Age: 12 tahun
"HUUEEE!!"
"Selamat, bayi pria!"
Setelah teriakan yang keras dari bidan itu, suara tangisan bayi itu kembali memenuhi seisi ruangan ini. Dua orang bidan yang berkeringatan ini tersenyum dengan lebar melihat kehadiran sebuah kehidupan baru di dunia. Bayi itu, bayi lelaki itu terlihat sehat, meski tubuhnya yang penuh darah itu terlihat agak kecil dari ukuran yang biasanya.
Gadis remaja itu ngos-ngosan dengan wajah yang banjir keringat dan pucat. Ia terlalu capek. Saking capeknya, ia tidak bisa membuka kedua matanya yang terpejam itu. Sangat sakit, sangat lelah. Ia merasa ingin tidur kalau saja bidan itu tidak memanggilnya. Ia membuka kedua matanya dengan susah payah dan terpaksa karena bidan itu terus memanggilnya.
"Lihat, ini anakmu, Nak!"
Gadis remaja itu melihat bayi kecil yang bidan itu sodorkan kepadanya. Bayi itu sudah berhenti menangis, hanya tertidur dengan lelap sekarang. Sebuah senyuman kecil menghiasi wajahnya.
"Mana bayinya?!"
Sebuah seruan yang keras mendadak muncul di ruangan ini. Bidan dan remaja itu serentak melihat ke arah pintu, tampak seorang pria yang panik. Ia berlari kemari. "Di mana bayinya?" ulangnya bertanya.
"Ini bayinya," ucap bidan itu sambil tersenyum lebar. "Bayi lelaki yang sehat."
Begitu bayi itu sudah tiba di pelukannya, pria itu tersenyum dengan lega. "Oh, an—"
Dengan tiba-tibanya terdengar sebuah suara yang sangat keras. Gadis itu, gadis remaja itu, dengan tubuh yang sangat lemah itu tiba-tibanya menghantam dinding yang ada di belakang sandarannya itu dengan kuat, seolah memberi sebuah tanda. Pria itu tersenyum dengan sedih.
"A, anak yang sangat sehat. Cucuku ...." Pria itu memeluk bayi mungil itu dengan ekspresi yang sangat sedih, ekspresi yang misterius.
"Beri ... kan ... padaku ... bayi ...." Susah payah gadis itu bersuara, meminta kembali alih untuk memeluk bayi itu. Begitu mendengarnya, pria itu yang sempat larut ke dalam perasaannya itu langsung dengan sigap menyerahkan bayi itu, meletakkannya di atas dada gadis itu. Gadis itu kembali tersenyum begitu mendapatkan kembali bayi itu di dekapannya.
Melihat gadis itu dan bayi itu sama-sama tertidur dengan nyenyak tak lama kemudian, pria itu diam-diam tersenyum lalu keluar meninggalkan kamar gadis itu. Baru saja ia hendak melangkah ke dapur, kedua sosok bidan yang ia lihat sedang duduk di sofa, dengan mata yang mengarah kepadanya, menghentikan langkahnya. Lantas, pria itu terlihat kebingungan.
"Lho, ibu-ibu belum pergi?" ucap pria itu seraya berjalan mendekati mereka berdua. "Apa ada masalah?" tanyanya kemudian, melihat kedua bidan itu memperlihatkan wajah yang sangat serius.
Salah satu dari kedua bidan itu pun bersuara begitu ditanya. "Kami ingin tahu, berapa usia putri Anda?"
Pria itu terdiam. Ia tahu percakapan ini mengarah ke topik yang tidak disukainya. "12 tahun."
"Kamu yakin?" tanya mereka dan pria itu mengangguk. "Ini pertama kalinya kami membantu proses persalinan seorang gadis remaja ... sekecil itu. Apa terjadi sesuatu?"
Pria itu kembali terdiam lagi, bahkan kali ini terlihat murung. Ia menggeleng kemudian. "Tidak ada apa-apa."
Kedua bidan itu juga ikut terdiam. Mereka menyadarinya kalau pria itu tidak ingin menceritakan kejadian yang sebenarnya. Semua orang tentu heran kenapa bisa anak sekecil itu mempunyai anak. Namun untuk jawabannya, hanya ada satu di benak setiap orang dan hal itu tentu juga sulit untuk diberitahu kepada yang lain. Tahu topik ini buruk, salah satu bidan kembali bersuara lagi.
"Tapi kami merasa terkesan. Anak bayi itu bayi prematur. Ia lahir tidak pada waktunya dan hal seperti ini biasanya akan terasa sangat menyulitkan, baik untuk pihak anak maupun ibunya. Resiko kematiannya sangat tinggi.
"Untunglah putri Anda sangat kuat. Ia mampu melahirkannya tanpa operasi, pada usia yang sedini ini. Ini adalah hal yang sangat mengejutkan."
"Terima kasih." Hanya itu yang keluar dari mulut pria itu meskipun kedua bidan itu sudah memuji sebanyak itu.
"Pertengahan 7 bulan. Kurasa jarak segini tidak begitu membahayakan. Tapi demi jaga-jaga, kami menyarankan sebaiknya anak itu diletakkan di inkubator. Ya, demi jaga-jaga."
Pria itu menganggukkan kepalanya sekali. Meski tidak pasti, tapi reaksi yang ia berikan terkesan tidak acuh pada ucapan mereka. "Aku akan menanyakannya kepada anakku," ucapnya kemudian dan kedua bidan itu pun pamit untuk pergi. Sepertinya mereka juga menyadari keengganan pria itu untuk berbicara.
Setelah kepergian mereka, pria itu pun kembali melanjutkan aktivitasnya, yaitu pergi ke dapur, minum. Sesudah itu ia kembali lagi ke kamar gadis remaja itu. Ketika membuka pintu, kedua matanya terbelalak. Ia melihat gadis itu sedang duduk bersandar.
"Maaf, apa aku menganggu?" tanya pria itu dengan pelan dan gadis itu menggeleng pelan juga.
"Tidak," jawabnya.
Pria itu melangkah mendekat dan duduk di sampingnya. "Papa sempat berbincang sejenak dengan bidan itu. Katanya, bayi itu lebih baik diletakkan di inkubator demi jaga-jaga." Ia menatap gadis itu dengan datar. "Bagaimana menurutmu?"
Tak terduga, gadis itu menggeleng ketimbang mengangguk. "Aku ... tak ingin berpisah dengan anakku," gumamnya pelan. Ia menatap bayi itu yang sedang terlelap dengan tajam. Sebuah senyuman menghiasi wajahnya. "Biar aku saja yang merawatnya sendiri."
Tidak ingin berkomentar banyak, pria itu hanya mengangguk. Ia tidak bisa berkata apa-apa soal itu karena bayi itu adalah anak gadis itu. Ia hanya menghela napas sebagai gantinya.
"Ngomong-ngomong, apa kamu sudah memberi nama bayi itu?"
Gadis remaja itu terdiam. Ia kembali menatap bayi itu dengan tajam. Dengan wajah yang tidak berekspresi, mendadak sebuah tetesan air mengalir dari matanya. "Raven."
"Namanya Raven Geonce."
*******************************************************************************************
Sang pemeran utama sudah dilahirkan ke dunia, dan kisah mereka pun dimulai....
KAMU SEDANG MEMBACA
Rage in Cage (Complete)
Mystery / Thriller(Belum Revisi) Pernahkah merasakan amarah dan dendam yang kian mendalam namun tidak mampu diutarakan dan hanya bisa disimpan dengan erat? Itulah yang dirasakan oleh Elizia, sang ibu muda berumur 30 tahun dan sudah memiliki anak berusia 18 tahun bern...