8. Masa Depan

1.2K 50 4
                                    

"Mia?" Bokap gue manggil dari luar kamar gue dan udah setengah jam dia ngetok pintu kamar gue.

"Mia... Sampai kapan kamu di kamar terus? Udah dua hari kamu mengurung diri di kamar!! Kenapa kamu gak sekolah!!!" bokap tetep ngetok pintu kamar gue.

Gue diem. Pura-pura masih tidur, sambil ngebungkus seluruh badan gue dengan selimut. Gue mengintip sedikit ke luar dan melihat jam berapa sekarang.

Jam 8

Hari ini gue bakal bolos lagi, jam segini biasanya pelajaran dah dimulai. Gue dah bolos selama dua hari ini gara-gara si Zayn yang dah nyium gue. Gue akui ciumannya benar-benar membanggakan, bibirnya terasa penuh dan lembut. Untuk ukuran ciuman pertama gue bisa dibilang ciuman bersama Zayn adalah cukup berkelas.

Okay, calm.. Mia, Calm...

Gue juga gak masuk sekolah karena gue malu ketemu Michael. Karena secara gak langsung gue dah ngungkapin perasaan gue.

Tok tok tok tok

"Miaa!! Buka pintunya!!! Papa bawa sesuatu kesukaan kamuu!!" katanya masih tetap bersikeras. Mendengar iming-iming tersebut ya gue gak mungkin nolak lah!
Akhirnya gue beranjak dari kasur dan ngebuka pintu kamar dengan tampang yang di lemes-lemesin.

"Ada apa papa sayang?"

"Mia, kamu masih sakit? Mau ke dokter?" bokap membawa telapak tangannya ke dahi gue untuk mengukur suhu tubuh gue.

"Ehmm pa... Ermm-"

"Ah, kamu gak panas. Pokoknya besok kamu harus masuk lagi sekolah! Gak ada bantahan!"

"Iya papa...." jawab gue sambil menggelayut di pintu.

"Oh iya, katanya papa bawa sesuatu kesukaan Mia, mana??" gue menyodorkan telapak tangan gue yang kosong.

Bokap gue menggelengkan kepala sambil mendesah. Tanpa memberikan apa-apa, dia masuk ke kamar gue dan duduk di tepian kasur. "Sini, duduk" katanya dengan tampang serius.

Gue cemberut, dan kedua pengawal bokap gue yang masih berdiri di ambang pintu terkekeh ngeliat ekspresi gue. Akhirnya gue menuruti dan duduk di sampingnya sambil memeluk bantal berbentuk pizza.

"Gini, kamu tau kan mama kamu udah gak ada? Dan kamu adalah anak tunggal penerus papa?"

Gue mengangguk.

"Papa mau minta maaf sama kamu karena papa salah mendidik kamu, dari kecil papa malah lebih sering mengajarkan kamu bagaimana caranya bertarung dari pada belajar.." dia menatap jendela kamar gue, dan gue hanyut dalam perkataannya.

"Tapi papa sadar bahwa kamu itu perempuan, kekuatan fisik perempuan tidak sekuat laki-laki dan kekuatan kamu akan berkurang semakin kamu dewasa dan setelah kamu melahirkan anak... Jadi papa dengan hormat minta sama kamu, tolong belajar yang giat, luluslah dengan nilai membanggakan setidaknya itu pesan almarhum mama kamu..."

Gue menunduk dan diam tanda berfikir.

"Papa gak akan mewariskan kekuatan gangster Bang Su'ep papa ke kamu. Papa bakal menyudahi tradisi turun temurun ini di era papa. Papa mau kamu jadi pemilik perusahan yang sudah papah bangun selama 10 tahun.." lanjutnya. Gue terkejut.

"Papa punya perusahaan?? Kok Mia gak tahu? Kenapa papa gak kerja disana aja?"

Dia menatap gue lembut sambil menjawab pertanyaan gue. "Nama papa sudah kotor dengan berbagai tindakan kriminal, itu akan menghancurkan citra perusahaan, jadi papa serahkan ini kepada Bang TaTang, dia orang kepercayaan papa namun umurnya sudah semakin senja, dan papa butuh orang baru untuk menggantikan kedudukannya.."

Gue mengangguk.

"Papa sengaja rahasiakan ini ke kamu supaya kamu tidak seenaknya menggunakan kekayaan keluarga kita untuk berfoya-foya, dan papa janji, papa bakal kasih tau nama perusahaan papa dan papa bakal serahin kedudukan Bang TaTang kalau kamu lulus sekolah dengan nilai membanggakan. Kamu mau kan jadi pemimpin perusahaan? Itu cita-cita Mia dari masa kanak-kanak kan?"

"Papa..." gue gak sengaja meneteskan air mata gue, gue merasa sedih dan malu dengan tingkah laku gue yang onar sampai-sampai gue beberapa kali dikeluarin dari sekolah. Gue meluk bokap gue dengan erat dan berterimakasih dengan apa yang udah dia persiapin untuk masa depan gue. Gue sayang bokap gue dan gue gak pernah malu punya bokap kriminal. Toh dia baik sama gue dan dia gak pernah bunuh orang yang gak bersalah.

"Papa.. Makasih" kata gue sambil nangis di pundaknya.

"Papa yang harus berterimakasih sama kamu, karena kamu memang anak yang pintar dan cerdas, meski papa salah mendidik, kamu tetap bisa berfikir dengan IQ kamu yang tinggi itu. Papa bangga sama Mia.." Dia mengecup kening gue dan gue memejamkan mata untuk merasakan kasih sayang yang dia beri.

"Boss!!! Boss!!!" anak buah bokap gue masuk ke kamar gue dengan terburu-buru dan panik. Kami berdua langsung melepaskan pelukan dan menatapnya penasaran.

"Kenapa?!" tanya bokap gue sigap.

"Do-do-domino Mafia mengirimkan seseorang ke depan rumah kita!!!" katanya.

Domino?

"Papa.." suara gue bergetar karena gue tahu apa yang bakal terjadi. Biasanya jika ada seseorang yang dikirim kesini, menandakan akan terjadinya perang atau perebutan daerah kekuasaan.

"Mia, kamu disini. Bukan sekali dua kali Domino mengirim orang utusan" kata bokap sambil nyium kening gue. Dia pun ga berapa lama menghilang keluar dr kamar gue dan gue langsung cepat-cepat lari menuju balkon untuk mengintip ke bawah siapa yang datang.

Pas gue liat ke bawah ternyata mukanya ga keliatan, dia lagi pakai hoodie jaketnya dan bokap gue nyuruh dia masuk. Pengawalnya dia ikut masuk juga.

Dengan inisiatif, gue langsung berlari ke bawah dan bersembunyi di belakang tembok, bermaksud ingin tau siapa orang suruhan Domino Mafia yang ada di ruang tamu rumah gue...

Gak berapa lama, orang itu melepas hoodie-nya dan memberikan selembar surat ke bokap gue. Ya, benar dugaan gue kalau ternyata orang utusan Domino yang datang kesini adalah Michael Clifford.

Bad School GirlWhere stories live. Discover now