[WARNING! Part ini banyak yang menggunakan kata-kata kasar. Bagi yang tidak suka, silahkan keluar lapak.]
~~~~
Dalam kedipan ketiga, aku bangkit dari ranjang, menyesuaikan cahaya lampu tidur yang masuk retina mataku. Tak kusangka baru pukul empat subuh.
Wow! Aku bahkan tidak pernah bangun sepagi ini jika tidak dibangunkan. Mungkin, karna semalam aku tidak begadang jadi bangun cepat.
Pandanganku beralih menelusuri kamar--kegiatan biasa yang kulakukan ketika bangun tidur--hingga terjatuh pada kalender di samping kaca rias yang menggantung.
Naluriku membawaku kesana.
Aku mengikat asal rambutku kemudian menarik sembarangan selimut agar terlihat rapih lalu menatap kalender tersebut.
Jariku bergerak ke arah tanggal yang dilingkari spidol merah. "Tanggal berakhir," gumamku. Lalu jariku bergerak mundur ke tanggal sekarang.
Mendadak, udara di kamarku menipis sampai terasa sesak untuk bernafas.
Sembilan hari lagi.
Mataku terpejam, memikirkan apa-apa saja yang akan terjadi. Tak kusangka secepat ini, atau mungkin aku yang terlalu menikmati waktu?
Ardi, cowok itu memang sudah mengatakannya. Mengatakan jika dia menyayangiku. Jujur aku senang, tapi saat sepuluh hari kontrak berjalan dulu, dia juga mengatakannya.
Dia menyayangiku, sebagai adik. Tidak lebih dari itu.
Takut. Itu jelas saja, mengingat keraguan yang selalu terpancar di matanya jika kami sedang bersama. Ardi memang terlihat baik-baik saja, tapi aku tau dia tidak demikian baiknya.
Ada yang dia sembunyikan di balik semua kebohongannya.
"Drian udah bangun belum, ya?" Ucapku melantur. Aku tidak mau terlalu memikirkannya.
Lebih baik aku menjahili kakakku itu, sekarang.
Tak menunggu lama, aku sudah berada di kamarnya, duduk di sisi ranjang lalu memperhatikan wajah bantalnya sambil tertawa kecil.
"Gue lupa bawa handphone, sih. Kalo bawa, mau gue abadiin muka lo ini." Tawaku kembali pecah, dan segera kutahan dengan kepalan tanganku.
Merasa bosan, aku beranjak dari ranjang, berjalan menelusuri kamar sampai lagi-lagi, sesuatu menarik perhatianku di atas meja belajar.
Sampai saat ini, aku masih penasaran dengan isi laptop Drian. Aku berpikir lima menit sebelum akhirnya membuka laptop itu, menyalakannya diiringi perasaan berdebar.
Sesekali mataku menatap Drian yang masih terlelap.
Drian, maafkan aku karna tidak sopan, sebab aku benar-benar ingin tau.
Setelah layar laptop menyala, hal pertama yang kulihat adalah foto kami berdua yang tengah saling bersandar di bangku taman. Aku ingat, Ayah yang memoto kami saat aku sedang berlatih motor di lapangan perumahan.
Senyumku tak lagi bisa ditahan.
Kemudian, sesuatu menarik perhatianku.
Tanganku dengan cepat membuka pictures dan men-klik folder bertuliskan 'DRRiiDaaN'. Dahiku mengernyit geli, tak menduga Drian akan se-lebay itu.
Klik!
Aku terdiam, menatap wajah Rida dan Drian yang tengah tersenyum lebar. Di atas saja, foto itu bernama 'aku dan kamu adalah kita, tanpa ada dia'.
KAMU SEDANG MEMBACA
40 Days Contract (Complete)
Teen FictionSesungguhnya aku tidak tau arti Cinta yang sebenarnya hingga harus menempuh jalan lain yang berduri untuk kulewati, tak terpikirkan olehku bahwa ada jalan yang lebih baik menanti. Aku mengenalnya karna dia teman sekelasku. Hanya karna dia selalu men...