Kenanganku

38 4 0
                                    

Bagus. Setelah terlena cukup lama berkat ketidaktahuanku mengenai permainan yang kuikuti sejak lama ini dan keterkejutanku mendapati akulah Tara Fascienne, haruskah pemberitahuan lelaki menyebalkan itu menghantamku lagi? Aku sudah hapal di luar kepala nama-nama pesaingku dalam permainan biadab ini--Maria, Mei, Lara, Ray, dan Rio--lalu mengapa sekarang sembilan orang lagi akan hadir mencipratkan darah manusia semakin cepat? Aku tahu orang-orang di sekitar sini hanya tiruan, robot ciptaan yang memang dibuat untuk dibunuh para iblis. Namun, rasanya tetap sesak menyadari kelakuan para iblis yang hanya berbatas pada membunuh dan malah bersaing melaluinya.

Kini aku sudah berada di depan rumah Neah, ragu untuk masuk atau tetap diam di luarnya. Aku sudah sempat menarik perhatiannya dengan membobol tadi, tidak ingin mendapat masalah lagi dan berakhir didiskualifikasi dari permainan yang mengharuskan membunuh tanpa ribut. Aku malah semakin bertanya-tanya, apa alasan sesungguhnya diriku di masa lalu mengikuti permainan keji ini. Apa benar hanya semata-mata demi membersihkan nama keluarga berkat menjadi aib yang bahkan aku sendiri melupakan penyebabnya, atau karena hal lain? Hal yang lebih sakti dari sekedar nama keluarga Fascienne.

Suara lantang lelaki menyebalkan yang menjadi komentator itu berseru riang mengumumkan pertempuran lainnya di salah satu rumah. Rio sedang berkelahi menggunakan pisau dengan seorang wanita tangguh, berusaha untuk membunuhnya secepatnya. Sang komentator berteriak mengabarkan keadaan fisik Rio yang sudah terluka dua baret berkat pertarungannya, nyatanya wanita itu tidak selemah penampilannya. Entah mengapa aku jadi teringat dengan Lala dari kenanganku, gadis yang terlihat bagai putri tapi sebenarnya tidak manis. Ya, dia memang lucu, tetapi bukan anggun dan bertabiat sangat keputrian seperti halnya persepsi kebanyakan orang.

"Rio sangat kesulitan di tahap ini! Dia terlalu meremehkan karena beberapa pertandingan sebelumnya, lawan yang diberikan pembina permainan tidak setangguh ini!" seru komentator itu dengan semangat, apa lelaki itu tidak kecapekan setelah berbicara lama dan berteriak? "Di lain sisi, Lara sudah membuntuti seorang lelaki sebayanya dan berniat menyerang dikala sepi! Iblis kecil itu sangat berhati hati dalam memilih waktu penyerangan."

Aku tidak menghiraukan perkataan-perkataan komentator, aku pula mengabaikan pikiranku tentang seberapa banyak iblis di luar sana yang sedang mencemoohku karena berdiam diri saja. Aku hanya terpaku pada kepalaku yang berdenyut-denyut kencang saat mataku menangkap wajah Neah di jendelanya seperti kemaren malam. Aku bergerak ke sisi taman dan mencoba merebahkan diri di atas rumput hijaunya, mulai menutup mata.

Mari kutinjau ulang situasi ini. Kemaren malam, aku membuka mata di tengah derasnya hujan yang menerpaku, merasa amat kebingungan karena tidak mengingat apa-apa. Di saat aku hilang ingatan yang baru kuketahui berkat permainan ini--lelaki menyebalkan itu yang mengabari--yang kuingat hanyalah kenangan masa lalu tentang Danar dan Lala. Itu pun hanya sebatas hingga aku dan Danar berlari bersama menuju kelas, tidak ingat siapa yang berakhir mentraktir lawannya. Aku sungguh ingin mengingat jati diriku yang sebenarnya, bukan sekedar tahu kenangan tentang kelakuanku dikala itu. Sungguh menyesakkan mengingat masa laluku yang hanya membuatku semakin berpikir siapakah dia. Siapakah aku. Terkutuklah orang gila yang membuatku hilang ingatan!

Mataku kubuka untuk menyapa langit biru di atas sana, terlihat sangat menenangkan dan tentram, berkebalikan dengan suasana hatiku yang biru. Tanpa sadar, kenangan kembali merambatiku dalam satu terjangan yang kuat.

***

"Kamu baik baik saja, Tara?" Aku melebarkan mata dan langsung menolehkan kepala ke arah suara, bertanya-tanya siapa yang memanggilku dengan intonasi sangat lembut. "Apa kau ingat yang baru saja terjadi?"

Aku membuka mata di tempat yang sangat asing bagiku, kutolehkan pandangan pada sekitar. Aku berada di sebuah kamar penuh perabotan merah, entah itu kasur yang kutempati, meja kelam di tengah ruangan dengan taplak bergaris emas, korden bermodel lama, ataupun cat dinding berbentuk iblis. Tunggu, apa aku sedang berada dalam salah satu kenangan yang kulupakan?

Demi RagakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang