerjakan didepan!" kata bu guru.

Sambil nunggu Sania ngerjain soal di depan, Michael nyikut gue. "Sssst" katanya. Gue nengok dan gue terkena kilauan dahsyat dari matanya yang berwarna hijau.

Bad School GirlWhere stories live. Discover now