"Sungguh terima kasih banyak!"
Tanpa menoleh ke belakang, Raven hanya melambaikan tangannya sekali dan lanjut berjalan, sedangkan Ibunya yang sibuk membungkuk-menunduk untuk balas berterima kasih segera menyusuli anaknya.
"Tunggu aku, Raven!"
Mendengar suara Ibunya yang lantang, Raven yang padahal berjalan dengan santai namun entah kenapa sudah jauh di depan segera berhenti dan menoleh ke belakang pundaknya. Senyuman di wajahnya sekarang tidak bisa ia hapus. "Lama sekali," ujarnya pelan dengan nada bercanda, sangat berbeda dengan biasanya.
Kontras dengan Raven, Elizia yang baru saja menyusuli anaknya itu wajahnya sangat merah padam. Ia terus memeluk dirinya sendiri sewaktu berjalan menuju kemari, ada sesuatu yang membuatnya begitu resah dan jawabannya sangatlah mudah ditebak, serta memalukan. "Ke, kenapa kita pakai baju seperti ini, Ven?"
Mendengar ucapannya, dengan tampang tidak berdosa Raven mengamati pakaiannya sendiri. T-shirt biru biasa dan celana jeans biasa. "Ada apa dengan pakaian ini?" balas Raven bertanya.
Elizia yang mengenakan T-shirt juga tapi berwarna pink sedangkan Raven berwarna biru, hanya bisa mengekspresikan wajah yang sangat malu. "Ini baju couple, Ven!"
Raven tersenyum tipis. Di baju mereka berdua yang berbeda warna itu, ada tulisan 'I Love Him' di baju Elizia dan 'I Love Her' di baju Raven. Ditambah dengan tanda panah yang menunjuk juga setengah hati di masing-masing baju bagian belakang. Sudah terlihat jelas ini adalah pakaian couple. "Mau gimana lagi? Namanya juga butik khusus pernikahan, tentu saja hanya ada baju couple."
"Tapi tetap saja, kenapa harus yang bertulisan begini? Bukannya ada yang polos atau yang bertulisan sama?" Elizia benar-benar terlihat keberatan mengenakan pakaian seperti ini.
Bukannya menjawab pertanyaannya, Raven justru mengangkat kedua bahunya. "Sudah terlanjur, mau gimana lagi?" Ia menarik tangan Ibunya. "Ayo buruan sebelum ada yang tahu keberadaan kita."
Kali ini Elizia mengerutkan keningnya. "Kamu yakin kita tidak bakalan ketahuan?"
Raven menggeleng sekali. "Selama kamu tidak mengenakan pita itu, merubah gaya ikatan rambutmu dan aku mengenakan topi ini," sahutnya seraya mengeratkan topi ke kepalanya itu, menyembunyikan rambutnya.
Elizia menyentuh pita yang terikat di kucirnya. "Aku ... harus melepaskan pita ini?" tanyanya pelan dan Raven mengangguk. Lipatan di alis Elizia bertambah dalam. "Tapi aku tidak mau melepaskannya. Ini ... sangat berharga."
Raven diam tidak menyahut dan Elizia menatapnya lekat. Ini adalah pita pemberiannya dan Elizia sengaja berkata kalau pita ini sangat berharga. Apa dia akan menyadarinya? Apa dia sadar Elizia sangat menyayangi barang pemberiannya, satu-satu barang pemberiannya? Elizia ragu Raven mengingatnya.
"Kalau kamu memang suka pita, aku bisa membelikan yang baru. Itu sudah lusuh," ujar Raven dingin lalu menarik Elizia pergi. Tanpa disadari, Elizia dengan mendadaknya menitikkan setetes air matanya. Hanya setetes.
Raven ternyata memang sudah melupakannya.
***
Erdi menggebrak-gebrak seluruh pintu, menghempaskan barang-barang sembarang arah, ia emosi tingkat tinggi! Apa-apaan ini? Kenapa hal seperti itu bisa terjadi? Kenapa bisa anaknya itu melarikan diri dari pernikahan? Apa dia tidak tahu perbuatannya itu bisa mengakibatkan terjadinya hal yang sangat fatal? Apa dia tidak pernah berpikir kalau Erdi nanti ....
Argh!
Tidak henti-hentinya Erdi menatap ke jam dinding. Jam 9 P. M tepat. Gertakan gigi Erdi semakin terdengar keras. Kemana perginya kedua makhluk itu? Sampai semalam ini mereka masih di luar dan bersenang-senang? Kemana rasa bersalah mereka karena telah melarikan diri dari pernikahan itu? KE MANA?!
KAMU SEDANG MEMBACA
Rage in Cage (Complete)
Детектив / Триллер(Belum Revisi) Pernahkah merasakan amarah dan dendam yang kian mendalam namun tidak mampu diutarakan dan hanya bisa disimpan dengan erat? Itulah yang dirasakan oleh Elizia, sang ibu muda berumur 30 tahun dan sudah memiliki anak berusia 18 tahun bern...