"No no no!"" aku menyahut panik. Menyubit tangan Drian cukup keras hingga dia memekik. Enak saja aku diaku-aku pacar! "Dia itu kakak tiri gue, bukan pacar gue!"Wajah gadis itu perlahan berubah, menjadi tersenyum manis, seakan perkataanku barusan telah membebaskan sesuatu dalam dirinya. Aneh, ya, dia? Ah, maksudku Vanya.
"Gue mantannya Drian, Vanya," dia mengulangi kalimat Drian. Aku hanya mengangguk saja, melanjutkan makan es krim. Aku tidak ada urusan pada mereka berdua.
Kurasakan Drian melepaskan rangkulannya, bergeser lebih dekat padaku agar Vanya bisa duduk. Dan gadis itu terlihat seneng hati menerimanya. Oh, aku jadi curiga kalau dia masih memiliki rasa pada kakak tiriku yang mirip Cho Kyuhyun ini.
"Lo sama siapa?" nah, Drian malah membuka pembicaraan.
"Sendirian. Gue bosen di rumah, dan berhubung hari ini ada pasar malam, gue jadi pengen ke sini," jawab Vanya. Nada bicaranya lembut sekali.
Drian mengangguk-angguk paham. Ah, aku malas sekali berada di sekitar mereka. Sembari menikmati es krim, mataku mencari-cari sesuatu yang sekiranya menarik. Hingga akhirnya tatapanku jatuh pada salah satu bangunan yang bertuliskan 'sarang hantu'.
Aku langsung berdecak, "pasti seru masuk ke sana," kataku pelan lalu melirik Drian. Bibirku mengerucut sebal saat mendapati dia tengah asik berbincang. Yah, mana mungkin aku mengajaknya ke rumah hantu.
Ya sudahlah, mungkin lain kali aku ke sana. Meski rasa penasaran semakin bertambah, tapi aku tidak mau pingsan konyol sendirian di dalam sana.
Kemudian tatapanku menjelajah lagi, kini tertuju pada salah satu kedai bertuliskan Mie Ayam Sederhana. Refleks aku memegang perut, mengusap-usapnya pelan. Aku jadi lapar.
"Dri," panggilku. Dia menoleh. "Gue mau ke tempat mie ayam dulu, ya? Mau ikut?"
Dia menggeleng. "Sana, gih, kenyangin, ya. Gue masih kenyang sama roti isi barusan."
Aku menggedikkan bahu lalu pergi tanpa pamit. Ya sudah kalau dia tidak mau. Padahal 'kan aku mau menraktir dia makan. Dasar penolak rezeki!
Es krim-ku kini hanya tinggal seperempat corong saja, dan mendadak rasa malas makanku muncul tiba-tiba, jadi dengan acuh, aku membuang es krim coklat itu. Maafkan aku, ya, es krim. Katakan aku labil, tapi aku memang seperti ini jika sedang mendekati masa datang bulan. Bahkan mie ayam yang tadinya menggoda lidah, kini terlihat tidak menarik lagi.
"Pengen naik bianglala," ucapku saat melihat keindahan kerlap-kerlip dari lampu kecil yang menghiasi bianglala. Tanpa ragu lagi, aku segera pergi ke sana, mengantri beli tiket. Ternyata cukup panjang juga antriannya.
Sambil menunggu, aku melihat-lihat sekitar lagi. Baru kusadari, pasar malam kali ini terlihat sangat ramai dibanding minggu kemarin. Pantas saja ada yang berbeda. Baguslah, setidaknya pedagang di sini jadi senang. Meski sebagian dari pendatang merupakan pasangan muda-mudi yang sedang bermadu kasih.
Oh, aku jadi iri.
Tiba-tiba saja tatapanku terhenti pada satu titik. Seseorang yang sangat amat aku kenal, tengah bercanda ria di depan gerai boneka bersama gadis yang satu dua kali pernah aku temui dan aku tau namanya.
Aku menelan saliva pelan, melangkah ke samping, ke luar antrian dan dihadiahi tatapan bingung dari orang di belakangku. Aku tidak ingin naik bianglala lagi, tapi aku ingin ke gerai boneka untuk memilih salah satu boneka lucu itu.
Langkahku semakin dekat dengan gerai, dan dia bahkan sama sekali tidak sadar jika aku datang, berdiri tepat di sebelahnya.
"Ini lucu!" sorak si gadis girang.
KAMU SEDANG MEMBACA
40 Days Contract (Complete)
Teen FictionSesungguhnya aku tidak tau arti Cinta yang sebenarnya hingga harus menempuh jalan lain yang berduri untuk kulewati, tak terpikirkan olehku bahwa ada jalan yang lebih baik menanti. Aku mengenalnya karna dia teman sekelasku. Hanya karna dia selalu men...