Duhh maaf banget yaa udah gapernah dilanjutin lagi😭. Karena kangen, aku pingin coba lanjutin. Semoga suka!!! Aku kasih recap sedikit!!!
Jadi Tara Facienne secara tiba-tiba bangun di dunia yang tidak ia kenal. Setelah menelisuri, ternyata dia berada di dalam permainan bantai kaum iblis yang merupakan ajang untuk meraih respek banyak kalangan. Tara yang entah mengapa dianggap aib semenjak kecil dan dibenci bahkan oleh kakaknya, harus menjalankan permainan bantai tersebut dengan memori yang terhapus. Untungnya dia bertemu Mei—yang ternyata lelaki bernama Ivan—iblis kuat yang entah mengapa membantu Tara mengenal dirinya lebih lagi. Lalu dia mengunjungi Rufus, salah satu kloning genius pemilik mesin canggih, yang membantu Tara mengingat masa lalunya. Kini Tara memulai kembali kehidupannya sebagai iblis, dengan mencoba memenangkan pertandingan penuh darah ini.
Skor saat ini (hari ke-3):
1. Rio (15 korban)
2. Lara (12 korban)
3. Ray (11 korban)
4. Maria (10 korban)
5. Mei/Ivan (5 korban)
6. Tara (3 korban)***
Tatapan jerih Rufus dan erangan memilukan Rookie masih berbekas jelas di memori Tara bagai menghantuinya ke manapun ia pergi. Tara tahu jelas dia harus membunuh mereka, itulah sejatinya seorang iblis, tetapi entah mengapa rasanya salah. Bagai ini bukanlah takdirnya.
"Rio sudah memimpin dengan lima belas pembunuhan, Lara dua belas, Ray sebelas, dan Maria sepuluh," ujar Ivan dengan sinis, layaknya mengingatkan Tara betapa tertinggalnya dia. "Sementara kau baru berhasil membunuh tiga orang. Tiga!"
Tara menghela napas dengan berat, tidak suka didesak. "Bagaimana mungkin aku menyusul mereka sekarang?" keluhnya yang membuat Ivan menggertakkan giginya. "M-maksudku pasti tempat ini sudah sepi, 'kan?"
Tanpa Tara sadari, Ivan menjitak kepalanya dengan keras. "Mulai dari dia!"
Setelah mengaduh perlahan, Tara menyadari rumah siapa yang selama ini mereka tuju dengan hati-hati. Tentu saja dia harus membunuh Neah, salah satu ikatan terbesarnya di dunia manusia. Ibu angkatnya yang mengasuhnya semenjak dia berumur 12 tahun.
"Selesaikan dengan cepat, ingat ini hari terakhir." Tatapan mata Ivan sangat mendalam, mengingatkan Tara akan sosoknya yang tanpa ampun menusuk Rufus hingga sekarat. "Kita harus mencari mangsa selanjutnya, tidak ada waktu untuk disia-siakan!"
Ragu, Tara memasuki rumah Neah dengan perasaan gelisah. Dalam hati dia mengingat kembali kenangan yang berhasil didapatnya: sekolah iblis penuh orang-orang yang membencinya, kakak gilanya, dan paling mengenaskan ialah teman manusianya yang ternyata iblis haus darah.
"Kamu?" Suara lembut penuh kasih yang amat dikenalnya menyambut Tara dengan mengejutkan. "Ada perlu apa di sini?"
Kau adalah seorang Fascienne, Tara.
Teriakkan memilukan Neah hampir membuat Tara menjerit nelangsa. Merasakan hangatnya darah wanita yang amat disayanginya setelah menembaknya dengan pistol, membuat Tara hampir gila.
Ivan datang di saat yang menentukan ketika Tara menangis bisu selagi memeluk tubuh layu Neah. Entah dari mana asalnya, terlihat cahaya membaluti kedua tangan gadis remaja tersebut, membungkus tubuh Neah. Cahaya terang yang sanggup membuat siapa pun tercengang ketika melihatnya.
Namun, cahaya itu berwarna putih.
"Apa yang kaulakukan!" jerit Ivan gusar selagi menarik Tara menjauhi mayat Ibu angkatnya. "Lenyapkan cahaya itu!"
Tara tidak tahu mana yang lebih mengejutkan. Fakta bahwa Ivan terlihat amat panik ketika mengetahui Tara menyesali perbuatannya atau karena dia menyadari keabnormalan cahaya gadis itu.
Yang pasti, Ivan lagi-lagi mendesaknya. "Apa kau tidak malu sebagai Fascienne? Tidak malu kalah lalu mempermalukan keluargamu?"
Kata-kata lelaki itu bagai peluru yang tepat mengenai jantungnya. Begitu sadar, Tara langsung mengingat tujuannya menjalankan permainan sadis ini dengan serius. Dia harus mengembalikan martabat keluarganya yang entah mengapa diselepelekan oleh kaumnya. Keluarga Fascienne yang dulunya dijunjung tinggi sekarang dilupakan bagai tidak pernah ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Demi Ragaku
FantasyTidak perlu kusebutkan namaku. Abaikanlah pula masa laluku. Karena yang terpenting nanti aku akan memilih opsi. Satu akan memperkuat jati diriku sebagai Iblis. Atau satu lagi Yang akan mengembalikanku menjadi diriku yang dulu. Apapun pilihanku, aku...