"Gue gak tau apa kesalahan gue sama lo, tapi tolong jangan diemin gue terus!"
Teriakkan Drian dari belakang tak menyurutkan niatku untuk segera ke kelas tanpa mau berlama-lama di parkiran bersamanya. Aku tidak peduli apa pun yang dia lakukan.
Hingga bunyi langkah kaki dan sentuhan di lengan kananku membuat aku berbalik kesal.
"Bilang, gue punya salah apa?" tanyanya dengan wajah memelas. Aku berdecih. Kemarin saja dia memasang tampang dinginnya terus-menerus.
Aku menyentak genggamannya, kembali berjalan enggan menjawab. Dan aku pikir aku kekanakkan sekali.
"Rasha ...."
Mendengar nada bicaranya tersebut membuatku berbalik lagi, memandangnya cukup lama sementara dia malah berkedip-kedip sambil menangkup kedua tangan, memohon seperti anak kecil.
Pemandangan itu, sukses menghilangankan rasa kesalku meski sedikit. Aku akui, Drian mempunyai seribu cara untuk membuatku senang.
Aku mengerucutkan bibir, berjalan dua langkah ke arahnya lalu menarik cowok itu untuk cepat berjalan.
"Jadi, gue salah apa?"
"Lo tuh kayak cewek! Ngambek mulu sama gue," kataku ketus.
Drian berdehem. "Ya, abisnya gue geregetan sama lo yang gak mau nurut sama gue."
Menghembuskan nafas kasar, aku menyamai langkah dengannya, menatapnya tajam. "Gak nurut apa, sih? Perasaan gue udah jadi kucing manis deh kalo sama lo."
"Jangan main sama Ardi lagi."
"Kenapa?" Tanyaku setelah terdiam cukup lama.
Drian juga terdiam dengan ekspresi kaku, kemudian menjawab, "gue bilang jangan ya jangan."
"Lo," aku menunjuk hidungnya, "egois!" Lalu berlari dengan perasaan kesal, jengkel, sedih.
Sedih karna dia tidak mau mengatakan yang sebenarnya bahwa dia ingin melindungi perasaan mantan kesayangannya itu.
Aku mengusap kedua mataku yang kurasa berair sambil masih berlari hingga tak sadar aku menabrak seseorang hingga kami memekik bersamaan.
"Ya ampun, maaf, gue gak sengaja!"
Orang itu memegang bahunya kanannya sembari menarik hidungku keras. "Lo! Untung yang lo tabrak itu gue! Kalo orang lain gimana? Ceroboh banget!" Sentaknya.
"Maaf! Lepas, ih!" Dia melepas cubitannya lalu bersedekap menatapku dengan dahi berkerut. Sementara aku hanya terus mengusap hidungku.
"Ada apa?" Tanyanya ambigu. Aku mendongak, memiringkan kepala, bingung. "Mata lo merah. Abis nangis?" Tunjuknya pada mataku.
Sedetik berikutnya, mataku melebar kaget, lantas menggeleng. "Kelilipan."
"Apaan, sih, sinetron banget. Bilang aja kalo abis nangis. Kenapa? Lo ribut sama Drian?" Dia menggedikkan dagu ke arah belakang, membuat aku refleks menoleh.
Di sana, Drian sedang menatap kami dingin dari ujung lapangan. Aku menggeleng pelan, menatap pada orang itu lagi, dan aku sedikit terkejut ketika mendapati dia juga menatap Drian dingin.
Ada apa dengan mereka berdua?
"Ardi, kalian gak apa-apa, 'kan?" tanyaku berbisik.
Kemudian Ardi beralih cepat padaku, tersenyum lebar lalu merangkul bahuku. "Ayo masuk ke kelas, My Princess."
Dan pipiku sukses dibuat panas olehnya.
____
"Ssstt," aku diam tidak menoleh ke sumber suara. Hingga suara itu lagi-lagi terdengar, "Asha budek!" Mau tak mau membuatku menoleh.
KAMU SEDANG MEMBACA
40 Days Contract (Complete)
Teen FictionSesungguhnya aku tidak tau arti Cinta yang sebenarnya hingga harus menempuh jalan lain yang berduri untuk kulewati, tak terpikirkan olehku bahwa ada jalan yang lebih baik menanti. Aku mengenalnya karna dia teman sekelasku. Hanya karna dia selalu men...