Aku mendengus. Semoga Kalah? Bagai aku akan berusaha mengikuti jalannya permainan dan membunuh penduduk sekitar. Memangnya siapa mereka berhak menjerumuskanku ke dalam permainan tidak masuk akal ini dan memerintahkan untuk mengeliminasi orang-orang demi menang? Sungguh gila, untuk apa aku yang dulu malah berjanji untuk menang?
"Baiklah, setiap tengah malam kami akan menghologram setiap pemain di langit dan mengabari peringkat mereka. Barang siapa yang mendapatkan peringkat satu di hari ketiga, dialah pemenangnya." Aku kembali mendongak demi mendengar penjelasannya lebih jauh hanya untuk mencibirnya, bukan karena tertarik. "Semua iblis sudah tahu permainan ini sangat bergengsi dan kalian sudah membunuh beratus-ratus manusia demi berada di sini, mengalahkan pesaing lainnya dengan membantai umat rendah sebanyak-banyaknya. Manusia rendahan sudah banyak menjadi korban kemenangan dan banyak iblis seusia kalian kalah, maka dari itu jangan anggap permainan ini remeh lalu berjuanglah demi nama keluarga. Ingat, respeklah taruhannya."
Aku menghela nafas, mau berapa kali lelaki menyebalkan itu mengulang perkataannya tentang respek? Memangnya hal itu benar-benar penting hingga harus mengobarkan banyak manusia? Iblis seusiaku di sini pasti telah membunuh banyak sekali manusia, menciptakan darah ke tubuh sendiri. Tunggu, aku juga berada di dalam permainan ini bersama lima orang lainnya, berarti aku juga... Membunuh? Tidak mungkin! Aku tidak akan menumpahkan darah orang lain demi diriku sendiri, aku tidak sejahat ataupun segila itu! Namun, kata lelaki itu kami mengalahkan iblis lain dengan membunuh lebih banyak manusia hingga unggul dan berada di sini yang berarti aku telah...
"Permainan akan dimulai dalam waktu semenit. Kami telah memberi kalian semalaman untuk mengeksplorasi daerah ini, yang pastinya sudah kalian hafal untuk mempermudah membunuh," ujar lelaki itu penuh kesenangan. "Mari kita lihat siapa pemenangnya, dan bagaimana wajah Tara nanti ketika dia kalah."
Aku mendecakkan lidah, kesal dengan cemoohan sang lelaki mengenai 'Tara Fascienne' yang mereka kenal. Dalam presepsiku, Tara(sialnya aku) mungkin tidak pernah bermaksud menjadi aib atau lainnya. Bahkan dia(sialnya aku) berusaha semaksimal mungkin untuk tidak membuat keluarganya menanggung malu karena dirinya, aku bahkan tidak tahu alasannya jadi aib bangsa iblis secara dalam, tetapi aku yakin tentang itu. Karena aku pasti lebih memilih kabur dari rumah--yang sudah kulakukan--daripada hidup dalam bayang-bayang mempermalukan papa mamaku. Tara Fascienne, mengapa aku sangat terkejut itulah aku, namaku? Apa betul aku Tara, atau ini hanyalah salah paham?
"Baiklah semuanya, dalam dua puluh detik akan terdengar suara ledakan dari angkasa yang menandakan dimulainya permainan. Harap diingat bagi yang memburu satu sama lain akan didiskualifikasi dan jika tidak mematuhi aturan pula dikeluarkan dari permainan," jelas lelaki menyebalkan tersebut, mengingatkan kami semua untuk yang terakhir kalinya. "Ingat pula, keluarga kalian menonton dan mengharapkan kemenangan dari anaknya. Semoga beruntung kecuali Tara Fascienne, permainan akan dimulai."
Lagi-lagi merendahkanku. Memang apa yang pernah kulakukan hingga pantas dihilangkan ingatannya dan diasingkan? Bagai dengan menjadi aib yang sama sekali tidak kuketahui mengapa, membuatku pantas dimusuhi, layaknya aku membuat semua orang terluka hanya karenanya. Dan itu sama sekali tidak masuk akal. Mungkin mereka membenciku hanya karena dianggap aib, sebatas itu saja!
Lalu, terdengarlah suara ledakan dari langit.
"Selamat bertanding!" Aku panik, apa yang harus kulakukan sekarang? Bersembunyi, menyerah, meminta pertolongan? Mana mungkin manusia buatan di sini dapat membantuku, mereka terprogram untuk menjadi mangsa. Mamaku juga, mungkin di rumah dia memang lagi kebingungan atas kepergianku, dan suaminya sama sekali tidak membantu...
"Ah semuanya! Mereka berlima sudah bergerak menuju target masing-masing kecuali nona Fascienne kita, apakah dia berniat menelan kembali omong kosongnya soal menang?" Gelak tawa terdengar dari lelaki menyebalkan itu, membuatku menoleh hanya untuk melotot. "Oh, dia sangat menyeramkan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Demi Ragaku
FantasyTidak perlu kusebutkan namaku. Abaikanlah pula masa laluku. Karena yang terpenting nanti aku akan memilih opsi. Satu akan memperkuat jati diriku sebagai Iblis. Atau satu lagi Yang akan mengembalikanku menjadi diriku yang dulu. Apapun pilihanku, aku...