Chapter 8 Part 2

3.6K 196 10
                                    

Sylva mematut dirinya di depan cermin. Ia mengenakan gaun panjang berwarna kuning cerah berlengan pendek sebelah. Gaunnya berhiasan mutiara-mutiara hitam di sekeliling atasannya dan dalaman gaun berlis hitam sutra. Wajahnya dipoles make-up tipis, terkecuali lipstiknya berwarna merah tebal. Ia mengenakan topengnya setelah itu, topengnya yang berbentuk setengah menutupi sekeliling matanya dengan warna hitam berkelip-kelip dengan bulu-bulu kuning di ujung atas dan bawahnya. Sylva tersenyum begitu melihat dirinya yang begitu cantik dan misterius di balik topeng yang ia kenakan itu.

Sylva sudah siap mendandan dirinya. Karena acaranya dilaksanakan dalam mansion mewah ini, yang lebih tepat rumahnya sendiri, ia tidak perlu repot-repot lagi naik mobil atau sebagainya. Setelah memastikan tatanan rambutnya sudah rapi, ia pun mengenakan sepatu hak hitamnya setinggi 7 sentimeter lalu meraih ponselnya. Baru saja ia hendak mengaktifkannya, suara ketukan pintu mengagetkannya.

"Masuk," sahutnya pelan dengan pandangan mengarah ke pintu begitu terbuka.

Di balik pintu itu berdiri seorang pria jangkung. Ia mengenakan tuxedo hitam dipadukan dengan dasi perak, senada dengan topeng setengahnya yang juga berwarna perak dan polos, tanpa hiasan apa-apa. Rambutnya bermodel mohawk, dengan kedua bagian sampingnya dipangkas habis hanya menyisakan setumpuk di tengah yang menjalar ke belakang membentuk seperti sapu. Memang pria itu mengenakan topeng, tapi secara keseluruhan pria itu terlihat sangat keren dan jantung Sylva berpacu tanpa terkendali. Ia bisa merasakan wajahnya yang memanas menatap pria asing itu.

"A, anu ... Anda siapa, ya?"

Oleh karena pertanyaan itu, sekejap dapat terlihat kedua mata pria itu di balik topeng terbelalak lebar. Ia terlihat kaget, tapi hanya sebentar saja karena ia sudah terkekeh sekarang, membingungkan Sylva.

"Kamu tidak mengenaliku?" Pria itu menanggalkan topengnya. "Ini aku, Va."

Kali ini giliran Sylva yang terkejut dengan mata terbelalak. Kini dia mengerti kenapa ia bisa deg-degan melihatnya, karena wajar saja, pria itu adalah orang yang ia sukai.

"Raven?!" Sylva masih terlihat sangat terkejut. "Kamu potong rambut? Kenapa?"

Raven tersenyum samar sebelum mengenakan topengnya kembali. "Untuk ganti penampilan saja," ucapnya seraya mengandeng tangan Sylva, "yuk," lanjutnya lalu menarik pergi ke ballroom.

Sejak masuk ke dalam playgroup, Raven sudah mengenal Sylva sampai sekarang. Ia juga sudah berkali-kali mengunjungi rumah mewahnya, jadi untuk membawa Sylva ke ballroom yang merupakan ruang tengah gedung ini bukanlah masalah baginya. Selain itu, dengan mengikuti orang-orang saja, mereka juga akan tiba di sana.

Sesampai di sana, sudah dapat terlihat banyak orang yang hadir. Hanya dengan melihat gaya pakaian dan cara bicaranya, sudah dapat diketahui bahwa mereka semua berasal dari kalangan atas dan terhormat. Kebanyakan dari mereka sudah mulai berdansa mengikuti alunan musik yang keluar, banyak juga yang sedang tebar pesona asal mencari pasangan. Maklum saja, ini adalah pesta topeng yang tidak memungkinkan kita mengenali pasangan yang kita pilih. Begitu merasa penampilannya menarik ataupun pandai berdansa, mereka akan langsung diajak dansa. Soal kenal atau tidak, itu adalah urusan mereka masing-masing.

Bedanya, ketika tiba, Raven tidak langsung berdansa ataupun makan. Dia hanya celingak-celinguk ke sana-sini dan langsung berhenti ketika ia berhasil menemukannya. Sosok seorang wanita berambut keriting dan mengenakan gaun merah. Ia menggunakan topeng yang sama persis dengan yang pernah ia amati sebelumnya. Elizia.

Raven menyeringai. Ia sudah yakin 100% akan mendapati sosok Ibunya di pesta ini, sebab pasangannya adalah peran utama acara ini. Kalau saja Ibunya tidak datang ke sini, tidak akan mungkin Raven akan berada di sini meski Presiden sudah mengajaknya sekalipun. Tapi walaupun ia mengenakan topeng, ia curiga kalau Ibunya bisa mengenalinya karena model rambutnya yang sebelumnya itu sangat unik. Itulah alasan yang sebenarnya ia memangkas habis rambutnya itu, dan sekarang ia bisa mengawasi Ibunya, tanpa ada niat untuk melepaskannya.

Rage in Cage (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang