Bagian 16

2.7K 186 3
                                    


"Sha! Sha! Rasha! Cepetan gue kebelet!" Dari dalam kamar mandi, aku mendesis kesal sambil terus mengusap rambutku dengan handuk, lalu membuka pintu.

"Beris--"

"Marah-marahnya nanti dulu, gue nggak tahan!" Drian memotong kalimatku dengan menarik tanganku keluar. Manusia satu itu ....

Aku berdecak lalu berbalik, namun tidak sampai lima detik, aku menyadari sesuatu. Mataku membulat lebar dengan mulut menganga histeris. Secepat kilat aku menggedor-gedor pintu kamar mandi.

"Driaaaaaaaan! Barang gue masih di dalem!!!"

Dok! Dok! Dok!

Aku terus menggedor pintu kamar mandi tanpa henti. Menimbulkan suara berisik mungkin sampai luar rumah. Bahkan teriakkan Bunda sudah mengalun lembut di telingaku. Ah, masa bodoh! Aku panik!

"Driaaan!!! Buka dulu!!! Dri--"

Brak!

Pintu kamar mandi terbuka keras bersamaan dengan munculnya wajah masam Drian.

"Kampret lu ganggu gue!" Umpatnya.

"Bodo amat! Minggir dulu!" Aku mendorong tubuhnya agar menyingkir, tapi bagaikan batu, dia tetap menghalangi pintu.

"Nyari ini?" Tiba-tiba saja tangan yang sedari tadi bersembunyi di balik badan terpampang di depan wajahku, memegang sesuatu yang membuatku lantas menjambak rambutnya.

"Fak! Drian, sialan!!!"

____

           Di depanku, Drian masih saja berani tersenyum konyol setelah dimarahi Mama habis-habisan, bahkan aku lihat pipinya masih memerah karna Mama menyubitnya tanpa ampun.

Mama Rini bilang, tindakan Drian satu jam lalu termasuk tindakan pelecehan seksual juga.

"Dimaafin nggak?" Tanyanya, menoel-noel daguku. Sementara aku langsung menggeleng sambil mengusap sisa tangis di sudut mataku.

"Jahat banget," dengusnya merengek.

"Bodo!" Sial, suaraku masih bergetar. Jelas saja! Aku sungguh shock tadi.

"Ululu ... adekku yang paling cantik--"

Plak! Aku kontan memukul tangannya yang hendak menangkup wajahku, membuatnya meringis. "Pada tega banget sama gue, dicubitin, dipukulin, ini KDRT namanya!" Keluhnya.

Aku mengerucutkan bibir, berdiri dari sofa ruang tamu berniat ke kamar, membaca novel sambil menunggu maghrib datang.

"Ian, pipinya masih sakit nggak? Sini bunda liat." Tiba-tiba saja suara merdu Bunda menyusup telinga, membuatku menoleh cepat.

Drian berjengit, ikut menoleh ke arah Bunda. "Eh, enggak kok, Bunda," jawabnya malu-malu, membuatku refleks mendengus.

"Beneran?" Drian mengangguk. Bunda balas mengangguk lalu melanjutkan langkahnya yang hendak ke luar rumah. Sepertinya ingin mengangkat jemuran.

Tiba-tiba saja aku teringat sesuatu. Mataku dan Drian bertemu pandang. "Yan, gue liat buku MTK kalo lo mau gue maafin," selorohku tak tau diri.

Drian mendelik kesal. "Dasar cewek pemalas! Sono, ambil di dalem laci. Gue mau mandi dulu, gara-gara lo ritual penting gue jadi ketunda."

Aku memutar bola mata. Si Hello Kitty ini cerewet sekali.

Sebelum beranjak ke kamarnya, aku menyempatkan diri untuk menjambak rambutnya lagi, yang mana membuatnya berteriak heboh.

Klek!

          Mulutku menganga takjub melihat suasana kamar Drian yang begitu apik. Berhubung aku sudah lama tidak ke mari, aku jadi sedikit takjub. Sangat berbeda dengan kamarku yang berantakan. Duh, aku jadi malu sendiri.

40 Days Contract (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang