Chapter 6 Part 3

3.9K 232 0
                                    

Selama perjalanan keluar dari area kuburan, Raven terus dengan setianya mengikuti Elizia di belakang. Jarak mereka sangat dekat, kurang dari sejengkal. Elizia memang tidak menghiraukannya, tapi Raven tidak. Ia tidak boleh kehilangan Elizia, atau ia tidak bisa pulang karena matanya sedang kabur sekarang.

Dengan tetap fokus ke warna ungu sweater Ibunya, Raven yakin ia bisa berjalan dengan tenang tanpa takut tersandung atau tertabrak lalu dengan mulusnya keluar dari daerah yang menakutkan ini. Namun sialnya, langkahnya terhenti, Elizia juga berhenti. Karena suara itu.

"Selamat pagi," sapanya yang sedang melangkah mendekat. Raven tidak tahu ekspresinya bagaimana sekarang. Ia hanya bisa melihat sosok hitam yang mendekati Ibunya. Raven memang tidak bisa mengenalnya, namun dengan mendengar suaranya, Raven tahu dia pria yang ia kenal dengan Ayah Sylva.

"Selamat pagi, Pak Rion," balas Elizia bersapa dengan sebuah senyuman yang lembut. Rion–si pria misterius itu–buru-buru menggeleng sambil melambaikan tangannya.

"Oh tidak, tidak, kamu tidak usah memanggilku dengan 'Pak', Eliz."

Kedua mata Raven terlipat dalam. Cepat sekali mereka akrab.

"Baiklah, Pak Rion. Eh, maksudku, Rion." Elizia tertawa lirih karena ucapannya sendiri. Rion tersenyum kecil, dan Raven bergerutu.

"Sungguh kebetulan bisa bertemu kamu di sini, Liz. Apa kalian datang berziarah juga?" tanya Rion wajar dan Elizia mengangguk pelan. Terlihat Rion ingin mengatakan sesuatu lagi, tapi tiba-tiba sebuah suara datang menyela.

"Di sini kamu rupanya, P— eh, oh, Selamat pagi, Tan, Raven juga," ujarnya cepat seraya berjalan kemari. Di dalam pandangan Raven, ia hanya bisa melihat sekumpulan warna kuning yang mendekat, tapi ia sudah mengenalinya karena hanya Sylva yang memiliki suara yang khas seperti itu.

"Selamat pagi, Sylva," balas Elizia lagi dan Raven hanya diam. Tahu anaknya tidak mungkin bersuara, Elizia bersuara lagi, berbasa-basi. "Sylva ikut Papa berziarah, ya?"

Sylva mengangguk dengan antusias. "Tante dan Raven juga datang berziarah ya? Kebetulan sekali," sahutnya sama persis dengan Rion, lalu perhatiannya kembali kepada Ayahnya. "Pa, Pak Nido cari kamu. Katanya sebentar lagi tiba waktu pertemuan dengan Pak Siba."

Setelah pesan singkat yang disampaikan Sylva, dapat terlihat wajah Rion yang tersentak sekilas. "Oh ya? Aku harus buru-buru nih," gumamnya kemudian menoleh kembali ke Elizia. "Apa kamu mau pulang sekarang? Mau kuantar?"

Sebelum Elizia sempat menjawab apa-apa, mendadak terdengar sebuah suara yang lumayan mengagetkan dari depan sana. Elizia yang sempat biasa-biasa saja langsung syok begitu menyadari penyebab suara tersebut adalah Raven.

"Raven!" pekik Elizia seraya mendekatinya yang terjatuh itu dengan buru-buru. "Kamu kenapa?"

Seperti biasa, Raven diam tidak ingin menjawab. Pelan-pelan ia mencoba untuk berdiri sendiri, dan begitu mampu dan mulai berjalan lagi, ia terjatuh lagi. Elizia segera menangkapnya.

"Matamu kabur lagi?"

Ketahuan. Maunya Raven diam saja sampai matanya normal kembali, tapi kenyataannya telah diketahui oleh Elizia semudah itu. Raven tidak ingin melihat mereka yang begitu akrab dan ia ingin secepatnya keluar dari sini. Namun ia sangat butuh bantuan seseorang agar ia bisa keluar dari jalanan bebatuan tidak rata ini dengan selamat. Karena itu, dengan terpaksa ia mengangguk.

Kali ini giliran Elizia yang terdiam. Tidak biasanya Raven jujur dengan keadaannya. Elizia bisa merasakan sesuatu yang aneh darinya dan dalam waktu yang singkat ia sudah mengerti. Ia menoleh ke arah Rion. "Pak Ri— maksudku, Rion. Terima kasih banyak, tapi aku menolak ajakanmu."

"Kenapa?" tanyanya wajar.

Elizia merangkul Raven, membantunya untuk berdiri tegak. "Mata anakku kabur. Ia tidak bisa melihat sekarang, jadi aku akan menuntunnya."

Setelah mendengar jawaban yang singkat itu, Rion hanya bisa mengangguk lalu beranjak pergi setelah berpamitan kepada Elizia, tapi tidak kepada Raven. Sylva hanya mengangguk kepada mereka berdua lalu ikut berlalu mengikuti Ayahnya. Setelah kepergian mereka, tanpa berbicara apa-apa Elizia pun menggenggam erat tangan Raven lalu mulai berjalan juga.

*********************************************************************************

Rage in Cage (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang