"Mei, kau laki-laki?"
Betapa terkejutnya aku menyadari fakta bahwa seorang gadis manis di hadapanku sama sekali tidak memiliki dada. Dia lelaki! Astaga, jadi selama ini aku bergaul dengan seorang lelaki yang berpakaian perempuan dan sama sekali tidak waspada karena berpikir dia sejenis denganku. Ini sungguh mengejutkan dan memalukan di saat yang bersamaan, bagaimana mungkin aku belum menyadarinya hingga sekarang?
Mei yang kini mengerutkan dahi di depanku masih saja membisu berkat keterdiamanku. Mungkin dia sama terkejutnya denganku mengenai kesadaranku, tetapi yang paling berhak untuk kesal adalah aku. Jadi selama ini aku bercengkrama dan melalui keseharian di permainan pembunuhan ini dengan seorang lelaki, tetapi aku menyangka dia perempuan. Apa pula maksudnya berpakaian perempuan? Apa dia salah satu dari banyaknya rencana para petinggi untuk menghancurkanku?
Mei mendesah pelan. "Tara, aku dapat menjelaskannya-"
"Aku tidak perlu perjelasan! Persetan dengan kalian semua karena selalu dan selalu merengut apa yang kukira nyaman!" teriakku dengan kesal yang membuatnya terdiam. "Mengapa semua orang selalu ingin menjatuhkanku? Apa yang kulakukan?"
"Tara! Aku bukannya berusaha mempermainkanmu dan membuat para iblis di luar tertawa berkat keberhasilanku." Dia berusaha mendekatiku dan menenangkanku, tetapi aku begitu kesal hingga menjauhinya. "Tara, aku punya alasan mengapa melakukan ini semua."
"Dan apa itu? Agar kau bisa mendekatiku sebagai seorang perempuan dan berakhir menertawai kebodohanku karena tidak menyadarinya?"
Mei menghela nafas sebelum melipat kedua lengannya di atas dadanya. "Kalau aku memang berniat menipumu, pasti sekarang aku sudah gagal karena tertangkap basah," ujarnya dengan santai, matanya tetap menatapku walaupun aku membalasnya dengan pelototan. "Aku hanya menyamar sebagai perempuan karena tidak ingin kau kenali."
Aku mengerutkan dahi. "Jadi kau berpakaian perempuan dan membuatku merasa bodoh hanya demi tidak kukenali? Alasan macam apa itu, jangan harap akan kuterima."
"Tara, aku tahu kau telah kehilangan seluruh ingatanmu karena seseorang tetapi diriku takut kau mengenaliku. Aku ingin berada di di sini seperti dulu, tetapi bila kau mengingatku kau akan kembali... Menggila." Aku sama sekali tidak mengerti maksud akan ucapannya tentang alasannya menjelma menjadi perempuan agar tidak kukenali, tetapi aku yakin kami pernah bertemu dulu. "Maaf Tara."
Aku mendesah dengan kesal, melemaskan kakiku dan membuat tubuhku terduduk itu mudah, tetapi menatapnya yang memandangku dengan tatapan aneh itu sulit. "Bisa kau jelaskan masa-masa aku menggila agar aku lebih percaya?" Aku menepuk pelan titik kosong di sebelah kananku dan memintanya ikut duduk. "Kau tahu itu hakku untuk mengetahui masa laluku, kan?"
Mei duduk di sebelahku dengan pelan sebelum meragu sesaat, tampaknya dia ingin menimbang-nimbang antara memberitahuku atau tidak. Dia menghela nafas kesal sembari termenung di sebelahku, berusaha tenang dan bersuara. "Aku bukannya ingin menahan pengetahuanku mengeni masa lalumu karena malas mengabari, tetapi ini semua demimu." ujarnya yang mengundangku menahan nafas kesal karena tahu takkan diberitahu apa-apa. "Kau harus tahu bahwa kenangan-kenangan yang mungkin kembali padamu selama ini sungguh abstrak. Karena keacakan itulah aku tidak ingin membebanimu lagi dengan ingatan baru."
"Maksudmu?" tanyaku dengan bingung.
Mei tersenyum singkat. "Pasti kau sudah mulai mengingat-ingat masa lalumu sejak pertama kali di sini, kan? Dari masa SMA hingga kenangan di permainan terakhirmu, kau pasti sudah mengingat sedikit." Sebelum mengangguk singkat padanya, aku termenung sebentar. Benar katanya, aku ingat tentang Danar dan Lala di masa SMA-ku lalu tiba-tiba kenanganku ketika berada di rumah Arsani setelah dia menculikku. Sungguh abstrak memang kata yang tepat untuk mendeskripsikan kenangan yang kembali lagi padaku, tidak berurutan. "Karena itu kau pasti merasa pusing karena segala kenangan itu, makanya aku tidak ingin kau bertambah bingung."
KAMU SEDANG MEMBACA
Demi Ragaku
FantasyTidak perlu kusebutkan namaku. Abaikanlah pula masa laluku. Karena yang terpenting nanti aku akan memilih opsi. Satu akan memperkuat jati diriku sebagai Iblis. Atau satu lagi Yang akan mengembalikanku menjadi diriku yang dulu. Apapun pilihanku, aku...