Chapter 16 Part 2

3.2K 163 7
                                    

1 jam, 2 jam, 3 jam, dan sekarang, 6 jam sudah berlalu dengan percuma. Elizia duduk diam di sofa, dengan tatapan yang kosong, pikiran yang kosong, namun hati yang berantakan. Ia tidak seperti biasanya menyibukkan diri dengan tugas-tugas rumah yang bertumpuk ataupun menonton tv setelah semuanya selesai. Ia tidak melakukan apa-apa, hanya duduk saja, melamun. Pikirannya masih terhenti saat siang tadi, belum bisa berjalan. Berhenti tepat saat ia melihat Sylva datang.

Sylva.

Jantung Elizia kembali berdesir. Pikirannya kembali mengganas. Sylva. Ia melihatnya. Waktu mereka keluar, Sylva berbalik, dan ... mencium Raven. Saat menciumnya, Sylva, ia dengan tatapan yang tajam, menatap langsung dan menusuk tepat ke kedua mata Elizia. Ia tahu Elizia sedang melihatnya, dan ia sengaja melakukannya. Ia sengaja ....

Dua tetes, empat tetes. Air mata Elizia terus berhujanan dengan cepat. Ada apa ini? Kenapa ia merasa demikian? Apa arti tatapan mata itu? Apa pula arti perasaannya sekarang? Kenapa ia begitu sesak akan napas? Kenapa air mata tidak berhenti mengalir? Kenapa pula air mata ini mengalir? Lebih dari itu semuanya, kenapa hatinya terasa begitu perih, begitu sakit, begitu sesak, begitu menusuk? Kenapa? Seseorang tolong jelaskan. Ini sungguh menyakitkan bagi Elizia. Ia tidak mengerti sama sekali perasaan yang ia rasakan ini. Seumur hidup, ini pertama kalinya ia merasa begitu lemah, begitu kehilangan.

Jangan lagi menyimpan dan menahan perasaanmu, biarkanlah ia bebas.

Berhenti. Air mata Elizia mendadak berhenti. Secara anehnya, otaknya tiba-tiba mengingat kalimat itu, kalimat yang diucapkan Raven waktu itu. Apa maksudnya? Menyimpan apa? Menahan apa? Perasaan? Perasaannya kenapa? Bebaskan perasaannya? Apa selama ini perasaannya terkurung? Apa maksud dari kalimat itu? kenapa Elizia sama sekali tidak bisa mengerti? Adakah arti khusus dari kalimat tersebut? Apa yang harus ia bebaskan? Bebaskan dari apa? Ada apa dengan perasaannya? Apa ada yang salah? Apa ada yang aneh? Yang mana?

Kamu tidak perlu lagi menahannya, tidak perlu lagi.

Lagi. muncul lagi kalimat lainnya, kalimat sambungannya. Dan Elizia semakin tidak mengerti. Apa yang ia tahankan? Apa itu barang? Apa itu ingatan? Perasaan? Kalau memang perasaan, perasaan yang gimana? Elizia menarik-narik rambutnya saking kebingungan.

Apa yang harus ia bebaskan itu?

"Aku pulang."

Elizia tersentak. Buru-buru ia bangkit dari tempat duduknya, menoleh ke arah pintu. Raven. Raven sudah pulang. "S, selamat datang," ucapnya pelan, masih cukup pening dengan pikirannya.

Raven yang menerima sapaannya hanya mengangguk lalu melirik-lirik ke arah dapur. Alisnya berkerut setelah itu. "Kamu tidak masak?" tanyanya pelan dan giliran Elizia yang kebingungan.

"Masak? Memangnya sudah jam be— Astaga!" Elizia terkejut. Sudah jam 9 malam! Kenapa ia tidak menyadarinya sama sekali? Ternyata ia sudah duduk di sana selama itu? Benar-benar tidak bisa dipercaya! Dengan panik ia mengalihkan pandangannya dari jam dinding kembali ke wajah Raven. "Maaf, aku lupa. Tunggu sebentar, aku akan seg—"

"Tidak perlu," potong Raven pelan seraya mencengkram lengan Elizia, mencegahnya pergi ke dapur. Tidak apalah tidak makan malam, kebetulan ia sedang tidak berselera. "Aku tidak mau makan, aku pergi mandi saja sekarang," lanjutnya dengan suara yang lemas lagi lalu berjalan pergi menuju kamar mandi yang ada di belakang.

Elizia mematung. Bukan oleh perasaan bersalahnya, tapi karena perasaan syoknya. Sekilas, hanya selama sekilas, waktu Raven menatapnya tadi, ia bisa melihat, ada bekas lipstik di bibir Raven. Bekas lipstik merah muda, persis yang dipakai oleh Sylva.

Sylva.

Seketika itu, Elizia jatuh terduduk. Dengan otomatisnya kedua tangan mulai menarik rambutnya sendiri. Matanya berkaca-kaca. Pikirannya kacau.

Rage in Cage (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang