Bagian 28 : Kisah 'kita', resmi ditutup!

4.2K 219 9
                                    

"Udah empat hari lo nggak sekolah. Kapan mau sekolah? Minggu depan udah mau nyiapin pra-try out."

Aku mengigit bibir bawah, bingung. Kemudian menjawab, "gue belum bisa sekolah, Dan."

Dari sebrang sana, terdengar helaan nafas keras. "Lo nggak bisa gini terus--"

"Gue malu, Ardan. Meskipun kejadiannya udah empat hari lalu, gue masih belum bisa masuk sekolah!" Sentakku, berharap Ardan mengerti keadaanku.

"Padahal gue mau ngasih kabar gembira," ucapnya dengan nada sedih dibuat-buat.

"Apa?"

"Kata Ardi, Rida udah sadar dari kemarin," ada jeda yang disengaja, "lo nggak mau jenguk dan minta maaf?" Lanjutnya, membuatku tertohok.

Genggaman tanganku pada handphone kian menguat. "R-Rida, udah sadar?"

"Yap."

"Tapi, gue tak--"

"Gue tau, lo takut, tapi mau sampe kapan?"

Sampai kapan, ya?

Aku juga tidak tau, sampai kapan aku harus mengurung diri.

"Halo? Masih sadar?" Panggilan Ardan menyadarkan kediamanku. Aku lantas berdehem lalu mengulum bibir.

"Gue nggak bisa ke sana sendiri," lirihku.

"Ada gue. Ntar gue temenin. Mau kapan?"

Berpikir sebentar, kemudian aku memutuskan, "nanti sore, pas lo pulang sekolah. Bisa?"

"Bisa, bisa," sahutnya, "nanti SMS-in alamat rumah lo aja, ntar tinggal gue jemput."

Kepalaku terangguk, meski kutau Ardan tak akan melihat. "Iya. Makasih, ya, Ardan," ucapku tulus.

"Ya, santai. Ya, udah gue matiin dulu, ya? Istirahat udah mau abis, nih."

"Iya."

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," balasku sebelum menutupnya dan menaruh handphone di atas nakas.

Tanganku tergerak untuk meraih bantal guling di sampingku, memeluknya erat dan menenggelamkan wajah di sana.

Minta maaf pada Rida? Apa harus sekarang? Aku benar-benar takut jika dia tidak mau memaafkanku lagi dan akhirnya mempermalukanku seperti Laila. Aku trauma.

Tapi ... jika tidak sekarang, Ardan bilang kapan lagi? Cowok itu benar juga. Aku jadi bimbang. Mau tak mau aku harus tetap memberanikan diri.

____

      Sore tiba, pun Ardan sudah di rumahku, dengan seragam sekolah yang masih melekat di tubuh jangkungnya. Dia turun dari motor, menyugar rambutnya lalu menggedikkan dagu padaku yang masih berdiri di depan pagar.

"Udah izin sama ibu lo?" Tanyanya.

Aku mengangguk. "Udah."

"Berangkat sekarang?" Lagi, aku mengangguk, "ya, udah ayo naik," tambahnya.

Bergegas aku naik ke motor CBR-nya setelah dia naik lebih dulu, men-starter motor.

"Pegangan," suruhnya.

"Motor lo yang matic mana?" Tanyaku sebelum memegang pinggangnya. Rasanya tidak enak sekali naik motor ini, joknya terlalu tinggi.

Ardan menelengkan kepala padaku. "Masuk bengkel. Kenapa, sih?"

40 Days Contract (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang